Rabu, 06 Mei 2009

Memupuk Rasa Kebangsaan Tak Cukup Dengan Kuliah Kewiraan

BANDUNG, MINGGU - Pemupukan rasa kebangsaan mahasiswa tidak cukup hanya dengan kuliah kewiraan. Rasa memiliki mahasiswa terhadap bangsa dianggap masih kurang memadai. Indikasinya, kepedulian bentuk kebanggaan negara seperti bendera, lagu kebangsaan, dan lain-lain belum tinggi.
Dosen Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran Keri Lestari Dandan di Bandung, Minggu (8/3), mengatakan, minimnya rasa kebangsaan ditunjukkan dengan mahasiswa yang tak memperlihatkan kepedulian ketika lagu Indonesia Raya dikumandangkan.
"Itu contoh sepele waktu wisuda. Seharusnya mereka berdiri dan mendengarkan. Malah ada yang mondar-mandir. Kalau bendera dikibarkan, mereka juga tak peduli," katanya.
Umumnya, sikap hormat mahasiswa yang aktif dalam kegiatan pasukan pengibar bendera, pramuka, dan sebagainya, lebih baik. "Kalau tidak hormat, rasanya tidak enak. Tapi, mata kuliah kewiraan harus tetap ada. Diberi kuliah saja mahasiswa masih begitu, bagaimana kalau tidak," katanya.
Hanya saja cara penyampaian kepada mahasiswa, pemberian contoh, dan lain-lain harus lebih efektif. Selain itu, kata Keri, jika rasa kebangsaan tinggi, aksi borong dollar AS yang dilakukan warga Indonesia sendiri tidak akan terjadi ketika nilai tukarnya terhadap rupiah naik. Rupiah justru akan dibeli untuk menguatkan nilai mata uang tersebut sebagai upaya mendukung perekonomian Indonesia.
Selain itu, kita akan bangga memakai produk dalam negeri. Pemerintah perlu membuat peraturan yang mendukung, katanya. Rasa kebangsaan justru menjadi tinggi ketika warga Indonesia menjadi minoritas, saat mereka tengah bekerja atau belajar di luar negeri.
Sangat terasa. Saat kita menjadi minoritas, lebih bersatu. Simbol seperti bendera, lagu kebangsaan, dan lain-lain lebih dihormati, katanya. Menurut Keri Indonesia kadang-kadang terlambat membela kebanggaan itu. Misalnya, waktu batik diklaim Malaysia, keributan baru terjadi.


BAY


Sumber: kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar