Kamis, 28 Mei 2009

Mencegah dan Mengatasi Krisis Anak Melalui Pengembangan Sikap Mental Orang Tua

Oleh: T.A. Tatag Utomo

Satu
Pendahuluan
Kegagalan Orang Tua dalam Mendidik Anak, Berarti Kegagalan dalam Membangun Bangsa yang Besar

1.1. Indonesia: Sudah Jatuh Tertimpa Tangga Pula

Sial betul nasib bangsa ini. Sudah dilanda krisis ekonomi berkepanjangan, permasalahan-permasalahan pelik lainnya terus membayangi seperti: elit politik terus bertengkar memperjuangkan ambisi pribadi atau paling banter ambisi kelompok politiknya, bencana dating silih berganti, kemiskinan dan pengangguran terus membesar presentasenya, jumlah anak putus sekolah, terlantar dan kekurangan gizi juga bertambah terus, perkelahian, tawuran dan kerusuhan masih kerap terjadi, kekejaman yang di luar batas kemanusiaan juga terus berlanjut.
Mungkin saja memang banyak provokator bertebaran, atau ada bangsa lain yang ingin menjatuhkan Indonesia. Tetapi sebenarnya, manusia Indonesia sendirilah penyebab semua ini terjadi. Dan mungkin juga termasuk Anda dan saya sendiri. Para ‘manusia’ inilah yang dengan segala ketidakbenaran, ketidakbecusan dan ketanpaberpikirannya (thoughtlessness) menjalankan kehidupan bangsa di dalam segala sector komponenya.
Yang harus disadari adalah para pelaku politik, pemerintahan, dll adalah ,anusia Indonesia yang berasal dari manusia kecil yang disebut anak-anak. Apa yang salah, atau… adakah sesuatu yang menyebabkan mereka menjadi manusia dewasa ‘bingung’ sebagai pelaku segala sector kehidupan ini, sehingga bangsa ini juga menjadi bangsa ‘bingung’?
Kalau seorang manusia dewasa sebagai pelaku kehidupan suatu bangsa berjalan bingung, linglung, tidak tahu tata karma, mau menang sendiri, senang korupsi, bengis dan kejam, maka bukanlah tidak mungkin mereka mengikuti pakem atau pola tertentu dari sono-nya.
Siapakah pembuat pakem itu, atau siapakah yang merupakan air cucuran atap yang bingung dan linglung seperti itu? Ya. Jelas dan tegas! Sebetulnya pembuat pakem “air cucuran atap” itu adalah manusia dewasa sebelumnya yang ikut membidani lahirnya manusi9a-manusi baru penerus bangsa. Siapakah manusia dewasa sebelumnya itu? Manusia dewasa sebelumnya itulah para ORANG TUA. Para bapak-ibu kita dan juga kita sebagai orang tua yang menjadi pilar dan pelaku segala segi kehidupan bangsa ini.

1.2. Peran Orang Tua sebagai ‘Manusia Dewasa Sebelumnya’ dalam Membentuk Anak sebagai ‘Manusia Dewasa kemudian’ dengan Karakter yang Kuat

Kalau menilik teori dari John Locke (seorang filsuf Inggris yang hidup pada tahun 1632 sampai 1704), maka seorang anak yang baru dilahirkan seperti “tabula rasa” yang merupakan selembar kertas putih kosong dan dapat dicoret-coret sekehendak hati orang tuanya. Dia dapat digambari rupa iblis, malaikat, hal-hal kebaikan atau kejahatan. Anak atau kertas itu dapat pula dilukis tentang hal-hal konkret untuk kepribadiannya (maka jati dirinya menjadi jelas), atau hal-hal yang absurd (jati dirinya menjadi tidak jelas) untuk kehidupannya.
Memang jelas ada factor-faktor lain yang menyebabkan seorang anak menjadi mursal. Memang banyak factor eksternal yang membuat anak tumbuh dewasa, tetapi dengan kematangan pribadi yang tanggung dan berkarakter lemah. Tetapi justru di situlah letak kunci permasalahannya. Karena begitu banyak factor eksternal yang bergentayangan di sekitar anak dan bisa membuat matanya bias memilih mana yang baik dan tidak baik, maka kita sebagai orang tua harus mempunyai pakem tertentu yang universal, tak lekang dimakan zaman dalam urusan mendidik anak.
Mengapa demikian? Sebab, sadar tidak sadar… kegagalan kita – orang tua – dalam mendidik anak (apalagi pada masa TK dan SD-nya) bukanlah urusan sepele. Ini urusan maha besar. Anak mungkin saja tetap beranjak dewasa, tetapi menjadi sosok manusia yang mempunyai pola berpikir kacau, bersikap mental negatif, dan berkarakter lemah. Kalau suatu bangsa didominasi oleh manusia-manusia seperti ini… mau jadi apa bangsa ini? Tidak mungkin bisa besar. Bangsa itu akan tetap menjadi bangsa inferior.

1.2.1. Masalah Tata Krama yang mulai Mengendur
Bangsa Indonesia, seperti kita sering dengar dalam pelajaran sejarah, terkenal dengan keramahtamahan orangnya, lembut pekertinya, di mana sikap seperti ini jarang dijumpai di Negara lain. Bagaimana tidak disebut ramah, wong bangsa Indonesia senang saling bertegur sapa atau mengucapkan salam satu sama lain jika bertemu.
Tetapi… jangan-jangan itu semua cerita zaman dahulu. Sekarang? Ehm..ehm..ehm..sikap-sikap seperti itu mulai langka. Yang ada adalah malas bertegur sapa dengan orang lain jika bertemu (bahkan sebetulnya kenal!), pura-pura cuek. Atau bahkan bersikap acuh tak acuh dengan gaya ABG, yaitu bersikap EGPCC (Emang gue pikirin cuih-cuih..).
Mengapa ketatakramaan manusia Indonesia sekarang memudar? Tata karma yang kita agung-agungkan sebagai kehebatan bangsa sejak zaman dulu bisa sangat merosot kualitasnya. Tata karma yang sesungguhnya membedakan kualitas relasi horizontal antarasesama manusia dan relasi horizontal di antara hewan-hewan.
Mengapa? Jangan-jangan memang… kita tidak terdidik dengan tata karma yang baik dalam keluarga kita. Jadi? Jangan-jangan pula, KITA SEBAGAI ORANG TUA ATAU ORANG TUA KITA tidak mampu memberi pendidikan tata karma kepada anak-anaknya! Jangan-jangan, kita malah mendidik anak kita dengan ketatakramaan yang palsu (hanya bertata karma baik dengan orang yang akan menguntungkan kita) atau malah mendidik untuk mengabaikan tata karma dengan mengutamakan kepentingan diri sendiri dalam relasi horizontal manusianya.

1.2.2. Masalah Disiplin yang Jeblok
Ini adalah masalah menyedihkan yang terjadi di depan mata kita. Lihat bagaimana sampah berserakan di mana-mana, dari jalan raya, tempat umum, sampai di halaman Istana Negara. Lihat saja bagaimana orang dengan seenaknya saling selobot di jalan raya, atau ketika bergiliran membayar karcis tol, tidak mau antri dengan tertib. Masih ditambah pula dengan membuang karcis tolnya di jalan. Intip sedikit kamar mandi/kamar kecil. Tempat penting satu ini hamper selalu dalam keadaan mengenaskan, khususnya di kantor-kantor pemerintah, departemen, tempat public, terminal. Kotor, jorok, dan menjijikkan.karena petugas kebersihannya malas dan pengguna kamar mandi tidak disiplin dalam menjaga kebersihan. Dan masih banyak contoh indisipliner warga bangsa ini lainnya.
Mengapa banyak terlihat sikap-sikap indisiplin masyarakat seperti ini dalam kehidupan sehari-hari di sekitar kita? Sekali lagi, jangan-jangan… kita semua tidak terbiasa bersikap disiplin dalam keluarga, karena KITA SEBAGAI ORANG TUA, ATAU ORANG TUA KITA TIDAK BISA MENANAMKAN DISIPLIN KEPADA ANAKNYA. Atau, jangan-jangan pula kita sebagai orang tua malah memberi teladan kepada anak untuk hidup seenaknya saja, menurut sekehendak hati, tanpa batasan!

1.2.3. Masalah Rasa Memiliki Aset Publik
Apakah kita tidak merasa sedih melihat kondisi bus kota, kereta api, telepon umum, taman kota, lampu jalan, papan penunjuk jalan raya? Semua itu hamper sebagian besar berada dalam keadaan menyedihkan.
Bagaimana tidak. Bus kota penuh dengan coretan-coretan nama sekolah, kata-kata kotor pada badan bus atau pada tempat duduknya. Kereta api juga setali tiga uang. Hamper semua kondisi kereta menyedihkan, tidak aman dan nyaman, termasuk KRL-nya. Kereta yang baik kondisinya hanya kereta-kereta penumpang terbaru, terutama kelas eksekutif.
Telepon umum. Telepon umum termasuk benda yang bernasib paling apes di Indonesia karena paling banyak dicorat-coret, dijebol, dirusak dan diusili. Taman kota, lampu jalan dan papan penunjuk jalan raya dalam kondisi menyedihkan. Situasi taman kota juga berantakan, sampah dimana-mana, tumbuhan terengah-engah mempertahankan kehidupannya karena kurang makanan, air dan sering dijambaknya dedaunan dan ranting oleh tangan-tangan manusia.
Masih dengan pertanyaan yang sama: Mengapa masyarakat kita bisa tidak mempunyai rasa memiliki asset public? Padahal, mereka sebenarnya membutuhkannya. Masih sama pula jawabannya, yaitu jangan-jangan, PARA ORANG TUA KITA, ATAU KITA SEBAGAI ORANG TUA TIDAK BISA MENANAMKAN SIKAP UNTUK IKUT MERAWAT ASET PUBLIK. Atau jangan-jangan yang ditanamkan adalah sikap: “Aaaah… bukan punya saya ini, buat apa pusing.”

1.2.4. Masalah Tawuran
Ini adalah salah satu hal yang juga mempermalukan bangsa Indonesia sebagai suatu bangsa. Entah tawuran pelajar, tawuran antar kampung, atau tawuran antar desa. Segala imbauan, saran, masukan dan permohonan dari pemuka agama, tokoh masyarakat dan pejabat pemerintah agar mereka menghentikan tawuran tak pernah didengar. Jadi dipikir-pikir, para petawur ini memang sudah MENEMPATKAN DIRINYA SEBAGAI BINATANG YANG TIDAK MEMPUNYAI AKAL BUDI LAGI karena sudah bebal dan tidak bisa dinasehati lagi.
Pertanyaan membosankan diajukan lagi. Mengapa manusia-manusia kita gampang melakukan tawuran? Mungkin memang banyak factor eksternal atau factor predisposisinya. Namun, kalau direnungkan sampai nurani terdalam, jangan-jangan KITA, PARA ORANG TUA ATAU ORANG-ORANG TUA KITA MEMANG GAGAL MENDIDIK PERILAKU HIDUP DAMAI DI MASYARAKAT. GAGAL PULA DALAM MENANAMKAN RASIONALITAS MENYIKAPI ISU, GOSIP ATAU MASALAH.

1.2.5. Masalah Kerusuhan
Yang satu ini memang prestasi bangsa Indonesia yang tidak mengenakkan. Bangsa-bangsa luar negeri malah sampai mencap kita sebagai bangsa “tak beradab” atau “barbarian” karena tega berbuat sadis, bengis, liar dan tak berprikemanusiaan dalam aksi-aksi kerusuhannya. Frekuensi, intensitas dan bahkan korban jiwa, materiil dan immaterial sudah sangat banyak. Pertanyaannya juga masih sama, yaitu mengapa bangsa Indonesia yang berbudi luhur nan mulia itu bisa sampai berbudaya rusuh?
Sekali lagi, ada banyak faktor, termasuk provokator, kelompok status quo, dan preman yang takut kehilangan kekuasaannya yang mengompori rakyat untuk berbuat rusuh. Tetapi kalau diresapi sampai dalam, sampailah kita kepada jawaban bahwa jangan-jangan KITA SEBAGAI ORANG TUA, ATAU PARA PARA ORANG TUA KITA GAGAL MENANAMKAN KEPADA ANAKNYA SIKAP-SIKAP SEPERTI:
· Sikap menghargai perbedaan-perbedaan di antara masyarakat,
· Sikap saling menyayangi orang lain atau sesama,
· Menghayati agama bukan hanya sampai pada kulitnya, tetapi sampai pada hakikatnya,
· Sikap mau berpikir panjang sebelum bertindak, dan sebagainya.

1.2.6. Masalah kebebasan yang Kebablasan (Terlalu jauh dari yang dimaksud)
Barangkali yang satu ini gara-gara orang tua yang bersikap tidak pernah mau menerima perbedaan pendapat dari anaknya. Sadar atau tidak sadar, anak terlatih menjadi sosok pribadi yang tidak bisa menerima perbedaan pendapat dari orang lain (karena meneladani sikap orang tuanya tadi). Anak menganggap orang yang berbeda pendapat dengan dirinya sebagai musuh yang harus diberantas.
Atau, para ORANG TUA TIDAK PERNAH MENANAMKAN TENTANG KEPENTINGAN BANGSA DAN NEGARA YANG LETAKNYA DI ATAS KEPENTINGAN PRIBADI, GOLONGAN ATAU KELOMPOK.

1.2.7. Masalah kebiadaban di Luar Kerusuhan
Entah karena alasan pa, bangsa ini semakin menjadi bangsa beringas. Tidak ada kerusuhan pun, nyawa kita semua bisa terancam hilang karena teriakan, “Copet!” atau “Maling motor!” Mengeroyok, menganiaya sampai luka parah, hingga membakar korban yang masih hidup, sekarang mulai banyak ditemukan di bumi pertiwi ini.
Terlebih lagi, massa yang terdiri dari orang dewasa dan anak muda bahkan remaja dengan gembira dan bersorak melihat tubuh tersangka kejahatan kelojotan meregang nyawa karena dibakar hidup-hidup. Pantas kalau dikatakan bahwa iblis sudah tidak punya kerjaan lagi di Indonesia, tidfak ada lagi yang harus dibisiki untuk berbuat jahat karena jangan-jangan kita semua sudah menjadi murid iblis!
Karena itu, lagi-lagi kali ini KITA SEBAGAI ORANG TUA ATAU PARA ORANG TUA KITA harus sungguh-sungguh mawas diri karena jangan-jangan kerena didikannya, maka kita menjadi manusia-manusia yang “haus darah”.

1.2.8. Masalah Korupsi
Salah satu penyakit bangsa Indonesia yang paling tua dan paling sukar diberantas adalah korupsi. Jangan-jangan penyakit ini sudah ada sejak zaman Majapahit, Sriwijaya, Mataram atau Mataram kuno. Masalahnya adalah korupsi ini bukannya semakin lama semakin menurun, tetapi malah mempunyai tendensi semakin menanjak frekuensi dan intensitasnya.
Mengapa ini bisa terjadi? Lagi-lagi... jangan-jangan, sejak dahulu, orang tua sudah menanamkan bahwa yang terpenting adalah uang. Yang segalanya adalah uang. Jadi, perolehan uang sebanyak mungkin untuk mengangkat derajat sosial kita, bagaimana pun caranya. Jadi, para orang tua kita atau kita sebagai orang tua salah mendidik dalam menyikapi uang.

1.2.9. Masalah Keterampilan Berbahasa
Bangsa Indonesia mempunyai kemampuan berbahasa yang sangat rendah. Kalau seorang anak Indonesia ditanya sesuatu ditanya yang mempunyai jawaban ya atau tidak, maka ia akan menjawab denagan ya atau tidak saja tanpa mampu memberikan alasan yang lebih jauh lagi.
Padahal, kalau mau jujur, kita mempunyai modal bahasa Indonesia yang juga merupakan salah satu bahasa terbaik di dunia. Mengapa demikian? Karena tata bahasanya sederhana, tidak banyak tingkatan-tingkatan untuk menunjukkan perbedaan usia, status sosial ekonomi, atau hubungan keluarga dan lain-lain.
Apa sebabnya bisa terjadi? Lagi-lagi... mungkin orang tua kurang memperhatikan masalah pemakaian bahasa ini pada anak atau bahkan mengabaikan sama sekali karena tersisih dengan berbagai persoalan pelik untuk menyiasati kehidupan.

1.2.10. Masalah Gemar Membaca dan Gemar Perpustakaan
Minat masyarakat atau siswa dalam keinginan untuk memanfaatkan perpustakaan masih sangat rendah. Keberadaan perpustakaan hanya dianggap sebagai vitamin tambahan, yang boleh ada dan boleh tidak. Karena itu, dengan peminat, anggota atau pengunjung yang sedikit, perpustakaan yang ada di Indonesia sulit untuk maju. Padahal, suatu bangsa dikatakan besar kalau mempunyai perpustakaan yang maju.
Sebetulnya, siapakah pihak yang harus merangsang seseorang senang membaca mulai dari masa kanak-kanak? Jelas. Jawabannya adalah orang tua. Mulai dari kecil dan buku-buku kecil yang tidak berat dan menyenangkan. Karena itu, kalau anak-anak kita sampai menjadi manusia dewasa yang malas membaca, pertama-tama yang salah adalah kita sebagai orang tua.

1.2.11. Masalah Kepedulian Lingkungan Hidup

Bangsa kita adalah bangsa yang kurang bisa menghargai dan menyayangi (apalagiu mencintai) lingkungan, terutama lingkungan tumbuh-tumbuhan yang ada. Salah siapa? Mungkin salah banyak pihak, tetapi yang jelas para orang tua berperan besar mendidik anak-anaknya untuk tidak mencintai lingkungan hidup. Lihat saja, berapa orang tua yang marah kalau anaknya menarik ranting pohon sampai patah, mencabut pohon muda atau merobek daun-daunnya? Terlihat juga bagaimana orang tua mendiamkan anaknya yang membuang sampah sembarangan dengan alasan, “Ah biarlah... dia kan masih kecil.”
Karena itu, pantaslah kalau sungai kita penuh dengan sampah dan zat-zat pencemar, taman-taman kota rusak tumbuhan dan tanamannya, udara kota dipenuhi asap pembakaran sampah yang ditumpuk berlebihan, jalan tol yang dipenuhi kertas bekas pembayaran, dan sebagainya. Pantas, karena sedari kecil, jangan-jangan kita semua memang tidak pernah dididik untuk mencintai lingkungan hidup.

1.3. Apakah Orang Tua Harus Sempurna dalam Mendidik Anaknya?

Kalau pertanyaan yang dilontarkan demikian, maka cukup sulit untuk menjawabnya. Apalagi kalau ukuran kesempurnaannya adalah Tuhan, repot. Namun, kalau ukuran kesempurnaannya adalah kesempurnaan manusia, maka jawabannya masih mungkin.
Atau mungkin ada pertanyaan lagi, “Apakah mungkin kita menjadi orang tua yang super, segala tahu tentang semua aspek kehidupan anak sehingga dapat mendidiknya dengan tepat? Padahal, dengan cepatnya zaman berubah, sering kali orang tua ketinggalan informasi untuk diberikan kepada anak.”
Sekali lagi buku ini tidak bermaksud untuk membuat orang tua menjadi super dan segala tahu, tetapi berusaha untuk merangsang mereka mau mengembangkan sikap mental ke arah yang lebih positif, berpikir sampai akar permasalahan dan mendidik anaknya dengan setepat mungkin, dengan memegang prinsip-prinsip universal yang sederhana. Dengan demikian, anak akan tumbuh dan berkembang secara optimal menurut hidup dan cita-citanya sendiri sehingga dapat dibanggakan.

Dua
Pengertian-Pengertian Dasar Tentang Sikap dan Mental Orang Tua dalam Mendidik Anak

2.1. Definisi Sikap Mental
Sikap Mental adalah:
“Konsepsi perilaku yang muncul dari jiwa seseorang sebagai reaksi atas dasar situasi yang mempengaruhinya.”
Sering kita beranggapan bahwa yang harus dijunjung tinggi kehormatannya adalah orang tua kita, atau orang-orang yang usianya jauh di atas kita. Padahal, yang harus dijaga kehormatannya adalah semua orang, baik yang usianya di atas atau di bawah usia kita, termasuk anak kandung! Kehormatan dan kewibawaan anak juga harus dijaga agar ia tidak merasa dipermalukan dan dilecehkan, dan malah bukannya menurut, tetapi meneruskan sikap perlawanannya.
Jadi sebuah masalah tampaknya sederhana. Namun, sebenarnya, tidak sesederhana yang kita kita bayangkan. Kita mesti berpikir dalam untuk mencari penyebab masalah itu, yang bisa terdiri dari berbagai macam variabel. Penyelesaiannya juga sungguh-sungguh berbeda.

2.2. Pengaruh Sikap Mental terhadap Kualitas Anak
Semua orang tua pasti mempunyai cita-cita agar anaknya menjadi orang yang lengkap dalam kehidupannya. Pintar, baik, disenangi orang banyak, terampil dan bahagia. Syukur-syukur dapat jabatan tinggi, bisa punya gaji tinggi atau bahkan menjadi orang kaya di kemudian hari.
Agar anak menjadi manusia yang lengkap kualitasnya, menjadi manusia yang dapat berguna kepada keluarga, bangsa dan negara, maka ada tiga elemen penting yang harus sama-sama diperhatikan dengan seimbang. Elemen tersebut adalah kualitas teknis atau keterampilan, kualitas fisik, dan kualitas sikap mentalnya. Jadi, sebisa mungkin anak bisa mempunyai keterampilan yang tinggi, pengetahuan yang baik, berwawasan luas, sehat jasmani dan rohani, serta sikap mentalnya baik.
Terbukti bahwa kualitas terpenting dan terutama dalam diri sang anak adalah sikap mental, bukan kualitas fisik dan tekniknya. Terbukti pula pepatah lama yang megatakan, “Karena nila setitik, rusak susu sebelanga.” Kalau anak kita menjadi pecandu narkoba, padahal sebetulnya dia anak yang tampan dan pandai, maka peribahasa itu dapat diubah menjadi: “Rusak kepandaian dan wajah nan elok karena setitik.”

2.3. Pengaruh Sikap Mental terhadap Budaya Keluarga
Apakah memang ada pengaruhnya? Jangan salah sangka. Sikap mental ialah sesuatu yang sangat sepele, bahkan sering diabaikan karena tampak terlalu sepele bisa berakibat dahsyat di keluarga.
Sikap mental anggota keluarga merupakan dasar dari pembentukan budaya keluarga. Sikap mental negatif yang dilakukan seseorang bisa menjadi budaya negatif keluarga jika sikap itu akhirnya diikuti dan dilakukan sebagian besar atau lebih celaka lagi lagi oleh seluruh anggota keluarganya. Begitu juga sikap mental positif seorang anggota keluarga dapat menjadi budaya positif keluarga, kalau sebagian besar anggota keluarga, atau syukur-syukur kalau seluruh anggota keluarga meneladani dan mengikutinya.


2.4. Pengaruh Sikap Mental terhadap Budaya Bangsa
Dengan pola yang persis sama dalam pembentukan budaya keluarga tadi, terbentuk pulalah budaya yang lebih luas lagi scope-nya, yaitu budaya bangsa. Kalau bangsa Indonesia dikenal sebgai budaya ramah tamah (walaupun sekarang mulai menjadi sikap langka dalam masyrakat), hal ini dikarenakan dalam masing-masing keluarga kita ada budaya ramah tamah. Tetapi kalau budaya bangsa Indonesi8a dikenal sebagai budaya malas membaca, maka sadar atau tidak sadar dari dalam keluarga kita telah terbangun budaya malas membaca.
Jadi, jangan main-main. Sikap yang dibiasakan sejak kecil dalam keluarga, ternyata bisa menjadi budaya bangsa. Apalagi kalau sikap yang ditanamkan dalam keluarga ternyata juga ditanamkan dan dilakukan oleh jutaan keluarga lain di seluruh negeri ini.
Dengan demikian, terbukti bahwa sikap mental merupakan awal terbentuknya budaya suatu bangsa, baik budaya yang positif atau budaya yang negatif!

2.5. Sekilas tentang Keunggulan Komparatif Bangsa Indonesia
Sekarang kita akan melihat bahwa sesungguhnya bangsa Indonesia adalah bangsa yang luar biasa. Mengapa? Karena keunggulan komparatifnya yang hebat. Sedikit penjelasan saja bahwa keunggulan komparatif adalah: Keunggulan yang tampak ketika kita diperbandingkan dengan pihak lain. Apa sajakah keunggulan komparatif kita itu? Akan dijelaskan sebagai berikut

2.5.1. Mengenai Ideologi Pancasila
Berbicara mengenai ideologi, kalau mau jujur, tidak ada ideologi terbaik seperti milik Indonesia, yaitu Pancasila. Inilah ideologi luhur yang hebat, mampu merangkul semua kepentingan, aspirasi dan berbagai lintas SARABBJSEK (Suku, Agama, Ras, antar golongan, Bahasa, Budaya, Jabatan, Sosial, Ekonomi dan Kelas).
Kalau kita menyetujui bahwa Pancasila memang hebat, maka gunakanlah ideologi ini sebagai dasar membangun bangsa besar yang hebat. Kalau mungkin tidak setuju terhadap pelaksanaan P4-nya, pelaksanaanya itu yang harus diubah, sehingga konsep yang diajarkan mengena dan membenahi pengajarnya, agar tingkah laku pengajarnya dapat diteladani. Namun, Pancasila-nya sendiri jangan diutak-utik, karena bagaikan masakan, komposisinya sudah terasa amat pas.

2.5.2. Heterogenitas Penduduk
Sebuah kekuatan dapat saja mempunyai dua aspek yang saling bertolak belakang, sebagai kekuatan sekaligus juga bisa sebgai kelemahan. Dalam hal ini, heterogenitas penduduk bisa merupakan kelemahan sekaligus kekuatan. Mengapa? Di stu sisi, kalau kita sebagai komponen masyarakat saling mengedepankan keberbedaan kita satu sama lain, maka yang ada pertentangan bodoh seperti yang kita alami sekarang ini. Tetapi kalau kita menghayati bahwa dengan perbedaan, kita sebagai suatu bagsa malah dapat saling berkomplemen, saling mengisi, saling menutupi kelemahan satu sama lainnya, maka hasilnya adalah sebuah bangsa super!
Namun, kini kalau mau jujur, siapa yang lebih “tunggal ika”, kita bangsa Indonesia atau bangsa Amerika? Rasanya, dengan sedih hati kita harus mengakui bahwa bangsa Amerika kini yang jauh lebih tunggal ika dibandingkan dengan bangsa Indonesia. Kita yang kini tercabik-cabik dengan kerusuhan SARA, saling mengusung kesamaan yang tidak pada tempatnya dan terancam disintegrasi. Padahal slogan itu adalah milik kita.

2.5.3. Geopolitik yang Strategis
Lokasi yang terletak di antara dua benua dan dua samudera, serta dilewati garis khatulistiwa, Indonesia memiliki posisi negara yang strategis. Posisi Indonesia sangat penting bagi pelayaran samudera internasional. Kalau ada apa-apa di negeri ini (instabilitas, kekacauan, perang, kerusuhan dan bajak laut), maka banyak kepentingan negara lain akan ikut terganggu.

2.5.4. Musim Tanam Sepanjang Tahun
Tanah Indonesia sangat subur. Karena itu, beberapa jenis tanaman bisa tumbuh kapan pun dan di mana pun, dalam musim apa pun seperti misalnya pisang, singkong, pepaya, kacang tanah dan sebagainya.

2.5.5. Bangsa Berbudi Luhur, Ramah Tamah dan Paling Taat Beragama
Paling tidak sebelum era tahun 1980-an (sebelum banyak kerusuhan terjadi), saya masih percaya bahwa bangsa kita memang benar-benar bangsa yang ramah tamah, berbudi luhur, karena senang membantu orang lain dan bergotong royong.
Paling taat beragama? Rasanya, masih begitu. Hari minggu, gereja penuh; kalau Jumat, mushola dan masjid tak muat lagi menampung umat. Kelenteng, Pura dan Vihara pun juga selalu dijejali umat pada saat ibadah.

2.5.6. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa yang Hebat
Bahasa Indonesia-lah yang menjadi prasarana sosial budaya paling utama untuk mendudkung pembentukan modern state ‘Indonesia’, selain sebagai prasarana kewilayahan geografisnya, dan satu-satunya alat pemersatu paling kuat di era konflik ini.
Apa bukti bahwa bahasa Indonesia hebat? Pertama, bahasa Indonesia mempunyai dialek yang indah dan mudah. Kedua, bahasa Indonesia adalah bahasa pelebur. Apa artinya? Orang Indonesia yang berbahasa Indonesia sangat mudah belajar mengucapkan bahasa asing yang dipelajarinya.

2.5.7. Kekayaan Alam
Ini adalah satu-satunya keunggulan komparatif yang paling ‘komparatif’ karena gampang diperbandingkan. Harusnya, rakyat Indonesia makmur sentosa karena alamnya begitu kaya. Bukan hanya alam yang berkaitan dengan dunia pertanian yang kaya, tetapi juga alam yang berkaitan dengan kekayaan bahan tambang dan mineral.
Namun, keunggulan komparatif bangsa Indonesia tidak serta merta membawa keunggulan kompetitif terhadap bangsa-bangsa lainnya di dunia. Benar, ketika Indonesia masuk dalam kompetisi atau persaingan dunia, maka baru terlihat kalau kita masih belum ada apa-apanya.

2.6. Kekurangan Bangsa Indonesia yang Terutama
Penyebab utama apa sebetulnya yang membuat bangsa kita menjadi seonggok sampah di mata internasional karena begitu banyaknya ketidakberesan yang terjadi? Penyebab itu adalah: kualitas sikap mental bangsa kita yang masih sangat rendah! Kita tidak kalah dalam sistem, otak atau gizi. Tetapi sekali lagi, kita kalah dalam kualitas sikap mentalnya.
Kenyataan yang mungkin tidak mengenakkan adalah: kalau sikap mental bangsa Indonesia begitu rendahnya, berarti para orang tuanya (yang notabene adalah para orang tua kita sendiri) tidak berhasil menanamkan konsep sikap mental positif pada anak-anaknya. Atau, sikap mental para orang tua sendiri masih negatif. Mengapa? Karena pendidikan yang pertama, terutama, dan utama terletak pada keluarga (melalui orang tuanya), baru kemudian pada akademi dan universitasnya. Akademi dan universitas tinggal menerima bahan matang dari pendidikan dasar dan menengah. Pendidikan dasar dan menengah tinggal menerima bibit matang dari pendidikan orang tua.
Tampak di sini, orang tua menjadi serba salah tindakannya, ya? Tetapi, untuk lebih jelasnya, kita bisa lihat skema stairs stepping thinking di bawah ini.
Bangsa yang maju sangat tergantung dari kualitas manusianya.
Kualitas manusia tinggi terutama ditentukan dari pendidikan kanak-kanak, dasar dan menengahnya
Pihak yang sangat menentukan dalam pendidikan kanak-kanak, dasar dan menengah adalah ORANG TUA (baru kemudian guru-gurunya, baik guru agama, guru sekolah, atau guru les tambahannya)
Maka sebetulnya, bangsa yang maju adalah bangsa yang mempunyai orang-orang tua yang berkualitas tinggi, terutama sikap mentalnya


2.7. Cara Mengembangkan Kualitas Sikap Mental yang Positif
Bagaimana orang tua dapat mengambangkan sikap mentalnya ke arah yang lebih positif? Ada berbagai cara. Bisa dengan berlatih, membaca buku, atau menimba pengalaman dari orang lain. Namun, ada sebuah cara yang sederhana yaitu dengan mengembangkan konsep KEBAHAGIAAN HIDUP.
Tentunya, pembaca sepakat kalau dikatakan bahwa tujuan hidup manusia di dunia dan akhirat adalah untuk mencapai kebahagiaan hidup! Hidup di dunia bahagia dan kalau bisa di khirat pun kita mengalami bahagia dengan masuk surga. Ketika membentuk keluarga di dunia ini, harapannya adalah keluarga kita menjadi keluarga yang sakinah, ideal, dan menghasilkan anak-anak yang baik dan dapat dibanggakan. Dengan demikian, kita menjadi bahagia.
Bagaimana cara kita meraih kebahagiaan di dunia yang fana ini? Ada sangat banyak caranya. Tetapi sekarang saya akan coba mengajukan sebuah knsep yang sekarang ini sudah jarang disentuh, ditengok, apalagi dilakukan, yaitu dengan:
MEMBAHAGIAKAN ORANG atau PIHAK LAIN.
Konsep sederhana ini berasal dari sebuah the earlier concept yang berasal dari hukum alam, yaitu: MEMBERI DULU BARU MENERIMA!
Akan tetapi, bisa terjadi pembaca bertanya, “Bagaimana kalau kita sudah membahagiakan orang lain, bukannya mendapatkan balasan yang sama, tetapi orang itu malah menyakiti kita? Benar sekali. Ini bisa terjadi. Tetapi, sebagai manusia yang berkarakter kuat, kita diharapkan terus melakukan sikap membahagiakan orang lain, tanpa terpengaruh sikap jelek dari orang yang kita bahagiakan tersebut.
Ini membantu dalam menjadikan karakter orang tua menjadi kuat, tidak terpengaruh hal negatif dalam mendidik anak, walaupun banyak hal negatif di lingkungan sekitarnya! Dengan demikian, proses mendidik anak dapat berjalan lebih tepat sesuai dengan harapan.

2.7.1. Tempat Bahagia di Dunia
Kita membicarakan tentang kebahagiaan di dunia. Kira-kira, definisi apa yang tepat untuk menggambarkan tentang ‘bahagia’? Bahagia berarti suatu rasa yang rasanya itu, kalau dirasa-rasakan sperti suatu rasa yang rasanyabelum pernah dirasakan. Nah! Sulit mencernanya? Tetapi, arti sederhananya adalah: tak terkatakan. Ya, bahagia adalah suatu rasa yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata.
Kalau begitu, sebaiknya bahagia di dunia dilakukan di mana? Ya benar. Sebaiknya kita dapat merasakan bahagia di dunia, di mana saja, dan kapan saja. Dan kebahagiaan yang sejati terutama bukan didapatkan dengan materi, tetapi di konsep di dalam pikiran. Sama seperti ucapan filsuf Democritus pada tahun 370-460 SM yang mengatakan, “Kebahagiaan tidak berdiam di kawanan ternak, atau emas, melainkan jiwalah yang menjadi tempat tinggalnya”.
Ada banyak tempat di dunia ini, tetapi agar lebih mudah dan terfokus, maka kita akan membahas tempat yang paling utama dan mulia sebagai wadah pembinaan anak-anak, yaitu KELUARGA.
Bagaimana cara membahagiakan istri atau suami di rumah dengan cara paling 4 M (Mudah, Murah, Meriah dan berMutu)? Kemungkinan jawabannya adalah:
· Dengan memberi perhatian
· Dengan memberi kasih sayang
· Hubungan intim suami istri
· Memberi senyum
Tetapi, masih ada jawaban lain yang lebih bermutu dalam membahagiakan suami istri yaitu dengan : mengajak omong-omong, atau berbincang-bincang. Komunikasi, dalam bahasa kerennya. Ini yang paling bermutu, murah, mudah dan meriah.
Begitu juga dalam membahagiakan anak, cara yang paling murah, meriah, mudah dan bermutu, yaitu dengan mengajaknya omong-omong atau berbincang-bincang. Oleh karena itu, mendidik anak yang paling brilian adalah juga dengan mengajaknya omong-omong, bukan dengan uang!
Apa yang seharusnya dibicarakan orang tua dengan anak-anaknya? Apa saja, mulai dari obrolan canda, sapaan sederhana, sampai omongan tentang konsep atau nilai-nilai bermutu dari kehidupan, sampai dengan yang paling penting untuk diberikan kepada anak, yaitu memberi pengertian.

Tiga
Sikap Mental yang Berkaitan dengan Anak
3.1. Membahagiakan Anak
Dua kata ini terdengar sepele. Membahagiakan anak. Tetapi rupanya tidak begitu mudah dilaksanakan. Persoalannya kemudian, bagaimana cara yang tepat dalam membahagiakan anak, selain dengan cara omong-omong seperti yang telah dijelaskan tadi? Caranya adalah dengan MENDIDIK BUKAN HANYA DENGAN KEKUASAAN, TETAPI JUGA DENGAN HATI.
Inilah konsep yang pas untuk mendidik anak. Kalau bisa, dilakukan seimbang, antara kekuasaan dan hati. Kalau orang tua mendidik hanya dengan mengandalkan kekuasaan semata, maka cenderung akan menjadi sosok orang tua yang otoriter. Namun, kalau kita hanya mendidik anak dengan hati semata. Kita sadar tidak sadar menjadi orang tua yang emosional dan tidak rasional.

3.2. Memberi Perhatian pada Anak
Masalah selanjutnya ialah bagaimana cara mendidik bukan hanya dengan kekuasaan, tetapi juga dengan hati? Supaya pas campurannya di antara dua elemen penting tadi. Caranya adalah dengan: MENCINTAI ANAK!
Sama seperti proses mencintai di antara dua orang dewasa, begitu juga yang dilakukan oleh orang tua jika mencintai anaknya. Bentuk pengejawantahan dari cinta orang tua kepada anaknya, orang tua harus dan wajib memberi PERHATIAN!
Namun sekarang, perhatian bagaimana yang harus diberikan kepada anak kandung oleh orang tua? Masalah anak kandung itu banyak sekali item-nya. Tetapi semua masalah itu dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian besar, yaitu:
· masalah kualitas,
· masalah kegembiraan,
· masalah kesejahteraan.
Namun, pembagian kategori tersebut hanya dimaksudkan untuk memudahkan pembahasannya satu per satu. Masalah-masalah tersebut tetap akan mengarah ke satu hal, yaitu pembentukan seorang anak menjadi manusia seutuhnya, lengkap lahir-batin, fisik, jiwa, Intelligent Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), Spiritual Quotient (SQ)-nya, serta dapat dibanggakan oleh banyak orang.


Empat
Meningkatkan Kualitas Anak
Ada banyak kualitas anak yang harus diperhatikan dan ditingkatkan. Kualitas-kualitas tersebut adalah:

4.1. Meningkatkan Kualitas Pengetahuan/ Keterampilan Anak
Inilah kualitas pertama yang harus diperhatikan dan ditingkatkan oleh orang tua. Kualitas ini juga yang paling mudah untuk dilihat hasilnya. Sejalan dengan zaman yang bergulir maju, maka pelajaran anak (terutama pelajaran formalnya di sekolah) akan makin sulit dan makin berkembang.
Memang cukup sulit bagi orang tua untuk selalu mengikuti semua pelajaran formal dan keterampilan anak yang terkini, terbaru dan selalu up to date. Oleh karena itu, paling tidak yang dapat dilakukan adalah memberikan pengertian-pengertian umum untuk mendukungnya.
1. Memberi informasi yang bermutu,
2. Memberi pendidikan formal yang baik,
3. Memberi kesempatan ikut pendidikan tambahan,
4. Merangsang anak senang belajar,
5. Jangan memaksakan jenis pendidikan tertentu kepada anak,
6. Jangan memaksa menjejali kepala anak dengan ilmu pengetahuan pada masa kanak-kanaknya, dan
7. Jangan memaksakan cara belajar tertentu pada anak.

4.2. Meningkatkan Kualitas Pekerjaan Anak
Apakah betul ada korelasi antara kerja di rumah dan kerja di perusahaan nantinya? Jelas ada. Kebiasaan kerja di rumah akan terlihat pada penampilan kerja (performance) di perusahaan. Anak yang terbiasa melakukan kerja di rumah, biasanya akan tampak lebih rajin, lebih kreatif, lebih punya inisiatif, lebih mandiri, dan lebih tangguh dalam menghadapi kesulitan!

4.3. Meningkatkan Kualitas Kejiwaan Anak
Langkah-langkah yang harus diperbuat orang tua dalam rangka membuat jiwa anak menjadi kuat adalah sebagai berikut:
1. Tidak memanjakan anak,
2. Tidak pilih kasih,
3. Mau menerima perbedaan pendapat dengan anak,
4. Tidak membanding-bandingkan anak dengan orang atau pihak lain,
5. Berhati-hati dalam berkata-kata dengan anak (Biasakanlah Berkata-kata Positif),
6. Memberikan hukuman yang mendidik jika anak melakukan kesalahan fatal, dan
7. Berikan pengertian yang mencukupi tentang stres pada anak


4.4. Meningkatkan Kualitas Fisik Anak
Kualitas fisik yang baik akan sangat membantu kiprah anak dalam kehidupan sehari-hari, proses belajar atau bekerja yang akan dijalaninya nanti.
Beberapa hal pokok yang berkenaan dengan kualitas fisik anak, yaitu:
1. Memberi ASI kepada anak sampai umur 2 tahun,
2. Membiasakan anak makan 4 sehat 5 sempurna,
3. Membiasakan anak olah raga secukupnya, sesuai kemampuan dan teratur,
4. Membiasakan anak istirahat cukup dan teratur,
5. Hindarkan kebiasaan merokok pada anak,
6. Menghindarkan anak dari alkohol atau minuman keras lainnya.
7. Tidak menyalahgunakan obat, vitamin, makanan dan minuman suplemen,
8. Ajarkan anak untuk menghindari narkoba, dan
9. Ajarkan anak untuk memahami masalah seksual secara dewasa dan bertanggung jawab.

4.5. Meningkatkan Kualitas Sikap Mental Anak
Main key atau key success factor seseorang untuk berhasil dalam hidup ini adalah karakter pribadi yang tangguh, yang dibentuk melalui sikap mental yang positif. Diharapkan, anak juga dapat mempunyai sikap mental positif pada beberapa hal pokok dalam kehidupannya, antara lain seperti tersebut di bawah ini.

4.5.1. Sikap Mental terhadap Keluarga
Inti dari membentuk sikap mental yang lebih positif adalah bagaimana membahagiakan orang atau pihak lain untuk mencapai kebahagian hidup. Kalau begitu, tekankan pada anak bahwa sikap mental yang paling tepat dalam kaitannya dengan keluarga adalah dengan: MEMBAHAGIAKAN KELUARGA.
Bagaimana cara seorang anak dalam membahagiakan keluarganya? Caranya antara lain adalah dengan:
1. Mempunyai Rasa Memiliki Keluarga
2. Ikut Menciptakan Suasana yang Menyenangkan
3. Menyimpan Rapat Rahasia Keluarga
4. Menjaga dan Meninggikan Nama Baik Keluarga
5. Hemat

4.5.2. Sikap Mental Anak terhadap Orang Tua
Sikap mental seorang anak yang paling pas terhadap orang tuanya adalah dengan PATUH, HORMAT, dan MENGERTI KESULITAN ORANG TUA. Sekaligus juga inilah langkah sederhana buat seorang anak untuk membahagiakan orang tuanya. Bagaimana dengan sikap atau perbuatan yang lain, sperti prestasi sekolah anak yang baik, perhatian, pujian dan kado ulang tahun untuk ayah atau ibu? Ya, semuanya ini juga membahagiakan. Akan tetapi, lebih elementer. Yang lebih hakiki adalah ketiga hal disebutkan tadi.

Patuh
Seandainya anak bertanya, “Mengapa saya mesti patuh kepada orang tua?”, apa yang mesti diterangkan? Terangkan bahwa seorang anak mesti patuh kepada orang tua karena orang tualah yang menjadi pemimpin (terutama ayah) dan pengikat keluarga. Dengan demikian, kalau anak tidak mau patuh kepada orang tuanya, maka arti terdalamnya atau arti filosofisnya adalah ia tidak mau menjadi anggota dari keluarganya lagi.

Hormat kepada Orang Tua
Konsep menghormati orang tua atau orang yang lebih tua bisa jadi tidak dimengerti dan diresapi dalam-dalam oleh anak-anak kita karena kita sendiri sebagai orang tua jarang memberi pengertian terdalam mengenai konsep ‘hormat’.
Bagaimana cara seorang anak menghormati orang tuanya? Sederhana sekali. Anak bisa menghormati orang tuanya dengan sikap-sikap seperti berikut.
1. Bersikap Sopan
2. Mengucapkan Salam
3. Menghargai Prinsip Orang Tua
4. Memberikan Ucapan Selamat pada Saat Orang Tua Berbahagia
5. Pamit Jika Bepergian

Mengerti Kesulitan Orang Tua
Pastilah orang tua mempunyai kesulitan-kesulitan manusiawi yang bisa berupa mood yang sedang tidak enak, prestasi yang gagal dicapai, atau kesempatan proyek yang lepas dari tangan, atau batuk tak sembuh-sembuh yang sangat mengganggu.
Dalam hal ini diperlukan pemberian pengertian dari salah satu pihak orang tua, untuk memberitahu pada anaknya bahwa mood atau situasi jiwa ayah atau ibu mereka sedang tidak baik. Sebab, umumnya anak – apalagi yang masih kecil atau remaja - belum matang emosionalnya untuk melihat kesulitan orang tuanya.

4.5.3. Sikap Mental Anak terhadap Pekerjaan
Sejak anak mulai bekerja, segeralah kita ajarkan konsep bekerja yang sejati itu. Bagaimana caranya? Caranya adalah dengan mengajak anak membahagiakan pekerjaan. Ini adalah pengertian filosofis. Secara harfiah, pekerjaan tidak mungkin merasakan bahagia. Namun, secara filosofis, bisa! Caranya adalah dengan bekerja secara total dan tuntas. Total artinya denga segenap jiwa raga, tuntas artinya selesai dengan sempurna.
Untuk lebih menancapkan konsep bekerja secara toatal dan tuntas dalam diri anak, perlu juga diajarkan beberapa sikap mental tambahan berikut ini.
1. Disiplin
2. Mandiri
3. Kreatif atau Inovatif
4. Berpikir Sejenak Sebelum Bertindak

4.5.4. Sikap Mental Anak terhadap Pelajaran
Tugas orang tualah dalam skala mikro ini untuk membuat anak-anak henat dalam belajar. Bagaimana caranya membahagiakan pelajaran? Orang tua harus mengajarkan untuk membahagiakan pelajaran di sekolah atau kampusnya dengan cara:
1. Belajar sebagai Sesuatu yang menyenangkan, Bukan Suatu Beban Berat
Belajar adalah bermain. Jelas sekali hubungannya. Kalau seorang anak pergi ke seklah untuk belajar, pastilah ia bertemu dan bermain-main dengan teman-temannya, terutama sebelum bel masuk berbunyi atau ketika istirahat.
Belajar adalah rekreasi. Kalau anak kita mengeluh bosan ke sekolah (kadang hal ini wajar terjadi) dan ingin membolos, berikan pengertian bahwa sebetulnya belajar (termasuk berangkat ke sekolah) itu rekreasi. Kita melihat pemandangan baru dan lain daripada pemandangan di rumah. Berkenalan dengan teman pindahan baru dan lain sebagainya.
Belajar adalah melakukan hobi. Kalau belajar dan pergi ke sekolah, bukankah kita dapat bertukar atau salaing pinjam barang yang menjadi hobi kita dengan teman-teman? Akan lebih menarik lagi jika hobi kita adalah meneliti atau belajar itu sendiri, maka pelajaran praktikum IPA akan sangat menyenangkan.

2. Memahami Inti Belajar
Harus ada taktik untuk memudahkan belajar yang dilakukan oleh anak-anak kita. Ini juga untuk membantu agar anak tidak mudah melupakan begitu saja pelajaran yang telah didapatkannya. Atau dengan kata lain, mencegah anak hanya belajar untuk lulus ujian, bukan untuk dimengerti. Secara umum, taktik atau pengertian yang dapat digunakan untuk membantu belajar adalah:
· menumbuhkan rasa ingin tahu terhadap hal baru,
· merenungkan pelajaran, dan
· menghayati atau memahami pelajaran

4.5.5. Sikap Mental Anak terhadap Teman atau Sesama
Orang tua harus mampu mendidik anaknya untuk menimbulkan sikap yang amau membahagiakan sesamanya; suatu sikap yang amkin disadari telah semakin menghilang dalam diri banyak insan Indonesia. Mengapa? Karena kita manusia, walaupun memiliki begitu banyak perbedaan satu sama lain, sungguh-sungguh telanjang di hadapan Tuhan dan hanya dilihat satu halk saja ketika kembali keharibaannya, yaitu laporan tentang amal dan perbuatannya ketika ia hidup di dunia.
Apa saja yang perlu ditekankan kepada anak mengenai sesama, dalam rangka membahagiakan mereka? Tidak banyak. Hanya ada beberapa hal mendasar yang perlu ditekankan, yaitu:
1. Memperlakukan Teman/ Sesama Seperti Kita Memperlakukan Diri Sendiri
2. Melihat Kelebihan Teman atau Sesama
3. Mau Bersahabat
4. Jangan Membenci Perbedaan di Antara Teman atau Sesama

4.5.6. Sikap Mental Anak terhadap Lingkungan
Sejak dari kecil orang tua wajib mendidik amak untuk peduli dan tidak cuek terhadap lingkungannya. Hal ini sering sepele dan luput dari perhatian orang tua. Dalam benak orang tua, yang lebih layak diberi porsi dalam pendidikan adalah urusan pendidikan adalah urusan pelajaran sekolah, sopan santun mungkin atau tata krama, kesehatan dan seks. Lingkungan termasuk salah satu faktor yang dilupakan. Padahal? Penting sekali!

4.5.7. Sikap Mental Anak terhadap Guru
Bagaimana menerangkan kepada anak cara untuk membahagiakan guru di sekolah? Caranya dengan PATUH dan HORMAT kepada mereka. Anak-nak harus patuh dan hormat kepada guru di sekolah karena:
· guru adalah wakil orang tua anak di sekolah, dan
· guru adalah perantara ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi untuk anak.

4.5.8. Sikap Mental Anak terhadap Sekolahnya
Bagaimana cara membahagiakan sekolah yang tepat? Sederhana saja, kita bisa mengajarkan anak untuk membahagiakan sekolahnya dengan memupnyai sikap-sikap antara lain, seperti:
· mau ikut menjaga dan merawat lingkungan sekolah, dan
· menjaga dan meninggikan nama baik sekolah.

4.5.9. Sikap Mental Anak terhadap Tuhan dan Agama
Orang tua bertugas menanamkan pengertian tentang sikap terhadap Tuhan dan agama dalam inner dimention anak. Karena itu, anak bukan hanya mampu beribadah dengan ritual dari agamanya, tetapi juga mengerti makna terdalam dari sikap beragamanya, sehingga sekaligus mampu mengejawantahkannya dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Hal-hal Yang dapat ditekankan orang tua pada anaknya dalam rangka ‘membahagiakan Tuhan’ adalah dengan:
1. Menjalankan Ibadat Sesuai Ajaran Agama atau Kepercayaan dengan Rasa Senang, Kesungguhan, dan Tanpa Keterpaksaan
2. Memahami Makna Terdalam dari Apa yang Dipelajari dari Kitab Suci
3. Mau Beramal pada Sesama yang Membutuhkan

4.5.10. Sikap Mental Anak terhadap Bangsa dan Negara
Menjadi kewajiban orang tua dalam mendidik putra-putrinya untk bersikap mental yang baik kepada bangsa dan negaranya, dengan membahagiakan bangsa dan negara, atau membahagiakan ibu pertiwi, Indonesia.
Apa yang dapat kita tekankan sebagai orang tua kepada anak dalam rangka melatih sikap membahagiakan bangsa negaranya? Ada banyak hal, diantaranya adalah:
1. Menghormati Bendera Merah Putih dan Serius dalam Mengikuti Upacara Kenegaraan
2. Senang Mempelajari Sejarah dan Budaya Bangsa
3. Mendahulukan Kepentingan Bangsa dan Negara di atas Kepentingan Pribadi

4.5.11. Sikap Mental Anak terhadap Uang
Sebagai orang tua, kita harus menanamkan pendidikan brilian kepada anak tentang hakikat uang. Mind set apa yang perlu diajarkan kepada anak kita tentang uang? Ada beberapa hal, yaitu:
1. Tidak Menganggap Uang Adalah Segalanya dalam Hidup Ini
2. Bersikap Jujur
3. Gemar Menabung dan Cerdas Finansial
4. Berhemat


Lima
Meningkatkan Kegembiraan Anak
Gembira mengakibatkan sistem tubuh bekerja dengan lebih hebat, kesehatan meningkat, dan ujung-ujungnya usia harapan dan kualitas hidup meningkat. Begitu pula untuk anak kita. Anak yang selalu dipenuhi kegembiraan, optimisme, kegairahan hidup dan sukacita, akan menjadi anak-anak yang sehat jiwa raganya, menjadi anak yang lebih mungkin meningkat terus-menerus kualitasnya, dan akhirnya akan sungguh-sungguh berguna untuk keluarga, bangsa dan negaranya.
Jika demikian, apa kiat untuk meningkatkan kegembiraan anak? Juga ada banyak cara, tapi ada beberapa yang penting yang akan dikemukakan di sini, yaitu:

5.1. Menyanjung Anak di depan Umum
Bangsa kita menjadi bangsa yang sulit memuji. Sadar tidak sadar, salah satu penyebabnya adalah para orang tua yang tidak pernah mendidik anaknya untuk memuji orang lain jika berprestasi. Padahal memuji memiliki keuntungan hebat yang membuat seseorang menjadi maju.
Sikap memuji kalau bisa dilakukan di depan umum atau di depan orang lain. Namun, perhatikan bahwa cara memuji di depan umum juga harus diperhatikan agar tidak berlebihan, terkesan minta orang lain juga ikut memuji anak kita, atau dibuat-buat. Kalau ini yang terjadi, maka anak cenderung menjadi besar kepala atau sombong! Memuji juga diberikan kepada semua anak kita pada kelebihannya masing-masing dan seberapa pun nakalnya mereka.

5.2. Menegur Anak Empat Mata
Bagaimana caranya untuk menegur anak? Apalagi tren zaman menunjukkan, semakin lama, anak berkembang menjadi sosok mahluk yang semakin kritis! Tegurlah anak secara empat mata, panggil berdua sehingga dia tidak akan merasa dipermalukan di depan umum. Bukan hanya itu. Masih ada lagi, yaitu:
· tegurlah jangan dengan marah-marah, tetapi boleh dengan tegas, dan
· berikan pengertian dan alasan yang logis, atau dengan solusi.

5.3. Berikan Kesempatan Memadai untuk Bermain
Masa-masa TK, SD, dan SMP merupakan masa anak untuk meraih kegembiraan dan kemerdekaan jiwa. Jadi, porsi mereka untuk bermain harus cukup banyak. Orang tua harus membiarkan anak bermain, bahkan mengarahkan bentuk-bentuk permainan yang dapat mendidik, bukan hanya sekadar menyenangkan jiwanya saja. Apa saja bisa dijadikan mainan atau permainan, dan tidak harus selalu mahal. Asal kreatif maka permainan-permainan sederhana dapat saja bersifat mendidik dan menyenangkan.
Namun, akan lebih baik jika anak bermain jenis permainan yang bersifat kebersamaan (bisa dilakukan bersama-sama dengan temannya), mendidik, berolah raga atau seni. Permainan kebersamaan akan melatih anak bersosialisasi dengan orang lain, permainan yang mendidik akan merangsang otak kiri (otak yang berfungsi untuk IQ)-nya bekerja. Dan permainan olah raga akan merangsang tubuhnya tumbuh dengan sehat.

5.4. Menjadi Pendengar yang Baik Bagi Anak
Untuk mau menjadi pendengar yang baik, orang harus menyediakan waktu, menyingkirkan atau menunda terlebih dahulu apa yang sedang dikerjakan dan harus ikut berpikir tentang masalah yang dikeluhkan.
Menjadi pendengar yang baik, apalagi untuk anak tercinta sungguh-sungguh mempunyai manfaat yang positif, yaitu:
1. Dapat atau Ikut Mengerti Perasaan Anak (Simpati)
2. Meringankan Beban Jiwa dan Persoalan Anak
3. Membantu Melihat Akar Permasalahan dari Persoalan Anak dan Kalau Bisa Membantu Memecahkannya (Empati)
4. Mengakrabkan Hubungan Orang Tua dengan Anak
5. Anak Tidak Mencari Sosok Lain yang Salah untuk Tempatnya Berkeluh Kesah

5.5. Memberi Perhatian yang Memadai Bila Anak Dirundung Malang dan Saat Historisnya
Membahagiakan anak yang paling utama, ternyata bukan melulu dengan uang. Yang terutama malah hanya dengan tindakan-tindakan yang sederhana tanpa perlu uang keluar. Salah satunya adalah dengan memberi perhatian yang memadai saat anak dirundung malang dan pada saat-saat historisnya.
Pada saat ini, ungkapan perhatian orang tua akan menjadi sikap simpati dan empati yang akan sangat membahagiakan anak. Kemalangan, kesedihan yang ada anak akan cepat segera berlalu, sedangkan kebahagiaan dan kegembiraan akan mengendap lama menjadi kenangan indah seumur hidupnya.
Sama seperti ketika orang tua berprestasi, dimana sebaiknya anak memberikan perhatian berupa ucapan selamat, maka begitu juga sebaliknya. Jika anak berprestasi, beri dia pujian dan selamat yang tulus. Itu akan sangat membahagiakan dan membekas dalam benaknya sepanjang hidup.

5.6. Ajak Anak Omong-omong atau Diskusi
Hanya kelihatan sebagai sebuah teori kuno, usang atau basi, yaitu mengajak omong-omong, diskusi atau komunikasi. Tetapi kenyataannya, masih banyak orang tua yang kurang mengajak anaknya untuk omong-omong. Memang, masalahnya, isinya itu yang masih kurang berbobot. Atau, frekuensinya yang amat jarang.
Kalau hanya sekedar omong-omong sekedarnya sih bisa... tetapi kalau harus bicara atau diskusi mengenai sesuatu yang berbobot, kita sebagai orang tua harus berisi dulu sebelumnya. Orang tua memang harus banyak belajar, banyak membaca, banyak mencari wawasan dalam mendidik anak, untuk membuat dirinya lebih berisi untuk mengajak diskusi kepada anak. Kalu tidak, diskusi tak berjalan dengan baik dan anak bisa menganggap orang tua sebagai tempat diskusi yang kurang berguna.
Masih jarang orang tua yan mengajak anaknya diskusi tentang hal yang berbobot atau tentang nilai-nilai kehidupan yang terus semakin berkembang. Paling-paling diskusi atau omongan singkat yang terjadi dari orang tua kepada anak seputar masalah uang jajan, keperluan sekolah, pulang dari mana seharian, sakit apa badannya, dan sebagainya.
Apa sebetulnya kegunaan mengajak anak-anak omong-omong dan diskusi dengan kita sebagai orang tuanya? Mengajak diskusi atau omong-omong kepada anak berguna untuk:
· membuat anak merasa dimanusiakan karena boleh mengutarakan pendapat pribadinya,
· anak tidak mencari sosok lain untuk yang salah (misalnya diskusi tentang pecandu narkoba) untuk dijadikan tempatnya bertukar pendapat, dan
· merupakan ajang yang baik untuk memberikan pengertian tentang good things and bad things.

5.7. Buat Acara Bersama Sekeluarga
Acara bersama ini dibuat untuk mengingatkan kita semua tentang KEBERSAMAAN, mengingatkan bahwa nantinya setelah meninggal kita semua hanya dinilai dari apa yang telah kita perbuat selama ini. Beberapa manfaat dari acara bersama yaitu:
· mengakrabkan hubungan di antara anggota keluarga, terutama orang tua dan anak,
· mengingatkan bahwa anak mempunyai keluarga, dan
· sebagai tempat anggota keluarga (terutama anak) ‘mengisi aki’-nya kembali setelah seharian beraktivitas.

Enam
Meningkatkan Kesejahteraan Anak
Anak Indonesia bisa sejahtera? Hal ini merupakan sebuah mimpi indah dan panjang serta berliku (the long and winding dream). Namun, memang harus diusahakan demikian. Sebab, jika sampai anak-anak kita, anak Indonesia tidak bisa sejahtera, maka tak akan sejahtera pulalah bangsa ini. Ini sebetulnya berlaku juga buat seluruh bangsa secara keseluruhan. Jika anak-anak suatu bangsa tak sejahtera, bagaimana sebuah negara mencapai, atau paling tidak, melanggengkan kesejahteraannya?
Mari kita berupaya keras membuat anak-anak kita sejahtera, tidak peduli seberapa baik kemampuan ekonomi kita dan seberapa tinggi pendidikan kita, karena menyejahterakan anak hanya membutuhkan beberapa pengertian sederhana dalam sikap mental. Sebisa-bisanya kita berusaha agar jangan sampai anak yang kita lahirkan ke dunia ini tidak sejahtera.
Yang perlu diingat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan anak adalah:
· kesejahteraan anak adalah tanggung jawab orang tua,
· kesejahteraan anak adalah target dan bukannya beban, dan
· jangan bebankan anak untuk menanggung kesejahteraan adik-adiknya dan memberi pensiun orang tuanya di kemudian hari.

6.1. Kesejahteraan Anak Adalah Tanggung Jawab Orang Tua
Menjadi orang tua zaman sekarang haruslah bisa menyiasati hidup dengan hemat, prihatin, pandai mengelola uang, cerdik dalam mencari uang tambahan keluarga, dan pandai melihat peluang untuk dijadikan penambahan gaji atau pendapatan melalui usaha sambilan. Dan semuanya itu dikejar pertama kali bukan untuk tujuan kaya, tetapi mencukupi kebutuhan primer dan sekunder anak atau dengan kata lain menjamin kesejahteraannya.
Jangan sekali-kali orang tua mengharuskan atau mewajibkan anak untuk membantu mencari nafkah bagi orang tuanya. Andai orang tua harus membuat usaha kecil-kecilan sebagai sampingan dan terpaksa harus dibantu oleh anak-anaknya untuk menggerakkannya? Itu boleh, halal dan sah-sah saja asal orang tua tidak memaksa anaknya untuk membantu dan tidak membuat mereka keteteran dalam kegiatan sekolah atau belajarnya. Juga tidak membuat fisiknya menjadi kedodoran atau kelelahan.
Bukan hanya itu, orang tua pun harus meminta tolong pada anaknya bukan dengan kalimat berupa perintah atau suruhan (apalagi paksaan), ketika orang tua ingin agar anaknya ikut bekerja membantu orang tuanya mencari nafkah. Sebab, bukan tanggung jawab seorang anak untuk membantu kesejahteraan keluarga, khususnya dalam hal ekonomi.

6.2. Kesejahteraan Anak Adalah Target, Bukan Beban
Walaupun biaya-biaya untuk anak bisa dirasakan sebagai beban yang berat dan harus dipenuhi setiap bulannya, tetapi pengertian terdalam yang harus ada dalam benak orang tua adalah: Bahwa kesejahteraan anak adalah suatu target dan bukan beban.
Dari perspektif yang positif, keinginan untuk memberikan kesejahteraan yang lebih pada anak dan masih proporsional dapat dijadikan daya giring oleh para orang tua untuk bekerja lebih keras dan cerdas dalam mencetak uang demi menyejahterakan anak.
Akan tetapi, tentunya upaya menyejahterakan anak ini harus sesuai dengan kemampuan yang ada dari orang tua. Orang tua yang bekerja di bea cukai mungkin sangat berbeda dengan orang tua yang pegawai negeri biasa dalam menyejahterakan anaknya. Tidak masalah, yang penting hakikat ini dipahami sehingga anak mendapat porsi kesejahteraan yang seharusnya didapat.

6.3. Jangan Bebankan Anak untuk Menanggung Kesejahteraan Adik-adiknya dan Memberi Pensiun Orang Tuanya di kemudian Hari
Orang tua mencari nafkah untuk menyejahterakan anaknya dengan tanpa pamrih. Pamrih bahwa anaknya di kemudian hari harus gantian untuk membantu orang tuanya. Pamrih bahwa anak harus menolong keuangan orang tua ketika sudah pensiun.
Jika kita sebagai orang tua, bersikap mendidik anak bukan hanya dengan kekuasaan, tetapi juga dengan hati, apakah orang tua telah menjadi sosok yang lemah? Yang tidak bisa tegas? Dengan mampu bersikap tegas dan keras dalam mendidik anak serta kekuasaan plus hati, orang tua juga tidak akan kehilangan kewibawaannya. Orang tua yang hanya mendidik menggunakan hatilah yang biasanya akan kehilangan kewibawaan, karena tidak mampu bersikap tegas keras dan selalu menuruti kehendak anak atau memanjakannya.


Tujuh
Upaya untuk Menjadikan Pengertian-pengertian Sikap Mental Menjadi Bagian dari Karakter Orang Tua
Zaman semakin bergerak maju, perubahan terjadi semakin cepat, kesulitan hidup membentang semakin luas dan tantangan mendidik anak pun menjadi semakin dalam. Belum lagi masalah pendidikan nasional yang tidak jelas dan semrawut sehingga membuat kita orang tua menjadi bingung.
Menjadi orang tua zaman sekarang mesti pandai. Harus belajar terus-menerus dan mempunyai sikap mental yang sangat positif. Masalahnya kemudian adalah: Bagaimana agar sikap-sikap mental positif yang telah dipelajari tadi bisa benar-benar menjadi bagian dari karakter, bukan hanya sekadar pengetahuan kecil dan mudah tertiup angin? Sederhana saja, jawabannya adalah orang tua harus akrab dengan konsep-konsep sikap mental tadi.
Sikap mental yang benar-benar merasuk dalam darah daging dan menjadi tabiat atau karakter kita sebagai orang tua, berarti akan lebih mudah dalam pelaksanaannya. Mudah, karena sikap tadi sudah terefleksi dalam tindakan spontan dan juga dilakukan karena kesadaran yang mendalam serta bukan karena keterpaksaan.
Akhirnya, orang tua akan lebih mudah menanamkan kesadaran kepada anak tentang sikap-sikap positif tadi. Mengapa demikian? Ingat saja efek teladan yang lebih efektif jika mengalir dari atas ke bawah (top to the bottom).
Yang menuntut orang tua melakukan tindakan-tindakan positif ini dalam mendidik anak adalah bukan orang lain, bukan guru sekolah, bukan presiden, bukan polisi atau pemimpin partai, bukan guru agama, tetapi diri Anda sendiri sebagai orang tua.
Untuk apa? Agar apa? Tidak lain tidak bukan adalah agar orang tua dapat meraih kebahagiaan hidup di dunia ini dengan mempunyai anak berkualitas tinggi, baik fisik, IPTEK, sikap mental/moralnya, yang hidup berbahagia, serta dapat membanggakan orang tua, keluarga, bangsa, dan negaranya, Indonesia.


Delapan
Membangun Komunitas Keluarga Sebagai ‘Bahtera’ yang Kokoh dan Tidak Mudah Karam
Orang tua akan lebih mudah menerapkan sikap mental positif dalam mendidik anak jika landasannya kuat dan kokoh. Apakah landasannya itu? Landasannya adalah keluarga yang kompak, kuat, kokoh, dan bahagia.
Jika bahtera yang bernama keluarga dan penting sebagai landasan ini mudah karam, maka upaya pendidikan karakter anak untuk menjadi kuat, melatih anak untuk mempunyai kualitas tinggi akan sangat terganggu. Terutama secara kejiwaannya. Sekali lagi, yang perlu ditekankan adalah: jika kapal atau bahtera yang bernama keluarga akan pecah dan karam, korban terakhir yang paling menderita bukan orang tua sebagai nahkodanya, tetapi anak-anaknya!
Ini dimaksudkan sebagai salah satu sumbangsih pemikiran bagi calon mempelai yang serius mau masuk gelanggang yang bernama perkawinan sehingga tidak mudah karam. Sebab, jika sudah karam, yang menjadi korban terberat adalah anak. Jika anak-anak banyak menjadi korban dalam bahtera keluarga yang rapuh, maka ujung-ujungnya, bangsa dan negara menjadi ikut menjadi mudah roboh.

Konstruksi dari Prestasi Akademis yang Tinggi Melalui Analisa Peristiwa Kritis

Mirka Koro-Ljungberg
University of Florida


Abstrak
Pada studi ini, peristiwa kritis dalam pengembangan karier profesor Akademi Finlandia menguraikan jalan peluru dari prestasi dan kesuksesan mereka sepanjang rentang hidup. Fokus wawancara yang terbuka, riwayat hidup, dan bidang yang menghasilkan prestasi yang tinggi, yang mana di artikel ini berhubungan dengan model sistem bakat, bagi konsep kesuksesan kecerdasan, dan, lebih secara luas, bagi pemahaman tonggak struktural tentang konstruksi pengetahuan. Tujuan artikel ini adalah untuk menguraikan tema utama sebagai hasil analisa yang deskriptif. Tema-tema itu termasuk mentor/pembimbing, tahun-tahun akademi di luar negeri, minat yang kuat di daerah, dan keberuntungan. Juga diuraikan tema transformatif, yang terdiri atas pembangunan situasi karier akademis dan pemantulan yang diletakkan di luar konstitusi tema yang deskriptif. Perpindahan penafsiran dari analisa deskriptif ke transformatif dan didukung dengan cerita dari "Penjaga Pintu," " Pemimpin Professional," dan "Idealis yang Dikecewakan". Cerita ilmuwan ini menggambarkan letak dan sifat perseorangan dari prestasi yang ilmiah, menghubungkan dan menghubungkan kembali isu dari waktu, tempat, dan kekuasaan dalam berbagai cara.

Minatku dalam belajar akademis yang tinggi dan prestasi ilmiah muncul ketika aku mulai lulus pendidikanku dan heran jika aku harus mempunyai karakteristik dan kemampuan untuk bersaing dalam permintaan kesuksesan dunia ilmiah. Aku ingin memastikan dalam dua cara tertentu bagaimana faktor atau peristiwa dalam hidup ilmuwan mungkin bersesuaian dengan prestasi akademis mereka seperti sarjana ternama di bidang pendidikan mereka. Pertama, aku bersiap-siap menemukan seperti apakah cerita hidup ilmuwan dan apa yang bisa aku pelajari dari itu ketika penetapan gelar kesarjanaanku sendiri. Kedua, aku ingin memahami dengan lebih baik bagaimana karunia dan kesuksesan dikembangkan sepanjang rentang hidup. Secara rinci, aku tertarik akan pelajaran tentang faktor dan memori hidup ilmuwan yang penuh arti ( Levinson, 1978; Svensson, 1997) dan apa mereka ingin berbagi tentang hidup mereka di dalam wawancara yang mendalam.



KEGUNAAN RISET

Studi ilmuwan Finlandia ini dapat membantu para guru, penasihat, dan pembuat keputusan lainnya dalam mengarahkan tujuan dari karunia pendidikan dan mendukung penghargaan tinggi setiap perkembangan individu. Potret dari Akademi profesor dapat bertindak sebagai contoh yang bermanfaat dari berbagai cara untuk membangun kesuksesan akademis dengan menggambarkan faktor dan peristiwa dikenal sama pentingnya bagi pengembangan bakat. Pendidik dapat menggunakan pengalaman ini, membiarkan banyak peluang untuk pertemuan yang kreatif di kelas dan pelatihan yang lebih kepada perencanaan individu dalam pendidikan, yang akan mempromosikan kesuksesan ilmiah. Tema umum dari peristiwa kritis yang dilibatkan dalam prestasi diantara ilmuwan Finlandia - mempunyai pembimbing, minat yang kuat di bidang itu, banyak prestasi akademis, periode kreatif, keberuntungan, dan tahun-tahun di luar negeri – dapat berpotensi membantu para guru, pendidik, dan orang penting lain untuk memandu menuju keberhasilan para siswa ke arah kesuksesan. Lagipula, kita perlu mengajarkan prestasi tinggi untuk lebih terpantul, meneliti pilihan mereka secara hati-hati, dan untuk belajar dari pengalaman mereka sebelumnya. Kita dapat juga mengamati dan belajar bagaimana individu membangun hidup mereka dan pandangan dunia seperti apa yang mereka punya. Informasi ini dapat membantu kita untuk menggunakan pelajaran dan peralatan pendidikan secara lebih produktif untuk mencocokan gaya belajar siswa yang lebih baik dan untuk menyajikan situasi hidup yang menawarkan peralatan yang mungkin dan pengalaman untuk sukses. Sama halnya kita tidak bisa menemukan satu cara untuk mengajar matematika, Bahasa Inggris, atau menggambar, sebagai contoh, kita tidak bisa mengharapkan untuk menemukan satu cara untuk mengajar atau memelihara keberhasilan kita, bakat, atau para siswa yang berbakat. Kita harus mempertimbangkan perbedaan individu, gaya belajar yang berbeda dan berbagai pandangan dunia. Kita perlu menghargai perbedaan itu dan mendorong para siswa untuk memiliki bakat yang berbeda.


Untuk menjawab pertanyaan riset itu, aku mewawancarai 26 ilmuwan Finlandia yang sukses dari berbagai disiplin ilmu yang merupakan anggota dari Akademi Finlandia ( Akademi). Mereka berkisar dalam umur dari 35 sampai 62 dan mencakup 5 wanita dan 21 pria. Akademi adalah organisasi riset yang paling terhormat dan dihargai di Finlandia dan memilih setiap tahun beberapa peneliti istimewa – professor senior dari Universitas Finlandia – untuk posisi riset lima tahun yang sepenuhnya dibiayai. Menurut petunjuk aplikasi yang diatur oleh Akademi, profesor dikenal sebagai peneliti berkompeten yang berperan untuk pengembangan bidang mereka dan muncul sebagai unggulan sampai tinjauan ulang proses internasional. Ilmuwan dari Akademi mempunyai kesuksesan karier yang panjang dan bertaraf internasional dalam ilmu pengetahuan, rata-rata 191 penerbitan yang bertukar-tukar dari 40 kepada lebih dari 700 per individu. Akademi profesor, yang dapat juga dipanggil "Pathmakers" ( Harrington& Boardman, 1997) atau "Beyonders" ( Torrance& Safter, 1999), sudah mencapai status akademis paling tinggi dalam ilmu pengetahuan di Finlandia dan memimpin kelompok riset mereka dan para pembimbing ilmuwan muda.

Pada awal proyek ini, aku telah berhadapan dengan dilema dalam melukiskan karunia dan bakat. Bidang dari karunia pendidikan telah membelah menjadi sedikitnya dua kubu yang berbeda: salah satu dari karunia dan salah satu dari bakat. Pemisah antara karunia dan bakat telah menyebabkan permasalahan untuk studi prestasi yang tinggi dalam tataran umum sebab peristiwa itu sendiri dan uraian tentang jenis prestasi sudah menjadi isu dari kekuasaan dan topik dari debat yang berlanjut. Dalam paper ini, aku sudah memilih untuk menggunakan semakin sedikit istilah yang dapat dibantah para penerima tinggi untuk mengacu pada kedua kubu yaitu karunia dan bakat ilmuwan selagi menyadari kebingungan bahwa pilihan ini dapat menciptakan diantara peneliti yang mewakili kubu tradisional dari satu kelompok atau yang lain.

Tujuan artikel ini bukanlah untuk mengaku cukup dekat (St. Pierre, 2000b) atau mencari-cari penyamarataan tetapi menunjukkan bagaimana maksud/arti dapat diciptakan melalui perbedaan (St. Pierre, 2000a) dan bagaimana situasi, bagian-bagian kenyataan (Richardson, 1990) mewarnai hidup para ilmuwan itu. Tujuanku bukanlah untuk menambah bidang percakapan dari pengertian ulang peristiwa karunia dan/atau orang-orang berbakat. Sebagai gantinya, aku menggunakan dan menghormati identifikasi dan terminologi peneliti lain dan meninggalkan nama tugas kepada lulusan yang sudah aku kutip di artikel ini.

Artikel ini terorganisir ke dalam empat bagian. Di bagian pertama, aku memperkenalkan konsep dan riset sebelumnya atas prestasi, kreativitas, dan kesuksesan ilmiah untuk meletakkan data risetku sendiri dalam hubungan dengan bidang dari riset karunia dan bakat. Berikutnya, aku menguraikan metoda peristiwa kritis dan bagaimana cerita yang diberitahu oleh ilmuwan dibangun berdasarkan pada peristiwa kritis. Bagian ketiga, bagian tengah dari artikel ini, berkonsentrasi pada tiga cerita individu yang berbeda untuk menyediakan contoh dari berbagai jalan untuk berhasil dan untuk memperkenalkan yang utama, tema deskriptif dari cerita: penasihat, tahun akademi di luar negeri, minat kuat di bidang itu, dan keberuntungan. Akhirnya, aku bergerak di luar penceritaan dan merumuskan kembali struktur untuk menggambarkan tema transformatif di belakang cerita mereka dan menjawab pertanyaan, " Apa kepalsuan di belakang uraian tentang peristiwa kritis?"


Meletakkan Diri kita dalam Uraian yang Ada

Faktor Yang mempengaruhi Pengembangan Karunia dan Bakat.

Banyak studi tentang karunia dan bakat (Bloom, 1985; Csikszentmihalyi, Rathunde,& Whalen, 1993; Filippelli& Walberg, 1997; Nobel, Subotnik,& Arnold, 1999; Piirto, 1998; Vantassel-Baska, 1989) sudah mencari unsur-unsur umum dari peristiwa karunia dengan menekankan faktor di luar orang tersebut (keluarga, sekolah, daerah, bidang, masyarakat), dilihat dari sifat perorangan (minat yang kuat, ketekunan, motivasi, konsep diri yang positif, pengambilan resiko, IQ), atau dengan menggunakan pendekatan kedua-duanya. Baru-Baru ini, Nobel, Subotnik, dan Arnold sudah menambahkan uraian dengan menyatakan karunia kedewasaan dan masa kanak-kanak itu harus terpisah satu sama lain: " Karunia pada anak-anak dihubungkan ke potensi, pada orang dewasa ke arah pencapaian"(p. 146). Lohman ( 1999) meringkas faktor berikut yang berhubungan dengan bakat akademis: pengalaman, penasihat, motivasi, dan kemauan.

Juga, penekanan lebih telah diabdikan bagi faktor budaya tentang pengembangan bakat. Sebagai contoh, Csikszentmihalyi, Rathunde, dan Whalen ( 1993) yang diusulkan sebuah model dari konsep pusat, bahkan barangkali persyaratan, untuk pengembangan bakat yang sukses. Mereka mengenali layaknya faktor penting dari proses alami pengembangan bakat, dampak dari kebudayaan, keterbukaan ke pengalaman, kepekaan, kesediaan bekerja untuk sebuah kesuksesan, keluarga dan dukungan guru, model peran, dan kebutuhan akan pengalaman yang optimal. Di model ini, bakat muncul dari interaksi antar kepribadian, nilai-nilai kebudayaan, dan bidang sosial. Peneliti juga mempertanyakan suatu pertanyaan baru atau yang luar biasa di bidang tersebut: Apakah orang berbakat mampu mengendalikan berbagai kemampuan dan karakteristik mereka dalam berbagai situasi dengan cara yang berbeda (sebagai contoh, kadang-kadang menjadi malas dan lain waktu bekerja keras, atau kadang-kadang menjadi sangat teliti dan lain waktu menjadi teledor [ Csikszentmihalyi, 1996])?

Peran dari keluarga memainkan suatu peran penting dalam pengembangan bakat. Menurut Bloom (1985), pengembangan bakat membutuhkan dukungan lingkungan spesifik, para guru yang sangat terampil, dukungan motivasional, dan guru privat yang baik. Peneliti yang lain (contoh, Leroux, 1998; Nobel, Subotnik,& Arnold, 1999; Renzulli, 1978; Van Tassel-Baska, 1989) juga telah menemukan korelasi yang kuat antara pengembangan bakat dan suatu kebutuhan yang kuat untuk komitmen, usaha, dan prestasi yang tinggi.

Riset ini tidak mengkonfirmasikan buah pikiran dari awal keterlibatan dalam karier seseorang. Banyak dari pesertaku tidak mengejar suatu area bakat yang spesifik selama masa kanak-kanak, sebagai contoh. Wanita-Wanita istimewa dalam studi Filippeli dan Walberg (1997) mempunyai minat masa kanak-kanak yang ditingkatkan ke dalam pengejaran akademis, tetapi kecurigaan mahabesar dan minat yang luas dalam banyak topik hadir di banyak cerita hidup ilmuwan Finlandia. Juga, Raehalme ( 1996) dalam studi siswa wanita doktoral Finlandia menandai berbagai profesional dan minat pribadi, seperti halnya gambaran diri positif yang mencerminkan sikap positif ke arah hidup secara umum. Wanita-Wanita dirasakan sukses jika mereka bisa menjadi kreatif dalam pekerjaan mereka, yang mendukung arti dari kreativitas di dalam hidup ilmuwan pada tingkatan yang lebih umum ( lihat Renzufli'S [ 1978] teori karunia).

Apakah Prestasi Tinggi Berhubungan dengan Kreativitas?

Dengan mengabaikan waktu dan kesanggupan untuk daerah, memelihara minat sepanjang tahun adalah suatu tantangan untuk profesor dari Akademi Finlandia. Karena banyak profesor, proses kreatif merangsang pemikiran dan membantu dalam memelihara suatu minat yang diperpanjang dalam beberapa proyek. Gruber (1982) mendalilkan bahwa peneliti tidak bisa memperhatikan karunia atau prestasi tanpa juga memperhatikan proses kreatif orang dewasa. Di studi ini, kreativitas dan karunia mendukung satu sama lain, tetapi kreativitas mungkin adalah suatu keperluan untuk prestasi yang tinggi. Sebagai contoh, sebagian dari pesertaku yang tercatat dalam wawancara bahwa salah satu komponen utama tentang sukses adalah menemukan area dan pertanyaan yang benar untuk belajar. Gardner dan Wolf (1994) memasukkan kemampuan untuk memecahkan permasalahan dalam definisi kreatifitas, tetapi mereka mengenali kreativitas itu dipengaruhi oleh daerah dan bidang di dalam suatu konteks sosial: "Individu yang kreatif adalah orang yang dapat secara teratur memecahkan permasalahan atau produk pertunjukan di daerah dengan cara yang pada awalnya asli tetapi bahwa pada akhirnya diterima di satu atau lebih pengaturan budaya" ( p. 52).

Menurut Hunsaker dan Callahan (1995), kreativitas dapat juga dilihat sebagai bagian dari karunia. Di studi ini, peran dari kreativitas menjadi jelas pada keinginan dari profesor untuk menciptakan daerah mereka sendiri, departemen, dan bentuk roman dari riset. Pada waktu yang sama, mereka juga pergi "di luar daerah yang asli dan menghubungkan daerah yang berbeda satu sama lain" (Csikszentmihalyi, 1999, p. 16). Innamorato (1998) membedakan konsep dari kreativitas lebih lanjut. Ia membicarakan tentang kreativitas yang ilmiah, di mana kemampuan ilmiah dan artistik diperlukan untuk pengertian mendalam untuk terjadi. "Karunia ilmiah memuncak di alat penghubung antara seni dan ilmu pengetahuan – dimana intuisi dan imajinasi menghubungkan unsur-unsur yang holistic" ( p. 57).

Apa yang Diperlukan untuk Menjadi Sukses di dalam Ilmu Pengetahuan?

Sukses di studi saat ini bisa digambarkan sebagai suatu skala seimbang ketika profesor puas dengan masukan produksi atau usaha dan keluaran atau hasil mereka. Dalam riset sebelumnya, sukses telah dihubungkan dengan produktivitas, karunia, kecerdasan, atau peristiwa hidup dari karier seseorang (Hayrynen, 1992). Simonton (1994) menekankan pentingnya mempelajari bagaimana karunia masa kanak-kanak dihubungkan dengan prestasi masa dewasa (lihat juga Nobel, Subotnik,& Arnold, 1999). Apakah mungkin untuk menjadi orang dewasa yang sukses tanpa tanda-tanda karunia di awal hidup? Simonton (1994) mengusulkan mempelajari kedua-duanya " awal dan terlambat berkembang" untuk menemukan jika mereka mempunyai alur pengembangan berbeda, di mana inventori dari peristiwa pengembangan rumit bisa jadi bermanfaat dalam mengusut keadaan eksternal yang mempengaruhi pengembangan bakat dari kelahiran sampai kematian. Dalam studi yang lain, Simonton (1985) menguji hubungan antara kreativitas dan produktivitas. Kreativitas, yang pada umumnya mengarah ke produktivitas, ia membantah, mungkin mencapai puncak cepat atau lambat dalam karier seseorang, atau mungkin tidak mencapai puncak sama sekali.

Bloom (1985) mendalilkan bahwa, agar menjadi sukses, seseorang harus lebih dulu mempunyai suatu minat yang kuat dalam area yang spesifik, suatu komitmen emosional, suatu kesediaan untuk mengembangkan kemampuannya, dan suatu kesediaan untuk menginvestasikan waktu dan usaha. Dengan cara yang sama, Piirto ( 1998) menemukan kebutuhan untuk prestasi yang tinggi dalam studinya dari para penulis wanita yang sukses. Sebagai tambahan, studi Filippeli dan Walberg (1997) mendukung kebutuhan untuk kerja keras, kehendak yang kuat, dan ciri kombinasi dan faktor lingkungan yang bisa mendorong kearah kesuksesan.

Sternberg ( 1996) telah memperkenalkan istilah kesuksesan kecerdasan sebagai " macam kecerdasan yang digunakan untuk mencapai tujuan penting" ( p. 12). Secara sukses, orang-orang cerdas menggunakan kelemahan dan kekuatan mereka dalam cara konstruktif. Mereka mengetahui apa yang mereka dapat lakukan dan ketika dan di mana mereka mungkin memerlukan bantuan. Sternberg menggambarkankesuksesan, orang-orang yang cerdas dengan cara berikut:
· Mereka mempunyai alur mereka sendiri dan mengejar alur itu bahkan ketika rintangan muncul.
· Mereka mempunyai " sikap ‘dapat melakukan’."
· Mereka belajar dari kegagalan dan kesuksesan orang lain.
· Mereka mempunyai penasihat.
· Mereka memodifikasi dan membentuk lingkungan mereka dan mencari situasi yang sukses.
· Mereka melihat " kemampuan intelektual sebagai sesuatu yang fleksibel dan dinamis."

Ketika menghubungkan tinjauan ulang literatur yang sebelumnya kepada orientasi filosofis tentang tonggak struktural, temuan riset sebelumnya dan cerita pengembangan bakat adalah benar semua atau benar secara parsial ketika secara serempak semua fiksi ( Denzin, 1989). Seperti tidak ada teori tunggal untuk menutupi alur kesuksesan dari semua karunia individu atau untuk menjelaskan peristiwa dari prestasi tinggi dalam ilmu pengetahuan, "tidak ada cerita hidup tunggal atau autobiografi sendiri yang menyerap atau meliputi semua kehidupan untuk seseorang. Hanya ada berbagai cerita yang dapat diberitahu" ( Denzin, p. 72). Seperti itu, penafsiran berkembang biak, mempersulit pemahaman kita tentang dunia yang mana " tidak ada penafsiran dapat mengaku sebagai suatu akhir"(Sarup, 1993, p. 52).

Metodologi diskusi

Metode Peristiwa Kritis


Studi ini memusatkan studi kasus riwayat hidup profesor Akademi; unit dari analisa adalah cerita hidup individu. Metoda studi kasus seperti itu menguji bagaimana tema hidup digunakan untuk menekankan hubungan dan pengaruh yang penting (Atkinson, 1998). Suatu metoda peristiwa kritis, oleh karena itu, adalah kemampuan "memproduksi suatu tanggung jawab yang putus-putus dan berkelanjutan tentang fragmen dari masa lampau" (Tripp, 1994, p.65). Di studi ini, peristiwa kritis digunakan untuk rekontruksi dan untuk menceritakan kembali hidup profesor Akademi dengan pembangunan lagi tema di sekitar peristiwa kritis itu. St. Pierre (2000a) menggambarkan rekonstruksi sebagai proses membangun kembali: "itu bukanlah tentang menunjukkan suatu kesalahan tetapi tentang memperhatikan bagaimana suatu struktur telah dibangun, apa yang memegang itu bersama-sama, dan bagaimana itu dihasilkan. Itu tidaklah suatu yang bersifat merusak, hal negatif, atau praktek yang nihil, tetapi suatu yang menyatakan" (p. 482). Penggunaan suatu rekonstruksi mendekati kepada peristiwa kritis ilmuwan seperti bersama dalam wawancara, aku menekuni dan menganalisa "peristiwa yang [adalah] kritis, berpengaruh, atau bersifat menentukan" (Miles & Huberman, 1994, p. 115) bagi prestasi ilmiah para ilmuwan.

Peristiwa kritis yang bertindak sebagai alat ‘pembuat arti’ untuk beberapa profesor, yang secara alami membangun cerita di sekitar peristiwa kritis dalam hidup mereka. Richardson (1995) menunjukkan bagaimana peristiwa kritis mendasari arti narasi, dan Denzin (1989) menguji bagaimana hidup dibangun melalui apa, dan yang dipalingkan oleh, peristiwa kritis. Maksud konstruksi atau uraian tentang perubahan bentuk dari satu peristiwa hidup ke yang lain adalah tujuan utama dari menggunakan metoda peristiwa kritis sebagai metoda analisa.

Sepanjang wawancara individu, aku tidak dengan tegas menanyakan sekitar peristiwa kritis dari karier peserta sebagai ilmuwan. Itu hanya kemudiannya selama analisa data deskriptif bahwa peristiwa kritis menjadi penting untuk memahami prestasi tinggi. Aku menggunakan peristiwa kritis untuk mengurangi jumlah data riwayat hidup hanya untuk peristiwa yang mempunyai pengaruh yang paling kuat dalam prestasi tinggi para profesor. Peristiwa kritis yang dipilih telah dipertimbangkan sebagai pusat dan poin kunci (Coffey& Atkinson, 1996) jika peserta menyebutkannya seperti mempunyai pengaruh atas prestasi mereka atau jika mereka telah menyebutkan dalam daftar riwayat hidup mereka sebagai bagian dari pengembangan profesional mereka. Daftar riwayat hidup juga membantu aku untuk mengorganisir peristiwa yang hanya secara parsial diperkenalkan pada wawancara dan untuk mengisi kesenjangan di dalam cerita hidup mereka. Kemudian, aku melengkapi cek anggota dengan menanyakan peserta untuk memberi umpan balik dan untuk mengoreksi manapun fakta yang tidak akurat berhubungan dengan tempat dan jam peristiwa kritis.

Kemudian dalam proses analisis data, aku menantang tema deskriptif utama dan menemukan. Jumlah yang sangat besar dari data perseorangan dan terbagi-bagi menciptakan suatu dilema yang berkelanjutan, menuntut dan meminta berteori di luar tema yang tradisional. Ketika aku menelusur ke belakang bagaimana tema deskriptif telah diproduksi, aku mengenali tema transformatif, yang membantu aku untuk menyambung kembali kepada kehidupan professor yang berbeda-beda.

Konstruksi Cerita Para ilmuwan

Di artikel ini, aku menggunakan cerita hidup dari "penjaga pintu," " Pemimpin yang profesional," dan " Idealis yang dikecewakan" untuk menerangkan dengan contoh berbeda, hampir berlawanan, mendekati ke arah hasil kesuksesan ilmiah. Sebab analisa dari studi ini tidak mengarahkan untuk menyediakan penyamarataan di luar cerita yang dilukiskan, tetapi berkonsentrasi dalam perbedaan, menekankan situasi pengetahuan dan untuk menggambarkan berbagai jalan untuk mencapai sukses, aku memilih tiga profesor ini untuk menerangkan variasi pengalaman dan strategi kesuksesan. Penjaga pintu, nama karakter yang telah diciptakan sepanjang proses analisis data, adalah suatu contoh dari peneliti klasik yang berkembang melalui bimbingan dan penasihat untuk menjadi penjaga pintu dengan sendirinya. Pemimpin profesional telah dipilih untuk menekankan pendekatan kerjasama untuk sukses, yang umum di antara banyak profesor. Dan sebaliknya, Idealis kecewa yang menggambarkan rintangan yang mungkin dalam karier seseorang dan bagaimana cara mengalahkannya. Untuk aku, itu penting untuk memberikan pembaca dengan berbagai latar belakang, mendukung sistem, strategi bertahan, dan pendekatan individu sebab, melalui studi ini, aku mempelajari bahwa ada berbagai jalan untuk berhasil. Aku juga menyadari bahwa lebih banyak "membaca untuk perbedaan," sebagai lawan "membaca untuk persamaan" (Lather, 2000b), yang perlu diselesaikan.

Oleh karena ruang yang terbatas, cerita penjaga pintu telah diperkenalkan secara lebih detil, sedangkan cerita Pemimpin yang Profesional dan Idealis yang Dikecewakan telah diuraikan masing-masing lebih sedikit. Tujuan bukanlah untuk menyajikan riwayat hidup mereka, tetapi menggunakan cerita untuk mendukung penafsiranku tentang berbagai faktor penentu yang sudah mempengaruhi prestasi mereka.

Masing-Masing cerita profesor dibangun atas tiga tingkatan. Pertama, aku memperkenalkan cerita di mana semua peristiwa kritis dihubungkan dengan prestasi akademis yang telah dikumpulkan dari wawancara profesor. Ini diperkenalkan dalam format tabel dengan kutipan wawancara nyata. Dari cerita itu, aku sudah membangun tema deskriptif, yang aku atur di "Cerita Para Peneliti," di mana aku sudah menganggap disebabkan oleh arti dan menciptakan penafsiran dari peristiwa ilmuwan menggunakan penjelasan dan kata-kata mereka. Bagian ini dari analisa disebut Cerita Para Peneliti sebab diri dari peneliti selalu hadir di penulisan kami (Richardson, 1994), bahkan ketika kita menulis tentang hidup orang lain. Terakhir, aku menyajikan pandanganku dari bagaimana individu sudah membangun hidup mereka, dan aku menyediakan contoh bagaimana mereka menggunakan cerminan untuk meneliti hidup mereka, aneka pilihan, dan kemunduran berhubungan dengan kesuksesan dan karunia mereka.

Aku mengacu pada periode waktu (tahun) dari peristiwa kritis sedemikian sehingga pembaca dapat meletakkan profesor ini di dalam konteks lebih besar untuk memahami dengan lebih baik urutan dari peristiwa dan efek dari kebudayaan tertentu. Dengan demikian, aku menyadari bahwa, antar profesor Akademi, sebagian dari peserta boleh jadi dikenali oleh karena personalisasi dari peristiwa dan melainkan hubungan erat yang profesor punyai satu sama lain ketika pertemuan secara teratur dan mendiskusikan masing-masing pekerjaan yang lain. Oleh karena itu, aku sudah menggunakan nama samaran dan menghapus semua informasi identifikasi. Juga, semua acuan ke tempat seperti universitas telah dihapuskan.




Penjaga Pintu

Cerita Peneliti tentang Penjaga Pintu


Permulaan dari prestasi akademis. Jukka mulai membaca pada umur 4 tahun dan mulai kelas pertama pada umur 5. Awal yang dini mungkin telah menjadi kelebihan dalam kariernya kelak ketika ia memenuhi banyak prestasi akademis lebih segera dari panutannya. Sebagai remaja, ia menghadapi beberapa permasalahan di sekolah yang mungkin telah memotivasi. Ia menerangkan bahwa permasalahan itu mungkin telah dihubungkan dengan awal dininya dan "menjadi yang termuda." Ia menamakan waktu itu sebagai periode ketika "karunia menghilang sebentar." Jukka menguraikan rumahnya sebagai pendukung, suatu rata-rata keluarga kerja tanpa derajat tingkat akademis di mana " daya penggerak bukanlah suatu tradisi akademis panjang di rumah, tetapi total kekurangan itu."

Jukka menekankan arti dari kegemaran kepada pengembangan kariernya. Sebagai contoh, ia selalu tertarik akan ilmu pengetahuan, dan ia menemukan anak-anak lain dengan siapa ia berbagi minat ini. Ia mempelajari banyak prinsip dari daerah hanya dengan melakukan eksperimen dan permainan di garasi dan dengan alamiah. Bahasa asing dipelajari di sekolah, yang bukanlah sangat umum diantara para rekan kerja profesionalnya, yang bermanfaat untuk memelihara hubungan internasional. Juga, menjadi anggota dari suatu klub radio amatir mengajarkannya Bahasa Inggris dan banyak prinsip dari perlengkapan elektrik. Semua ketrampilan yang diperoleh melalui kegemaran dapat bermanfaat dalam kariernya dan dilampirkan "hal paling utama yang ia pelajari di sekolah": penulisan esei formal.

Perikatan di daerah itu. Jukka tidaklah dididik di universitas paling terhormat di Finlandia, tetapi ia ingat para gurunya mempunya cara pengajaran yang baik dan ketrampilan penasihat. Selama program doktoralnya, ia bekerja keras dalam waktu yang panjang. Ia mencerminkan bagaimana ia bisa "menyelesaikan disertasi dengan cepat karena pengalaman sebelumnya dengan Bahasa Inggris dan elektronika." Jukka sangat dilibatkan dalam pengukuran dan eksperimen ilmiah di laboratorium, dan ia menyadari bahwa, dengan kerja siang malam 24 jam, ia akan menerima pendidikan dan pelatihan yang lebih baik: "Aku melatih diriku untuk menjadi profesional yang cukup baik." Setelah disertasi, ia merasa mempunyai cukup pengetahuan dan ketrampilan untuk mengejar lebih banyak minatnya dan untuk menetapkan garis risetnya sendiri.

Kebutuhan untuk pengalaman internasional. Tahun-tahun di luar negeri membantu dia memperoleh suatu perspektif internasional dan berbagai pengalaman. Dalam profesinya, Jukka merasa terasing dari masyarakat ilmiah internasional oleh karena ukuran dan lokasi fisik Finlandia. Itu berguna untuk menjadi terbiasa dengan riset internasional yang dilakukan di dalam bidangnya, belajar berbagai teknik riset dari laboratorium asing, dan jaringan dengan para rekan kerja yang lain. "Amerika lebih dinamis, dan Eropa telah lebih berkesinambungan, maka penting untuk mengalami kedua-duanya." Sepanjang waktu yang dihabiskan di Inggris, Jukka telah dilibatkan dalam pengembangan suatu daerah baru, dan ia menetapkan persiapan gagasannya atas bagaimana cara menghubungkan dua daerah berbeda dalam cara yang baru. Setelah pulang ke rumah, ia melanjutkan mendidik dirinya sendiri dan menjaga hubungan dengan para rekan kerja barunya. "Seseorang harus mempunyai periskop yang terbuka lebar-lebar dalam rangka menemukan bahwa banyak kontak dapat bermanfaat dan diperlukan kemudian."

Tabel 1
Peristiwa Kritis dari Penjaga Pintu

Tahun
Peristiwa Kritis
Mengutip dari wawancara
1941
Kelahiran

1945
Mulai Membaca
" Aku telah mempertimbangkan karunia ketika aku, pada umur 4, mulai membaca. Aku membaca semua buku yang kami punya di rumah.... Aku berpikir karunia ilmiah ku telah didasarkan atas itu."
a. 1950
Melakukan eksperimen yang ilmiah
" Di antara umur 10 dan 12, orang-orang pada umumnya mulai tertarik akan bagaimana mesin bekerja dan bagaimana gejala alam terjadi. Setengah dari Ilmuwan Amerika melakukan eksperimen kimia dan radio yang dibangun ketika mereka masih muda, dan aku melakukan kedua-duanya juga."
a. 1952
Berpartisipasi dalam pelajaran bahasa di sekolah
"Sesuatu yang lain yang membuat kesuksesan internasional lebih mudah adalah minat luasku. Aku menghabiskan tujuh tahun belajar bahasa Latin dan bahasa yang lain. Kerja sama internasional bekerja dengan baik sebab aku bisa berbicara dengan baik."
1952
Tidak sukses di sekolah
" Karunia ku menghilang sebentar. Aku dengan susah payah lulus sekolah dasar, dan aku tertarik akan berbagai hal yang lain. Kemudian, aku juga belajar selama musim panas dalam rangka nilai/kelas ku."
1953
Mendapat konflik dengan guru menulisnya
" Aku mempunyai ketrampilan ilmu bahasa, dan aku menulis cerita pendek yang manis. Di kelas tiga, guruku mulai memberi aku empat (nilai dari 4-10, 10 adalah yang paling tinggi) dan memberitahuku bahwa aku harus lebih dulu memulai menulis teks formal. Aku belajar.... barangkali itu adalah hal yang sangat berharga yang pernah aku pelajari."
a. 1955
Menjadi pimpinan dari klub radio amatir
" Sebagai pelengkap, aku telah memilih untuk memimpin klub radio amatir. Aku mempelajari bagaimana cara berkomunikasi, untuk sosial, dan untuk bekerja sama. Waktu spesifik tersebut dihabiskan dalam hobi meningkatkan kemampuanku untuk memahami Bahasa Inggris dan menambah pengetahuan tentang bagaimana cara membangun peralatan elektronik."
1962
Memasuki regu riset puncak
" Itu adalah perikatan pertamaku dalam pekerjaan penelitian."
1964
Menjadi M.S
" Para guru di universitas tidaklah perlu menjadi yang paling cerdas, tetapi mereka adalah guru yang baik. Itu adalah tempat yang sempurna untuk tumbuh."
1967
Menjadi Ph.D
" Setelah aku lulus pada umur 25, selagi masih sangat muda, aku memulai alur (ilmiah) ku sendiri."
1968-1969
Menghabiskan satu tahun sebagai sarjana di Inggris
" Aku menempuh perjalanan ke London, di mana aku bisa memperdalam pengetahuanku dan untuk menghubungkan berbagai sumber dari informasi di daerahku."
1970
Berpartisipasi di dalam kursus interdisiplin.
" Sungguh beruntung, aku berpartisipasi dalam kursus yang berkaitan dengan pekerjaan interdisiplin. Guru ku, Panari, seorang karakter, seorang Doktor muda Amerika yang mengajar kami sampai dasar daerah."
1972
Bekerja sama pada simposium dengan Dr. Monte.
" Aku selalu hebat dalam mengatur, dan aku mengundang dia [Dr. Monte] ke Finlandia untuk simposium. Ia setuju untuk ambil bagian, dan kami memutuskan untuk mulai bekerja sama."
1973
Memberi kuliah di luar negeri
" Aku pergi ke luar negeri pada tahun 1973 dengan keluargaku dan memulai suatu program baru di universitas lokal."
1974
Penemuan pertama dengan Dr. Monte
" Kami menghitung penemuan kami secara mekanis dengan penggunaan sebuah teori baru. Tak seorangpun pernah melakukan itu sebelumnya. Itu adalah hasil klasik pertama milik kami."
1975
Memperoleh kesadaran ilmiah yang utama
" Aku tidak mengetahui apa yang ditransfer dari kesadaran tahun 1975 ke dalam 9,000 pekerjaan yang telah diciptakan dari kesadaran tersebut."
1984-
Memperoleh jabatan guru besar
" Aku sudah mengajar hal-hal paling mendasar sepanjang daerah ku dua kali. Sepanjang waktu yang kedua, aku melewati tabel dasar dan memulai untuk membayangkan bagaimana tabel akan berlanjut di luar pengetahuan saat ini. Aku mulai bekerja bersama kombinasi serupa dengan hitungan jika bentuk baru tentang kombinasi bisa ada. Penemuan itu mendorong ke arah banyak publikasi."
1991
Mempunyai terlalu banyak posisi resmi dan tidak resmi.
" Hari kerja menjadi panjang. Aku ada di Akademi dari jam 9 sampai 5, kemudian aku pergi ke laboratorium, melakukan risetku sendiri, dan menjaga komunikasi dengan orang lain. Tidak ada apapun lebih dari pekerjaan dan tidur. Itu adalah situasi penuh stres, tetapi beberapa tanggung-jawab dan tugas-tugas hanya menghilang dan berbagai hal berubah."
1992- 1998
Menjadi pimpinan SIGMA
" Dr. Monte dan aku bisa disebut laba-laba di jaring, menjaga proyek, administrasi, secara formal dan menurut isi."
1997
Menjadi anggota komisi ilmiah dalam organisasi intemasional
" Mereka membayar kamu, tetapi kamu mendapat informasi. Selagi menjadi anggota komisi, aku lihat di mana dan apa yang dilaksanakan di bidang itu. Itu berharga."
1995- 2000
Menerima jabatan guru besar Akademi.
" Itu adalah waktu yang sangat tenang dan menyenangkan. Aku benar-benar menghargai jabatan guru besar Akademi. Itu adalah posisi akademis paling tinggi di Finlandia."

Juga dalam kaitan dengan lokasi yang terisolasi, Jukka memutuskan untuk mengundang para pembicara terkenal dari bidangnya ke Finlandia. Setelah ia mengatur peneliti terkenal untuk datang, itu lebih mudah untuk mendapatkan orang lain, juga. Salah satu dari mereka mengatur kunjungan dikembangkan ke dalam kerja sama yang tahan lama dan hubungan penasihat. Jukka dan Dr. Monte (nama samaran), ilmuwan asing terkenal, menghubungkan pengetahuan mendalam mereka dari daerah berbeda untuk menciptakan sebuah daerah yang baru. Kerja sama antara kedua profesional dari bidang yang berbeda mendorong kolaborasi penuh keberhasilan, menemukan dasar pemecahan, dan penetapan dari departemen khusus di universitas. Pada 1975, Jukka mempunyai satu dari pengertian ilmiah paling utama yang mendalam yang mendorong banyak pekerjaan dan penerbitan. Ia menerangkan proses dari memperoleh pengertian yang mendalam, di mana melewati daerah prinsip dasar yang menambahkan pengetahuan lebih dalam di tingkat lanjut pemecahan masalah.

Bekerja tidak hanya untuk uang. Dilibatkan di dalam terlalu banyak posisi pada waktu bersamaan, yang membantu dia dalam kariernya, menciptakan kesusahan dan mendorong situasi di mana ia tidak punya waktu kecuali untuk kerja dan tidur. Ia merasakan termotivasi dan bertanggung jawab untuk mengejar pekerjaan dan tugasnya bahkan ketika mereka berlimpahan. Banyak posisi tidak resmi dalam berbagai organisasi riset membantu dia dalam kariernya, memberi dia pengalaman dalam proses pengambilan keputusan sebagai anggota dari berbagai lembaga ilmiah, di mana ia bisa mempengaruhi arah daerah untuk diambil. Ia bisa mengendalikan informasi dan melihat semua kecenderungan baru dan arah baru. Jukka merasakan pekerjaan penjaga gerbang itu adalah penting dan berharga untuk bagian dari kariernya. Akhirnya, jabatan guru besar Akademi telah memberi dia suatu kesempatan untuk mencerminkan, hidup lebih santai, dan berkonsentrasi lebih pada pekerjaan yang kreatif. Jukka menyimpulkan, "Aku mempunyai semua dan lebih dari aku menghargai kewajaran."

Pemimpin profesional

Cerita Peneliti tentang Pemimpin Profesional

Dukungan dari berbagai kelompok. Leena menjalani semua bagian hidupnya dalam kebaikan, mendapat gizi, dan lingkungan yang mendukung. Pertama, dia mempunyai orang tua yang mendukung, dan kemudian dia memberi harapan kepada pasangan. "Itu tidak bisa menjadi lebih baik." Dia menyadari bahwa dia "lahir dengan sendok perak di mulutnya," tetapi dia tidak menggunakan posisinya untuk memperoleh kesuksesan, walaupun dia bisa melakukannya. "Aku mempunyai hampir semua yang aku inginkan. Aku belum pernah menggunakan siapapun untuk mencapai tujuanku – yang lainnya memanggil seseorang untuk membantu atau memainkan permainan kotor. Aku mempunyai suatu prinsip bahwa semua itu aku penuhi harus dengan usaha ku sendiri. Cara lainnya, aku tidak bisa memaafkan diriku." Leena menerangkan bagaimana mempunyai latar belakang keluarga yang akademis tidaklah cukup: "Para saudariku tidak menjadi peneliti yang walaupun mereka mempunyai latar belakang yang sama." Leena yang juga tidak memiliki minat awal di daerah maupun rencana karir jangka panjang sampai dia menemukan jalan untuk menghubungkan kedua-duanya antara keluarga dan cita-cita karier. Tanpa keamanan keuangan dan di luar bantuan dari pengasuh anak, pengurus rumah tangga, dan tetangga, membangun kariernya dan mempunyai anak-anak tidak akan mungkin.

Menjadi model peran untuk para siswanya. Banyak waktu sepanjang wawancara, Leena menekankan pentingnya kooperasi dan ketrampilan sosial atau kecerdasan emosional (Goleman, 1997). Dia menyebutkan penjelasan tentang kesuksesannya adalah ketrampilan sosial: "Aku mempunyai suatu regu dan kelompok riset yang sungguh baik. Aku juga menaruh banyak usaha ke dalamnya. Aku mencoba untuk menciptakan suatu spirit yang baik dengan pengaturan segala macam kejadian untuk menghubungkan anggota kelompok itu." Dia ingin membantu para siswanya. "Aku telah berpikir bahwa itulah apa yang aku dapat lakukan. Aku bisa menjadi model peran untuk ilmuwan yang bercita-cita tinggi. Tanteku yang seorang dokter gigi adalah model peran untukku."

Pekerjaan yang tak ada jam akhirnya. Ketika anak-anak Leena masih muda, dia pulang ke rumah dari pekerjaan sekitar pukul 5:00 untuk menghabiskan sekali waktu dengan mereka. Selagi anggota keluarga yang lain menonton televisi pada malam hari, dia duduk membaca di sofa. Dia secara phisik hadir, tetapi memusatkan diri pada pekerjaannya. Pekerjaan kebanyakan adalah obsesi. "Aku mengharapkan terlalu banyak dari diriku. Itu terlihat bodoh bahwa, sekali ketika aku memiliki waktu setengah jam, aku harusnya telah membaca sesuatu. Apakah itu perlu?"

Nilai sosial mengarahkan aneka pilihan hidup. Sebagai tambahan terhadap memiliki nilai-nilai yang kuat tentang pekerjaan dan keluarga, Leena ingin membantu orang lain: "Aku mempunyai nilai sosial yang kuat. Jika aku telah mengundurkan diri atau berhenti dari pekerjaanku, aku pasti telah bekerja sebagai sukarelawan." Sebagai siswa muda, dia bekerja di banyak organisasi sukarelawan dan memberi donasi untuk kedermawanan. Dia juga menghubungkan nilai-nilai dari perikemanusiaan kepada pekerjaannya: "Aku berpikir bahwa ilmu pengetahuan secara umum membawa keseluruhan masyarakat dan dunia selangkah ke depan dan akan secepatnya didorong kearah sesuatu yang baru."


