Sabtu, 14 Maret 2009

Kebocoran Devisa Negara di Sektor Pendidikan Tinggi

Perguruan tinggi merupakan suatu wadah yang digunakan untuk R&D (Research and Development) serta arena penyemaian manusia baru untuk menghasilkan generasi yang memiliki kepribadian serta kompetensi keilmuan sesuai bidangnya. Saat ini memasuki perguruan tinggi berarti membeli jasa pendidikan tinggi. Keputusan memilih sebuah Perguruan Tinggi merupakan suatu keputusan investasi. Investasi itu harus menguntungkan konsumen setelah dinyatakan lulus oleh Perguruan Tinggi. Karena selain membutuhkan dana yang besar, kuliah di perguruan tinggi juga menghabiskan waktu yang cukup lama. Oleh sebab itu, konsumen pendidikan tinggi harus memiliki strategi memilih suatu Perguruan Tinggi yang baik dan berkualitas.


Mengapa saat ini, banyak orang yang ingin KULIAH ke luar negeri ? Dua penyebab utamanya adalah perusahaan-perusahaan di seluruh dunia semakin menyadari bahwa pendidikan internasional makin penting di perekonomian global, dan globalisasi karir juga memaksa masyarakat mengambil kualifikasi internasional agar tidak ketinggalan. Saat ini kuliah ke luar negeri menjadi pilihan, baik untuk program S1 maupun jenjang studi yang lebih tinggi. Beberapa negara menawarkan program bantuan atau beasiswa pendidikan ke luar negeri. Setelah Lulus SMU mau ke mana ?. Bagi yang ingin meneruskan kuliah, salah satu alternatif adalah menimba ilmu di luar negeri.


Ketakutan tentang biaya kuliah yang mahal tidak lagi jadi satu alasan untuk melirik peluang ke sana. Hal ini diungkapkan oleh Rendy Djauhari, PR & Marketing Coordinator Nederlands Education Centre (NEC). "Segi harga cukup kompetitif dengan negara lain bahkan dengan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) maupun Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang ada di Indonesia".


Selama ini, pemerintah Indonesia tampaknya menyia-nyiakan dana pendidikan menguap ke luar negeri yang jumlahnya mencapai triliunan rupiah. Yang menguap ini adalah biaya studi anak bangsa ke luar negeri. Padahal, dana itu tidak akan pergi, jika pemerintah menerapkan kebijakan transfer kredit. Mengutip pernyataan Sudino Lim, CEO INTI COLLEGE INDONESIA, bahwa setidaknya hampir 18 ribu mahasiswa Indonesia yang studi ke Australia, setiap tahunnya. Di Negeri Kangguru tersebut, untuk menempuh gelar S1 butuh waktu minimal 3,5 tahun. Biaya yang harus dikeluarkan sekitar Rp 800 juta. Jika ditotal, biaya tersebut sudah mencapai triliunan rupiah. Semuanya masuk ke devisa Australia. Itu baru biaya pendidikannya, belum lagi apabila mahasiswa tersebut mengeluarkan biaya untuk tempat tinggal atau beli apartemen, pariwisata, jalan-jalan dan biaya makan serta biaya hidup lainnya di sana. Ternyata biaya mahasiswa Indonesia yang belajar disana telah menyumbangkan 10 persen dari APBN Australia.


Oleh: Tata Sutabri S.Kom, MM

Sumber: e-dukasi.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar