Jumat, 22 Mei 2009

DINAMIKA KEPEMIMPINAN KIYAI DI PESANTREN

1. Tipologi Kyai dan Kedudukanya di Pesantren

Sebelum menguraikan kedudukan (kepemimpinan ) kyai di pesantren, terlebih dahulu penulis uraikan pengertian kyai. Kata "Kyai" berasal dari bahasa jawa kuno "kiya-kiya" yang artinya orang yang dihormati. Sedangkang dalam pemakaiannya dipergunakan untuk: pertama, benda atau hewan yang dikeramatkan, seperti kyai Plered (tombak), Kyai Rebo dan Kyai Wage (gajah di kebun binatang Gembira loka Yogyakarta), kedua orang tua pada umumnya, ketiga, orang yang memiliki keahlian dalam Agama Islam, yang mengajar santri di Pesantren. Sedangkan secara terminologis menurut Manfred Ziemnek pengertian kyai adalah "pendiri dan pemimpin sebuah pesantren sebagi muslim "terpelajar" telah membaktikan hidupnya "demi Allah" serta menyebarluaskan dan mendalami ajaran-ajaran dan pandangan Islam melalui kegiatan pendidikan Islam. Namun pada umumnya di masyarakat kata "kyai" disejajarkan pengertiannya dengan ulama dalam khazanah Islam. ( Moch. Eksan, 2000 ).

Abdurrahman Mas'ud (2004, 236-237) memasukkan kyai kedalam lima tipologi:

(1) Kyai (ulama) encyclopedi dan multidisipliner yang mengonsentrasikan diri dalam dunia ilmu; belajar, mengajar, dan menulis, menghasilkan banyak kitab, seperti Nawai al-Bantani.

(2) Kyai yang ahli dalam salah satu spesialisasi bidang ilmu pengetahuan Islam. Karena keahlian mereka dalam berbagai lapangan ilmu pengetahuan, pesantren mereka terkadang dinamai sesuai dengan spesialisasi mereka, misalnya pesantren al-Qur'an.

(3) Kyai karismatik yang memperoleh karismanya dari ilmu pengetahuan keagamaan, khususnya dari sufismenya, seperti KH. Kholil Bangkalan Madura.

(4) Kyai Dai keliling, yang perhatian dan keterlibatannya lebih besar melalui ceramah dalam menyampaikan ilmunya sebagai bentuk interaksi dengan publik bersamaan dengan misi sunnisme atau aswaja dengan bahasa retorikal yang efektif.

(5) Kyai pergerakan, karena peran dan skill kepemimpinannya yang luar biasa, baik dalam masyarakat maupun organisasi yang didirikannya, serta kedalaman ilmu keagamaan yang dimilikinya, sehingga menjadi pemimpin yang paling menonjol, seperti KH. Hasyim Asy'ari.

Dari hasil penelitian terhadap pesantren yang dilakukan oleh LP3ES tahun 1972-1973 di Daerah Bogor, muncul beberapa temuan, diantaranya bahwa kepemimpinan formil pesantren dipegang oleh serang kyai. Maju atau mundurnya sebuah pesantren sangat bergantung pada kredibilitas moral dan kemampuan manajerial kyainya. Pada umumnya kepemimpimpian di pesantren menganut kepemimpinan karismatik tidak menganut kepemimpinan rasional. ( Sudjoko Prasodjo, 1975).

Menurut Abdur Rozaki ( 2004, 87-88) karisma yang dimiliki kyai merupakan salah satu kekuatan yang dapat menciptakan pengaruh dalam masyarakat. Ada dua dimensi yang perlu diperhatikan. Pertama, karisma yang diperoleh oleh seseorang (kyai) secara given, sperti tubuh besar, suara yang keras dan mata yang tajam serta adanya ikatan genealogis denga kyai karismaik sebelumnya. Kedua, karisma yang diperoleh melalui kemampuan dalam pengausaan terhadap pengetahuan keagamaan disertai moralitas dan kepribadian yang saleh, dan kesetiaan menyantuni masyarakat.

Posisi kepemimpinan kyai di pesantren lebih menekankan pada aspek kepemilikan saham pesantren dan moralitas serta kedalaman ilmu agama, dan sering mengabaikan aspek manajerial. Keumuman kyai bukan hanya sekedar pimpinan tetapi juga sebagai sebagai pemilik persantren. Posisi kyai juga sebagai pembimbing para santri dalam segala hal, yang pada gilirannya menghasilkan peranan kyai sebagai peneliti, penyaring dan akhirnya similator aspek-aspek kebudayaan dari luar, dalam keadaan seperti itu dengan sendirinya menempatkan kyai sebagai cultural brokers (agen budaya). (Dawam Rahajo, 1995: 46-47).

2. Dinamika Kepemimpinan Kyai di Pesantren

Kata "dinamika" menunjuk pada keadaan yang berubah-ubah yang menggambarkan fluaktuasi atau pasang surut, sekaligus melukiskan aktivitas dan sistem sosial yang tidak statis yang bergerak menuju perubahan (Hollander, 1978: 151). Dinamika tersebut menunjuk pada perubahan yang terjadi karena desakan kebutuhan internal dan eksternal. Dinamika kelompok misalnya sebagaimana dinyatakan oleh Salamet Santosa (2004: 5) bahwa dinamika dipahami sebagai tingkah laku warga yang satu secara langsung mempengaruhi warga yang lainnya secara timbal balik, dia mengartikanya sebagai adanya interaksi dan interdepensi antara anggota kelompok yang satu dengan anggota kelompok yang lain secara timbal balik dan antara anggota kelompok secara keseluruhan. Keadaan ini terjadi karena selama ada kelompok, semangat kelompok (gruop spirit) terus-menerus berada dalam kelompok itu. Oleh karena itu kelompok tersebut bersifat dinamis, artinya setiap saat kelompok yang bersangkutan dapat berubah. Hellriegel (1989: 356-357) menyebut dinamika sebagai pemberian pengaruh terhadap desain organisasi dan karakteristik lingkungan.

Allah menciptakan manusia dan menetukan kodratnya harus hidup berkelompok agar dapat saling mengenal kekurangan dan kelebihan satu sama lainnya untuk membangun dan meramaikan dunia ini, sebagaimana dinyatakan dalam Q. S. 49: 13;

" Wahai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu sekalian dari laki-laki dan perempuan dan Kami menjadikan kamu selakian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar saling kenal-mengenal (kekurangan dan kelebihan satu sama lainnya). Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal".

Dengan mengenal kekurangan dan kelebihan yang ada pada diri sendiri dan orang lain terjadilah interaksi sosial di kalangan manusia untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan kelompoknya.

Seorang pakar psikologi terkemuka dan terkenal dengan teori kebutuhan dasar manusia, mengemukakan bahwa manusia mempunyai lima kebutuhan dasar, yaitu:

a. Kebutuhan-kebutuhan fisiologis (fa'ali). Kebutuhan fisiologis (physiological needs), adalah kebutuhan yang berkaitan langsung dengan kelangsungan hidup manusia, sehingga pemuasannya tidak dapat ditunda. Kebutuhan dasar biologis ini antara lain adalah meliputi kebutuhan makan, minum, oksigen, istirahat, aktif, keseimbangan termperetur seks dan stimulasi sensorik. dari sini maka Maslow berkesimpulan bahwa memahami kebutuhan fisiologis manusia, utamanya kebutuhan makanan, merupakan aspek penting dalam memahami manusia secara keseluruhan

b. Kebutuhan akan rasa aman dan keselamatan. (need for self-security), merupakan kebutuhan dasar kedua yang mendominasi dan memerlukan pemuasan setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi. Adapun hal-hal yang masuk dalam kategori kebutuhan akan keamanan antara lain adalah: keamanan, kemantapan, ketergantungan, perlindungan, bebas dari rasa takut, cemas dan ketakutan, kebutuhan akan struktur, ketertiban, hokum, batas-batas, kekuatan pada diri pelindung dan lain-lain. Karena kebutuhan akan keamanan dapat meliputi segala organisme dalam pemenuhannya. Segala sesuatu yang menerima dan menimbulkan efek, serta kapasitas-kapasitas tertentu merupakan alat pemenuhan kebutuhan keamanan.

c. Kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki (need for love and belongingness), merupakan sebuah dorongan dimana seorang individu berkeinginan untuk menjalin hubungan relasional secara efektif atau hubungan emosional dengan individu lain, baik yang ada dalam lingkungan keluarga maupun di luar keluarga. Konsepsi Maslow tentang rasa cinta dan memiliki ini sangat berbeda dengan konsepsi psikoanalisis yang menyatakan bahwa akar perasaan cinta dan memiliki adalah seksualitas. Bagi maslow, perasaan cinta dan memilikinya tidak hanya didorong oleh kebutuhan seksualitas. Namun lebih banyak didorong oleh kebutuhan akan kasih sayang. Semakna dengan definisi cinta yang dikemukakan oleh Karl Roger, bahwa cinta adalah, "keadaan dimengerti secara mendalam dan menerima sepenuh hati". Kebutuhan akan rasa cinta sangat vital bagi pertumbuhan dan perkembangan kemampuan seseorang. Jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi atau terhambat maka akan dapat menimbulkan salah penyesuaian. Haus cinta adalah bagian dari penyakit karena kekurangan, 4. Kebutuhan akan harga diri (need for self-esteem) berasal dari dua hal; Pertama, keinginan akan kekuatan, prestasi, kecukupan, keunggulan, kemampuan, dan kepercayaan diri; Kedua, nama baik, gengsi, prestise, status, kebenaran dan kemuliaan, dominasi, pengakuan, perhatian, arti penting, martabat, atau apriasi. Katagori pertama berasal dari diri sendiri, dan yang kedua berasal dari orang lain. Seseorang yang memiliki harga diri cukup akan memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi serta lebih produktif. Sementara orang yang kurang memiliki harga diri akan diliputi rasa rendah diri dan rasa tidak berdaya, yang berakibat pada keputusasaan dan perilaku neurotick.

d. Kebutuhan akan aktualisasi diri. Dorongan untuk aktualisasi diri tidak sama dengan dorongan untuk menonjolkan diri, atau keinginan untuk mendapatkan prestasi atau gengsi, karena jika demikian, sebenarnya dia belum mencapai tingkat aktualisasi diri. Ia masih dipengaruhi oleh sesuatu atau tendensi tertentu. Aktualisasi diri dilakukan tanpa tendensi apa pun. Ia hanya ingin menjadi dirinya, bukan yang lain. Meskipun hal ini bisa diawali atau didasari pemenuhan kebutuhan pada tingkat dibawahnya. Diakui oleh Maslow, bahwa untuk mencapai tingkat aktualisasi diri, seseorang akan dihadapkan pada banyak hambatan, baik internal maupun eksternal. Hambatan internal, yakni yang berasal dari dirinya sendiri., antara lain berupa ketidaktahuan akan potensi diri sendiri, keraguan dan juga perasaan takut untuk mengungkapkan potensi yang dimiliki, sehingga potensi tersebut seterusnya terpendam (Hasyim Muhammad, 2002: 70-80).

Sebagai individu yang merupakan bagian dari kelompok dan sebagai pimpinan pesantren, para kyai agaknya sulit menghindar dari lima kebutuhan tersebut di atas, maka dapat diyakini bahwa interaksi sosialnya di tengah masyarakat akan mendorong terjadinya perubahan pada pemikiran dan tindakannya sehingga memberikan warna dan perubahan pada organisasi yang dipimpinnya.

Dalam proses interaksi sosial ada beberapa faktor yang ikut mempengaruhi dan menentukan berhasil atau tidaknya interaksi tersebut. Faktor-faktor yang dimaksud adalah:

(1) The nature of the social situation. Situasi sosial itu bagaimanapun memberi bentuk tingkah laku terhadap individu yang berada dalam situasi tersebut.

(2) The norms prevailing in any given social group. Kekuasaan norma-norma kelompok sangat berpengaruh terhadap terjadinya interaksi sosial antar individu.

(3) Their own personality trends. Masing-masing individu memiliki tujuan kepribadian sehingga berpengaruh terhadap tingkah lakunya.

(4) A person's transitory tendencies. Setiap individu berinteraksi sesuai dengan kedudukan dan kondisinya yang bersifat sementara.

(5) The process of perceiving and interpreting a situation. Setiap situasi mengandung arti bagi setiap individu sehingga hal ini mempengaruhi individu untuk melihat dan menafsirkan situasi tersebut. (Slamet Santosa, 2004: 12).