Tabel 2
Peristiwa Kritis dari Pemimpin Profesional

Tahun
Peristiwa Kritis
Mengutip dari wawancara
1948
Kelahiran

1966
Memperoleh pekerjaan musim panas di luar negeri.
" Aku dapat pergi ke sekolah medis seperti yang orang tuaku harapkan, tetapi, satu tahun sebelumnya, aku bekerja di rumah sakit dan melihat orang-orang mati. Itu sulit, dan aku mengetahui bahwa aku tidak bisa menangani itu."
1967
Karier yang menjanjikan
" Aku masuk ke sekolah dokter gigi sebab aku berpikir dengan naif bahwa aku bisa bekerja separuh hari di kantorku sendiri dan mengasuh anak-anak di sisa hari."
c. 1967-1973
Memperoleh tugas riset selama studi di universitas
" Aku menjadi ilmuwan sebab aku tidak suka studiku, yang sangat bodoh. Setelah 2 tahun, segalanya menjadi terlalu banyak kerajinan tangan. Penting mengetahui bahwa tambalan gigi bersinar. Kemudian, aku bertanya pada ayahku yang seorang ilmuwan jika ia mempunyai tugas riset yang menantang."
c. 1971
Menjadi bagian dari kegiatan-kegiatan mahasiswa
" Aku aktif dalam organisasi siswa, di mana aku menetapkan banyak hubungan baik dan kekal."
1972
Lulus dengan pengalaman kerja sama internasional
" Itu adalah tradisi akademis dari departemenku. Seminar diajarkan dalam Bahasa Inggris, dan kita mempunyai banyak pengunjung asing. Pengetahuan dari ilmu pengetahuan telah didasarkan pada kerja sama internasional."
1975
Menjadi Ph.D
" Ayahku sangat terhibur oleh wisudaku."
1976
Menikah
" Kamu harus memilih seorang suami yang baik. Itu adalah isu paling besar dari semua. Kamu harus mempunyai seorang suami yang mendukung."
1977
Memiliki anak pertama.
" Aku bisa menggaji pengasuh anak. Aku tidak dapat membayangkan bagaimana cara bertahan jika aku merawat anak-anakku sehari-hari dan melakukan semua pekerjaan rumah tangga sendiri. Aku tidak berkeinginan menyerah lebih banyak dalm hidup pribadi ku."
1978- 1979
Mengunjungi Amerika Serikat.
" Yang terbaik dari tahun itu adalah penetapan koneksi. Aku juga melihat bagaimana pekerjaan dikerjakan di luar negeri. Itu adalah profesionalisme yang mengesankan aku. Itu adalah tempat untuk peneliti profesional, dan kita tidak mempunyai apapun seperti itu di Finlandia pada waktu itu."
1980
Mendirikan laboratorium sendiri
" Aku mendirikan laboratoriumku sendiri. Aku benar-benar sendirian. Tidak ada orang yang tertarik akan risetku kecuali para siswaku. Aku harus lebih dulu memelihara hubungan dengan peneliti lain sedemikian sehingga aku mengenal apa yang terjadi di bidang itu. Kooperasi adalah penting (krusial). Kemudian, kelompok risetku tumbuh sedikit demi sedikit."
1983
Mengkhususkan dalam pertumbuhan area riset
" Aku beruntung memilih daerah ini. Pengembangan riset meledak sepanjang 10 tahun terakhir, dan tidak ada orang yang bisa meramalkan itu. Aku mendapat suatu awal yang sungguh baik sebab aku telah mempunyai semua pengetahuan dasar."
a. 1983
Kehilangan kompetisi pekerjaan
" Dalam kaitan fakta bahwa aku adalah seorang perempuan, aku kehilangan satu kompetisi pekerjaan. Seorang pria melamar pekerjaan itu juga, dan professor lain di bidang menginginkan dia. Ia tidak mempunyai banyak kelebihan akademis, tetapi ia mendapat pekerjaan itu. Satu dari temanku memberitahu aku tentang hal itu. Itu mengganggu aku."
1990-
Memperoleh jabatan guru besar
" Kemudian, permasalahanku dimulai. Aku adalah seorang wanita pada umur 40 dan hampir satu-satunya di institut yang seorang peneliti serius. Para rekan kerja lain tidak bisa menanganinya ketika aku tidak ingin melakukan apa yang mereka minta. Mereka tidak mendukung dan tidak memahami kegemaran anehku, riset."
c. 1994-1999
Menerima jabatan guru besar Akademi
" Aku pun tidak melamar jabatan guru besar. Segalanya bagus dengan karierku. Aku berpendapatan cukup dan seterusnya, tetapi panitia aplikasi meminta aplikasiku. Aku heran ' Mengapa aku mencoba untuk mendapatkan segalanya untuk diriku sendiri? Aku tidak mempunyai kebutuhan untuk membuktikan apapun. Aku mengetahui bahwa aku cukup baik."
1996-
Bekerja sebagai pimpinan riset
" Ini benar-benar baru, keseluruhan bangunan dan seterusnya. Aku melamar pekerjaan dan mendapatkannya. Aku tidak bisa membayangkan bahwa ada surga macam ini."


Idealis yang dikecewakan

Cerita Peneliti tentang Idealis yang Dikecewakan

Menumbuhkan tanggung-jawab. Di masa kanak-kanaknya, Kalle menjaga saudaranya yang lebih muda dan mengerjakan banyak tugas rumah tangga, dengan demikian menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kemandirian. Orang tuanya, yang bekerja sebagai guru di sekolah malam setempat, membawa pulang banyak tamu dari seluruh penjuru dunia. Kalle telah tumbuh dalam lingkungan dengan dukungan intelektualitas dan menjadi tertarik akan kebudayaan lain, mempelajari banyak bahasa, dan mempunyai kesempatan untuk mendengarkan diskusi tentang isu-isu penting di bidang pendidikan.

Menjadi siswa rata-rata dengan minat khusus. Di sekolah, Kalle adalah seorang siswa rata-rata. Sebagian dari gurunya menguraikan dia sebagai "anak paling malas" di kelas tiga. Selama sekolah menengah, ia mencerminkan dan heran mengapa ia memiliki nilai yang buruk. Ia memahami kebutuhan bekerja lebih keras untuk meningkatkan nilainya: "Aku mencatat bahwa tidak banyak usaha yang diperlukan untuk menyelesaikan sesuatu. Maka, barangkali aku bisa memenuhi sesuatu yang juga lebih menantang." Kemudian dalam kariernya, Kalle mengikuti mimpinya yang mengkombinasikan dua daerah yang sepenuhnya berbeda: "Ketika di sekolah, aku memikirkan karier sebagai ilmuwan. Itu mempesonakanku. Aku ingin mengkombinasikan spiritual, sisi intelektual dengan kerajinan tangan. Aku bermimpi menjadi ahli arkeologi." Ia sadar bahwa memilih suatu kombinasi luar biasa tentang jurusan mungkin akan mendorong kearah lebih sedikit lapangan pekerjaan, tetapi ia pikir bahwa, jika ia cukup baik, ia akan selalu menemukan posisi. Setelah melengkapi disertasinya, ia berkonsentrasi bahwa topik dari risetnya adalah salah dan tak disukai sebab ia tidak bisa mendapatkan sedikitpun dana riset. Sepanjang kariernya, Kalle mempunyai kecemasan keuangan. Ia hampir tidak mempunyai uang untuk menopang keluarganya, tetapi ia masih mengatur untuk menjaga semangatnya : " Mengatur tekanan adalah berasal dari mental. Jika seorang laki-laki merasakan sedih dan terluka, tidak ada apapun bisa dilakukan. Menjaga spirit dan berbagi pemikiran dengan orang lain itu diperlukan. Itu dapat membantu."

Kekuatan dari penasihat. Tidak Kalle atau Jukka (Penjaga Gerbang) menyebutkan hubungan penasihat itu sangat berarti bagi karier mereka, tetapi kedua-duanya telah dipengaruhi olehnya. Kalle, sebagai contoh, berpikir bahwa ia tidak mempunyai penasihat; bagaimanapun, ia menerangkan bagaimana ia berpartisipasi dalam satu seminar spesifik di universitas bertahun-tahun sebab diskusi itu memberi inspirasi dan guru menjadi sangat memperhatikan intelektualitas. Juga, masuk dalam regu riset Henri (seorang penasihat dan profesor) mengarahkan Kalle untuk mencari sebuah garis penelitian baru yang kemudian menjadi area khususnya sendiri.

Kalle adalah satu-satunya profesor Akademi yang diwawancarai yang tidak pernah menghabiskan banyak waktu di luar negeri selama lulus atau studi paska sarjana. Hanya kemudian dalam kariernya, ketika bekerja sebagai direktur institut khusus di Eropa Selatan, ia meluangkan waktu ke luar negeri. Selama waktu itu, ia bertanggung jawab membangun institut, mengembangkannya, dan mengajar para siswanya.

Mengatasi rintangan. Kalle merasakan betul-betul tentang rintangan dalam kariernya. Ketika ia kehilangan kompetisi pekerjaan, profesor fakultasnya menerangkan kepadanya, "Kamu dapat selalu mengatur." Juga, uang dana kelompok risetnya telah ditunda untuk sementara di tengah-tengah proyek, yang membuat dia berpikir bahwa risetnya tidak dihargai oleh organisasi keuangan riset. Kalle juga menghadapi berbagai kesulitan dalam berhubungan. Adakalanya, ia tidak selalu baik dengan fakultas lain: "Aku mempunyai banyak hubungan internasional dengan rekan kerja, tetapi tidak banyak teman yang baik. Hubunganku sebagian besar adalah profesional. Hanya sedikit orang mengundang aku ke rumah mereka, tetapi aku tidak melihat bahwa itu diperlukan juga."

Tabel 3
Peristiwa Kritis dari Idealis yang Dikecewakan

Tahun
Peristiwa Kritis
Mengutip dari wawancara
1944
Kelahiran

c. 1950
Memperbaharui pengalaman
" Menjadi putra yang paling tua dalam keluarga membutuhkan ketrampilan kerajinan tangan. Selalu ada sesuatu untuk diperbaiki dan untuk bekerja bersama."
c. 1957
Menjamu para tamu asing
" Kita mempunyai banyak teman Swedia, dan banyak bahasa asing diucapkan di rumah. Kami mempunyai banyak tamu asing, dan kami sebagai anak-anak duduk dan mendengarkan mereka berbicara."
1959
Bertemu dengan penasihat bimbingan.
" Penasihatku meminta jika aku pernah memikirkan tentang penempatan yang lebih praktis. Semua orang mestinya tidak mencoba untuk memasuki sekolah menengah. Aku menjawab dengan cara yang tidak sopan, ' Ya, barangkali seperti tukang kayu.' Dia tidak menjawab."
1961
Meningkatkan nilai
" Aku heran mengapa nilaiku menjadi sangat rendah. Aku memutuskan untuk meningkatkannya, dan subjek demi subjek meningkat. Menurutku, awal kesuksesan akademis tidak meramalkan apapun."
1962
Mendaftar ke sekolah medis
" Aku mendaftar ke sekolah medis, tetapi aku tidak mempunyai cukup praktek dalam ilmu kimia untuk lulus. Aku hampir tidak kehilangan ujian masuk itu, dan aku pikir tahun depan aku akan mendaftar lagi. Tetapi, kemudian aku macet dengan studiku yang lain dan tidak mencoba lagi."
c. 1963
Memilih suatu kombinasi yang luar biasa tentang jurusan
" Aku tak berpihak dan memikirkan bahwa, jika aku cukup baik, aku akan mampu menemukan pekerjaan dengan kombinasi dari jurusanku. Aku mendasarkan mereka pada minat. Itu adalah suatu pilihan yang baik sebab, ketika permulaan karier akademisku, mengajar subjek itu adalah satu-satunya cara mendapat uang."
1964
Menyanyi di paduan suara
" Itu adalah sesuatu yang menarik aku. Itu adalah suatu lingkungan sosial di mana aku menghadapi banyak isu. Aku mempelajari organisasi dan ketrampilan kepemimpinan. Itu membantu aku untuk menjadi lebih sosial."
1967
Menjadi M.S.
" Guru bahasaku mengesankan. Aku tinggal di dalam seminarnya bertahun-tahun hanya untuk bisa mempunyai percakapan dan berpikir."
c. 1969
Kehilangan kompetisi pekerjaan
" Ketika aku kehilangan kompetisi pekerjaan untuk lebih sedikit pelamar yang berkompeten, aku meminta penjelasan. Profesorku hanya memberitahukan bahwa aku harus selalu mengatur. Itu terasa tidak adil.”
1971- 1973
Meninggalkan posisi sebagai dosen
" Aku meninggalkan universitas sebab itu adalah departemen yang cenderung berkelompok. Mereka tidak ingin memahami seseorang yang berasal dari kota lain dan latar belakang yang lain."
1974
Menjadi Ph.D.
" Ketika aku mempertahankan disertasiku, percakapan baru dimulai di bidang seperti yang aku ingini. Kemudian, percakapan menjadi lebih berpengaruh."
c. 1977
Memasuki regu riset Henri
" Guruku yang sungguh-sungguh berpikir bahwa sekarang ia mempunyai seorang siswa yang sesuai dengan siapa ia belajar suatu topik baru. Aku menaruh banyak usaha dalam mempelajari topik spesifik setelah disertasiku." " Ketika aku pertama melihat material risetku, aku menyadari bahwa aku bisa menggunakan pengetahuanku dalam ilmu bahasa-bahasa dan kerajinan tangan. Itu menjadi suatu kunci."
1981
Memperoleh posisi riset di Akademi
" Aku pikir bahwa topik baru ini boleh jadi menarik dan menarik perhatian sebagai aplikasi dana yang baik. Aku mencoba dan berhasil dalam mengusahakan uang riset dan posisi di Akademi."
1988- 1992
Kerja sebagai pemimpin institut luar negeri
" Aku mempunyai regu riset yang mempunyai beragam disiplin di sana. Kita sedang membangun institut dan, pada waktu yang sama, aku harus lebih dulu meriset dan mensupervisi pekerjaan konstruksi."
c. 1990
Pemotongan uang dana riset
" Uang dana kami telah dipotong. Kemudian, regu risetku tiba-tiba menganggur. Beberapa di antara mereka bekerja di satu perusahaan telepon atau di manapun yang mereka bisa menemukan suatu pekerjaan. Aku juga harus lebih dulu meninggalkan topik risetku sebentar."
1992-1994
Bekerja sebagai peneliti Akademi.
" Sekali waktu, seorang tenaga ahli diperlukan untuk satu tugas riset. Regu tidak bisa menemukan satupun Peneliti Amerika. Beberapa rekan kerja menunjuk Finlandia dan kepada saya sebagai tenaga ahli yang bisa cocok dengan kebutuhan mereka."
1995-2000
Menerima jabatan guru besar Akademi
" Aku adalah seorang professor Akademi tanpa posisi jabatan. Aku merupakan sebuah pengecualian. Aku hanya mempunyai peluang yang temporer."
" Menjadi tanpa posisi jabatan sungguh menekan; tetapi, pada sisi lain, itu adalah suatu motivator. Aku tidak bisa berhenti. Aku harus lebih dulu meneruskan dan membuktikan beberapa pekerjaan telah dilaksanakan."

Penjualan pengetahuannya. Kalle menerangkan bagaimana ia harus lebih dulu menjual pengetahuan dan ketrampilannya. Ia menunjuk suatu situasi di masa lalu di mana ia menawar untuk membantu kariernya: "Mempunyai area pengetahuan khusus dan maksud untuk berbisnis diperlukan dalam bidangku. . . . Aku akan memberi pengetahuan khususku kepada kamu jika kamu memberi aku hak paten penerbitan."

Selama tahun-tahun terbaru, Kalle telah merasakan bahwa pengetahuan dan profesionalismenya telah diperlukan dan dihargai dan risetnya telah dihargai: "Mereka memberi tahu kepadaku bahwa mereka sudah mencoba untuk menemukan seorang ahli dari USA untuk membantu memecahkan masalah dalam bidang kami, tetapi mereka belum berhasil. Seseorang menunjukkan kepada Finlandia dan kepada saya sebagai tenaga ahli."

Akhirnya, ia memperoleh posisi riset sementara di akademia, dan ia merasa baik tentang kemampuan untuk memulai "sebuah percakapan baru" di bidangnya. Bagaimanapun, ketika waktu wawancara, ia cemas akan masa depannya dan kelanjutan dari pekerjaannya yang sekarang. Ia tidak mempunyai banyak keyakinan untuk masa depan di akademia, tetapi ia mencintai pekerjaannya. Kalle merasa sangat dihubungkan ke peristiwa masa lampaunya. Ia menyimpulkan,

Aku tidak tertarik banyak dalam prestasi akademis atau mendapat posisi. Karierku merupakan satu rangkaian tantangan dan pemenuhan tanpa jasa. Aku sungguh jauh dari mentalitas jasa. Itu adalah mengapa aku mempunyai keberanian untuk memproses dalam area yang menuntut banyak waktu dan usaha. Aku mendapat "menorehkan sejarah."

Mengambarkan Tema Transformatif

Konstruksi Individu dari Hidup Seseorang


Menurut studi ini, tidak ada alur tunggal ke kesuksesan ilmiah. Peristiwa kritis yang bersama oleh peneliti ini tidak perlu membentuk hidup dari ilmuwan ini; melainkan, ilmuwan sendiri yang membentuk peristiwa untuk mencocokan tujuan dan kegunaan yang lebih baik. Itu menjadi isu mengatur kendali hidup mereka, menjadi aktip dalam mengambil resiko, dan menciptakan alur karier mereka sendiri. Pada jalan ini, profesor bertanggung jawab atas kesuksesan mereka sendiri. Alur macam apa yang mereka ciptakan untuk sukses? Seperti apa berbagai kenyataan yang hidup untuk mereka?

Berbagai kenyataan ( Denzin, 1989; Lather, 2000a) telah menganalisa dengan memperhatikan bagaimana profesor membangun hidup dan identitas mereka sebagai prestasi tinggi. Apa faktor yang menujukan kesuksesan mereka? Penjaga Pintu berdasarkan cerita peristiwa kritis atas prestasi akademis berhubungan dengan daerah itu. Isu dari keluarga, hubungan yang lain, emosi, atau nilai-nilai jarang muncul selama wawancaranya. Ia mempunyai suatu orientasi tujuan jangka panjang yang kuat dan awal minat dan memusatkan pada topik belajar. Pada awal langkah-langkah dari pengembangan bakat, tujuan hidupnya adalah untuk berusaha memahami daerah itu, belajar lebih banyak tentang area keahlian khususnya, dan, secepatnya, menciptakan daerah baru. Ia menginginkan untuk menghubungkan dengan penjaga pintu yang sebelumnya dari bidang itu dan kemudian untuk menjadi suatu penjaga pintu sendiri dengan keuntungan dari berbagai situasi dan peristiwa kritis untuk menjadi yang lebih baik dan profesional yang lebih berkualitas. Tujuan akademisnya tadinya banyak berpusat dalam mengarahkan hidup nya dan aneka pilihan karier. Ketika membuat aneka pilihan, ia tidak selalu mampu menangani semua permintaan dari bidang itu tanpa merasakan ditekan atau terhalang. Kemudian dalam kariernya, ia mencari kekuasaan dan koneksi sedemikian sehingga ia akan mampu mengarahkan dan memimpin bidang itu. Penjaga Pintu adalah contoh klasik dari suatu kepercayaan, berorientasi prestasi, dan peneliti yang bekerja keras (Bloom, 1985; Leroux, 1998; Nobel, Subotnik,& Arnold, 1999; Vantassel-Baska, 1989).

Pemimpin profesional mengikuti suatu alur berbeda ke profesionalisme, satu berdasarkan kepercayaannya dalam nilai sosial, perasaannya dari penilaian etis, dan persepsi dari orang lain. Dia rendah hati dalam kesuksesannya dan, di dalam kata-katanya, mempunyai " memperoleh lebih dari yang [dia] dihargai." Tetapi, segalanya tidak datang dengan mudah. Seperti digambarkan melalui peristiwa kritis yang membentuk hidupnya dan bahwa dia membentuk sebagai bagian dari riwayat hidupnya, dia harus lebih dulu berjuang untuk haknya. Di dalam pekerjaannya, dia menghargai permainan jujur dan kerja keras. Oleh karena itu, pengambilan keputusan tidak memperumitnya. Dia membuat keputusan logis dan mengikuti pilihan alur tanpa bergeser pendapat, yang membuatnya menjadi pemimpin yang sukses dan terhormat.

Selagi Penjaga Pintu digunakan dan mengunakan kekuasaan, terutama kemudian dalam kariernya, Pemimpin yang profesional menerangkan, "Aku tidak mempunyai kebutuhan untuk bermain. Banyak profesor suka menggunakan kekuasaan. Itu tidak mempengaruhi aku. Wanita tidak mempunyai banyak kebutuhan untuk berkuasa, sehingga mereka akan mengorbankan semua kehidupan pribadi mereka." Sungguhpun Leena mengusulkan bahwa kebutuhan akan kekuasaan adalah khas dari peneliti pria, aku mendalilkan bahwa, berdasarkan data dari keseluruhan kelompok profesor Akademi, kebutuhan akan kekuasaan lebih dihubungkan kepada karakteristik pribadi mereka dibanding kepada perbedaan antara jenis kelamin.

Peristiwa kritis yang diuraikan oleh Idealis yang dikecewakan telah diisi dengan komentar emosional dan telah dihubungkan dengan pemenuhan atau pembelajaran tugas dari daerah itu. Ia membangun hidupnya sebagai ilmuwan yang sukses melalui perasaan dan tindakan. Ia bangga akan dirinya sendiri ketika ia bisa meningkatkan nilainya atau menemukan suatu topik kesukaannya, yang berakibat dalam pembiayaan dana untuk risetnya. Bagaimanapun, emosi yang mendalam tentang kesedihan, kekecewaan, ketidakjujuran, dan kadang-kadang bahkan kepahitan yang nampak betul-betul berhubungan dengan peristiwa ketidak-berhasilan untuk memasuki sekolah medis, kehilangan kompetisi pekerjaan, dan kehilangan uang dana pada pertengahan rancangan riset. Sepanjang wawancara, ia bernafsu dan tertarik akan pekerjaannya, tetapi ia tidak mempunyai kendali atas situasi pekerjaan masa depannya, yang meninggalkannya merasakan tidak ada harapan.

Cerminan Pemikiran

Walaupun semua ilmuwan mencerminkan sekitar hidup mereka, hasil dari aneka pilihan karier mereka adalah berbeda, seperti ketrampilan yang digunakan untuk menimbulkan cerminan. Cerminan ketrampilan di sini aku mengacu pada gambar dalam ingatan lampau, di mana profesor sudah mengevaluasi berbagai kemungkinan berbeda dan efek dari berbagai aneka pilihan pada pengembangan karier dan bakat mereka. Cerminan ini bisa terjadi sepanjang proses pengambilan keputusan yang nyata atau kemudiannya ketika meneliti efek dari keputusan tertentu. Sebagai contoh, Penjaga Pintu menguraikan proses pencerminan sebagai berikut: "Hidup penuh dengan bagian yang bersilangan. Segalanya didasarkan pada keberuntungan, dan penting untuk mempunyai petunjuk poin ke arah yang benar. Kamu harus mempunyai buah pikiran yang baik (tentang lingkungan) dan menjual diri sendiri."

Pengetahuan diri atau kepekaan perasaan bagian dalam membantu kebanyakan ilmuwan dalam pencerminan dan proses perencanaan. Pemimpin yang profesional menguraikan kepekaannya seperti ini:

Bagaimana cara merencanakan hidup kami dan apa yang kami ingini adalah tak sadar. Aku bisa sudah pergi ke sekolah medis, tetapi, satu tahun sebelumnya, aku bekerja di rumah sakit dan melihat orang-orang mati. Itu sulit, dan aku mengetahui bahwa aku tidak bisa menangani itu.

Ketika ilmuwan Finlandia ini mencari penyebab dan maksud lebih di pekerjaan akademis mereka, mereka menciptakan peta mental; mereka juga menggunakan peta itu untuk membuat arti dari hidup pribadi mereka. Mereka ingin belajar dari kegagalan dan kesuksesan mereka (Sternberg, 1996), yang membantu mereka mengendalikan hidup mereka. Profesor juga memperoleh lebih banyak kendali dengan membentuk lingkungan mereka, mencari situasi yang menguntungkan mereka, dan mempunyai "sikap dapat melakukan sesuatu" (Sternberg). Pemimpin yang profesional menerangkan sebagai berikut:

Setelah kembali dari U.S. dan mendirikan laboratoriumku sendiri, aku merasakan kesepian yang menakutkan. Itu ketabahan. Tidak ada orang tertarik di topik yang sama, hanya aku dan hanya aku. Karena alasan itu, aku harus lebih dulu memelihara banyak hubungan di seluruh penjuru dunia. Menjadi kesepian di dalam pekerjaan sendiri membuat itu lebih sulit untuk tetap dengan semua berbagai hal yang baru yang berlangsung di bidang itu. Aku harus lebih dulu berhubungan dengan orang-orang.

Kebanyakan dari ilmuwan mencari-cari perubahan karier, pengalaman yang berbeda dan tantangan dengan mengubah topik studi mereka, bergerak ke luar negeri, atau menerima pekerjaan yang lain. Dengan cara yang sama, Harrington dan Boardman (1997) menandai "Pathmakers" sebagai orang yang mempunyai toleransi untuk kerancuan dalam pembawaan perubahan. Sebagai contoh, di ini studi, Idealis yang dikecewakan menggambarkan keinginan untuk tantangan:

Berbagai hal yang telah aku pilih untuk memenuhi hubungan lebih ke tantangan dan prestasi pribadi dibanding mendapatkan kenaikan pangkat atau masa jabatan. Promosi dan jasa ilmiah tidak mengarahkan aneka pilihan ku. Itu mengapa aku mempunyai keberanian untuk menyelidiki daerah baru.

Dalam cerminan, profesor Finlandia menganalisa rintangan yang mereka temui, juga. Belajar dan terus hidup melalui rintangan yang nampak untuk menjadi alasan kekuatan di rangkaian alur terpilih untuk kesuksesan ilmiah ( Bizarri, 1998; Csikszentmihalyi dkk., 1993; Harrington& Boardman, 1997; Sternberg, 1996; Whatley, 1998). Rintangan telah dilihat sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan pribadi. Profesor Akademi menikmati rintangan mustahil (untuk contoh yang lain, lihat Csikszentmihalyi dkk.); tetapi, yang paling penting, mereka tidak membiarkan rintangan mengganggu sisa hidup mereka. Sebaliknya, mereka berjalan terus. Rintangan telah diuraikan sebagai bagian dari hidup akademis. Mereka harus dianalisa, akan tetapi terlupakan. Sebagai Pemimpin profesional mengatakan, "Aku menganalisa kekeliruanku. Aku tidak mengetahui bagaimana proses sadar terjadi, tetapi tujuan untuk mencegah kekeliruan dari kejadian lagi."Apakah analisa yang saksama tentang peristiwa kritis, aneka pilihan, dan rintangan membantu ilmuwan ini mematuhi peraturan dari ilmu pengetahuan?

Akhir Pencarian yang Kaku untuk Alur Tunggal ke Kesuksesan

Pengembangan bakat dan faktor kesuksesan menghubungkan studi ini di mana menjadi ilmuwan yang sukses diperlukan suatu karunia ilmiah dalam jumlah tertentu. Meski demikian, beberapa pertanyaan ditinggalkan tidak terjawab, seperti apakah pengembangan bakat di ilmu pengetahuan yang merupakan satu rangkaian prestasi akademis atau pengembangan karier - rantai peristiwa hidup seperti Hiyrynen (1992) dalilkan? Menurut Nobel, Subotnik, dan Arnold (1999) dan Simonton (1994), karunia kedewasaan dihubungkan dengan prestasi, dan beberapa orang dewasa dikenali sebagai karunia dalam kaitan dengan keunikan prestasi mereka. Prestasi dalam bidang ilmu pengetahuan sering mendorong kearah kesuksesan. Bagaimanapun, prestasi akademis dan derajat tingkat merupakan satu-satunya jalan untuk membangun kesuksesan ilmiah di antara profesor.

Perkiraan bahwa prestasi tinggi dalam ilmu pengetahuan pada umumnya membantu di daerah yang telah dihargai oleh bidang itu (Csikszentmihalyi dkk, 1993), efek dari daerah dan bidang atas karier akademis seseorang tidak bisa diremehkan. Tanpa belajar ketentuan-ketentuan daerah atau dievaluasi oleh bidang, profesor belum akan mempunyai catatan karunia mereka. Bidang juga mendukung profesor dengan penasihat, masa jabatan, uang subsidi, peralatan laboratorium, dan posisi riset (seperti dalam cerita Penjaga Pintu dan Pemimpin profesional), walaupun adakalanya itu tidak mendukung minat peneliti (seperti telah ditunjukkan dalam cerita hidup Idealis yang Dikecewakan).

Pentingnya pendekatan penasihat telah dicatat dalam banyak studi (contoh, Nobel, Subotnik & Arnold, 1999; Walberg & Stariha, 1992). Semua profesor Akademi menyebutkan penasihat, tetapi beberapa meragukan arti penasihat kepada pengembangan bakat mereka atau kepada alur karier yang dipilih mereka. Dalam kasus itu, hubungan penasihat mungkin telah menghasilkan kekecewaan tanpa saling pengertian dan pelajaran. Di studi ini, menemukan seorang penasihat yang baik membantu banyak ilmuwan dalam karier mereka sungguhpun sulit untuk beberapa orang untuk menemukan seorang penasihat sama sekali.

Tujuan memperoleh keberhasilan posisi yang tinggi di akademia bukanlah faktor motivasi utama untuk ilmuwan ini. Sebagai gantinya, mereka menetapkan tujuan jangka pendek pribadi mereka sendiri seperti penyelesaian suatu tingkat atau proyek tertentu, selagi pengembangan karier dirinya sendiri adalah tujuan sekunder. Minat mendalam mereka dalam pengembangan pemahaman daerah (lihat Bloom, 1985) menfokuskan profesor ini lebih dari jasa akademis. Selagi orang lain sudah menemukan minat dalam daerah yang dikembangkan di waktu muda (contoh, Filippelli& Walberg, 1997; Piirto, 1992), seperti dalam Penjaga Pintu dan Idealis yang Dikecewakan, alur karier Pemimpin Profesional tidaklah jelas bersih sampai kemudian dalam kariernya.

Memelihara minat sepanjang tahun menjadi suatu tantangan untuk ilmuwan ini. Proses kreatif merangsang pemikiran dan merawat minat lebih lama. Gruber (1982), sebagai contoh, percaya bahwa karunia tidak bisa dipelajari tanpa melihat juga pada proses kreatif orang dewasa. Kreativitas dan karunia mungkin mendukung satu sama lain, atau kreativitas mungkin diperlukan bagi pencapaian karunia agar terjadi. Kreativitas dapat juga dilihat sebagai bagian dari karunia (Hunsaker & Callahan, 1995). Kebanyakan dari profesor menciptakan daerah mereka sendiri, departemen, dan bentuk asli tentang riset. Dengan melakukan seperti itu, mereka pergi "di luar daerah asli dan menghubungkan daerah yang berbeda satu sama lain" (Csikszentmihalyi, 1999, p. 16).

Cara lain untuk memelihara minat mereka adalah dirangsang oleh pengalaman internasional. Semua profesor ini telah mengunjungi fasilitas riset asing pada kondisi tertentu dalam karier mereka. Kunjungan itu memperluas pandangan mereka dalam melaksanakan riset serbaguna dan menghasilkan banyak gagasan yang kemudian mereka terapkan dalam pekerjaan mereka. Tahun yang dihabiskan di laboratorium dan universitas asing adalah titik awal untuk jaringan antar rekan kerja, dan, yang paling penting, koneksi yang kekal telah dibentuk. Perolehan pengalaman internasional untuk mempromosikan karier seseorang dapat banyak lebih mudah untuk ilmuwan sekarang dibanding untuk generasi profesor Akademi yang lebih tua. Sekarang, Internet, e-mail, dan program penerjemah memungkinkan membuat koneksi cepat ke seberang dunia dan mungkin mengurangi jumlah perjalanan yang diperlukan untuk menjaga kontak. Perhatian lebih dapat diarahkan untuk menyelidiki bagaimana teknologi modern mengubah sifat dan kebutuhan akan pengalaman internasional. Bagaimanapun, aku percaya bahwa teknologi mungkin tidak mampu menggantikan pengalaman budaya nyata dari menghabiskan waktu di laboratorium, universitas asing atau proyek di bawah penasihat kelas dunia.

Dapatkah kita memenuhi prestasi akademis tanpa keberuntungan? Dalam studi Raehalme (1996), wanita yang dikaruniai menyebutkan pentingnya keberuntuntungan dalam wawancara mereka, sama seperti contoh yang diberikan oleh Pemimpin profesional, yang memilih topik riset yang sungguh beruntung menjadi sangat penting kemudian. Ada juga keberuntungan dilibatkan pada tempat dan waktu yang tepat, seperti yang disebutkan Penjaga Pintu. Dan merupakan keberuntungan untuk menemukan topik khusus milikmu di dalam suatu daerah yang lebih besar dan untuk mempunyai akses untuk belajar dan meneliti itu seperti Idealis yanga Dikecewakan lakukan. Semua profesor yang diuraikan beruntung terpilih untuk menerima posisi di akademia dan telah diberi kesempatan untuk mempunyai periode riset yang lebih kreatif tanpa keraguan keuangan selagi bekerja sebagai profesor Akademi. Kebanyakan mereka beruntung menemukan penasihat yang mendukung dan orang lain yang penting, sedang beberapa beruntung dilahirkan dalam keluarga yang mendukung. Mereka semua beruntung menghabiskan sekali waktu pengalaman kerja sama internasional di luar negeri dan penetapan koneksi yang berharga. Tetapi, apakah mereka beruntung sebab mereka telah mempelajari pelajaran mereka atau sebab mereka telah mencari-cari berbagai kemungkinan? Apakah mereka telah lebih aktif dan inisiatif dibanding panutan mereka? Tampaknya apa yang dipertimbangkan bahwa keberuntungan bagi beberapa orang boleh juga ditafsirkan sebagai pemecahan masalah, kreativitas, atau intuisi bagi orang lain.

Secara keseluruhan, profesor ini mempunyai berbagai keprofesionalan dan pengalaman pribadi yang membantu mereka berprestasi secara akademis. Tidak ada satu alur ke kesuksesan. Lohman (1999) menggambarkan faktor yang berkenaan dengan bakat akademis, seperti pengalaman, penasihat, motivasi, dan kemauan. Profesor-profesor Akademi Finlandia yang telah mengembangkan strategi mereka sendiri untuk menyesuaikan lingkungan (di paper ini, kebanyakan mengacu pada daerah dan bidang) dan untuk menemukan jalan untuk membuat lingkungan mereka cocok dengan profesional mereka dan kebutuhan pribadi dan kepribadian. Dengan banyak ketekunan, mereka belajar bagaimana cara mengambil keuntungan dari peluang.

Mendukung Lather (2000a) dan Richardson (1990,1994), di antara yang lain yang sudah berteori keberadaan dan kebutuhan dari berbagai kebenaran dan uraian, studi ini telah menggambarkan bagaimana konsep dari prestasi akademis tidak bisa diperkenalkan secara terang. Aku pada awalnya berpikir aku bisa mengembangkan suatu pemahaman umum dari prestasi akademis tinggi dan kemudian menggambarkan dan menguraikan alur dari kesuksesan ilmiah. Bagaimanapun, meletakkan semua tanggapan dan variasi dari penjelasan bersama-sama atau mencoba untuk menggolongkan profesor menurut jenis kelamin, umur, asal-usul, atau bidang belum akan menciptakan keadilan pada profesor manapun atau kepada pengalaman individu mereka. Tidak ada cerita seperti yang lain. Aku mendalilkan bahwa para peneliti perlu mencari "studi dekat dari kultur sebagai kehidupan dari orang-orang tertentu, di tempat tertentu, melakukan berbagai hal tertentu pada waktu tertentu " (Van Maanen, 1995, p. 23). Seperti kebanyakan, prestasi ilmiah dipastikan berbeda tergantung pada individu, kebudayaan, daerah, dan bidang. Lagipula, penemuan ini diposisikan dan dibatasi secara kultural; oleh karena itu, mereka tidak boleh menganggap semua orang dalam masyarakat ilmiah dunia. Meskipun demikian, aku percaya bahwa tiap-tiap kultur dan kelompok prestasi dalam ilmu pengetahuan dapat menambah pengetahuan kami tentang karunia ilmiah. Tiap-Tiap cerita kasus dan potongan informasi bahwa peneliti dapat mengumpulkan sekitar prestasi tinggi mempromosikan sebuah pemahaman yang lebih global tentang karunia.

Seperti yang Lincoln dan Denzin (1994) nyatakan, "Apa yang diperlukan adalah banyak perspektif, banyak suara, sebelum kita dapat mencapai pemahaman mendalam dari gejala sosial, dan sebelum kita dapat menyatakan bahwa suatu naratif adalah lengkap" ( p. 580). Riset dalam bidang pendidikan karunia perlu menawarkan berbagai tingkatan pengetahuan dan pemikiran dengan mana pembaca dapat mempertimbangkan untuk diri mereka sendiri. Sukses dan prestasi tinggi bukanlah poin akhir atau tujuan terakhir di dalam dan tentang diri mereka; melainkan, mereka adalah proses yang kekal. Sungguh dengan jelas, kita tidak bisa membuat seseorang menjadi sukses hanya dengan mengikuti langkah kaki orang lain. Yang paling penting, kita harus menciptakan jalan kita sendiri yang akan cocok dengan keinginan kita dan memenuhi hasrat kita untuk kekakuan akademis. C1