Dari uraian di atas dapat diambil suatu makna bahwa Dinamika Kepemimpinan Kyai di Pesantren, adalalah gerak perjuangan yang mendorong terjadinya perubahan sikap perilaku yang dilakukan secara sengaja, terencana oleh kyai yang kemudian memberikan warna dan perubahan pada pesantren. Dinamika tersebut muncul karena desakan kebutuhan internal dan eksternal pesantren sebagai lembaga pendidikan sekaligus lembaga sosial keagamaan dan merupakan dampak dari interaksi kyai sebagai top leader pesantren.

3. Sistem Peralihan Kepemimpinan di Pesantren

Estafeta pergantian kepemimpinan yang ada di Pesantren biasanya turun-temurun dari pendiri ke anak ke menantu ke cucu atau ke santri senior. Artinya ahli waris pertama adalah anak lai-laki, yang senior dan dianggap cocok oleh kyai dan masyarakat untuk menjadi kyai, baik dari segi kealimannya (moralitas/akhlak) maupun dari segi kedalaman ilmu agamanya. Jika hal ini tidak mungkin, misalnya karena pendiri tidak punya anak laki-laki yang cocok untuk menggantikannya, maka ahli waris kedua adalah menantu, kemudian sebagai ahli waris ketiga adalah cucu. Jika semuanya tidak mungkin, maka ada kemungkinan dilanjutkan oleh bekas santri senior.

Menurut hemat penulis bahwa sistem peralihan kepemimpinan di pesantren menganut teori kekerabatan (kinship), hal itu dapat dilihat dari ciri-cirinya sebagaimana diungkapkan oleh Koentjaraningrat (1981: 109)

"bahwa kelompok kekerabatan merupakan kesatuan individu yang terikat oleh enam unsur. Pertama, sistem norma-norma yang mengatur kelakuan warga kelompok. Kedua, rasa kepribadian kelompok yang disadari oleh semua warganya. Ketiga, aktivitas-aktivitas berkumpul dari warga-warga kelompok secara berulang-ulang. Keempat, sistem hak dan kewajiban yang mengatur interaksi antara warga kelompok. Kelima, pimpinan atau pengurus yang mengorganiasikan aktivitas-aktivitas kelompok. Keenam, sistem hak dan kewajiban bagi para individunya terhadap sejumlah harta pro-duktif, harta konsumtif, atau harta pusaka tertentu".

Suksesi kepemimpinan pesantren sebagaimana digambarkan di atas, tidak hanya berlaku bagi pesantren yang berstatus sebagai yayasan, tetapi juga berlaku bagi pesantren-pesantren yang berstatus pribadi. Meskipun secara resmi sudah ada ketentuan bahwa ahli waris pendiri tidak dengan sendirinya menjadi pengganti

4. Prilaku dan Sifat Kepemimpinan Kyai

Kepemimpinan kyai di pesantren memegang teguh nilai-nilai luhur yang menjadi acuannya dalam bersikap, bertindak dan mengembangkan pesantren. Nilai-nilai luhur menjadi keyakinan Kyai dalam hidupnya. Sehingga apabila dalam memimpin pesantren bertentangan atau menyimpang dari nilai-nilai luhur yang diyakininya, langsung maupun tidak langsung kepercayaan masyarakat terhadap kyai atau pesantren akan pudar. Karena sesungguhnya nilai-nilai luhur yang diyakini kyai atau umat Islam menjadi ruh (kekuatan) yang diyakini merupakan anugrah dan rahmat dari Allah SWT.

Dalam pandangan Islam nilai-nilai luhur itu adalah Iman, Islam dan Ihsan. Setiap pemeluk Agama Islam mengetahui dengan pasti bahwa Islam tidak absah tanpa Iman, dan Iman tidak sempurna tanpa Ihsan. Sebaliknya, Ihsan adalah mustahil tanpa Iman, dan Iman juga tidak mungkin tanpa inisial Islam. (Nurcholis Madjid, 1995: 463). Ketiga kata itu satu sama lain saling mengisi, dan harus bersemayam dalam diri seorang muslim. Muslim yang bisa mengamalkan ketiga nilai luhur itu adalah muslim sejati. Sehingga dalam Iman terdapat Islam dan Ihsan, dalam Ihsan terdapat Iman dan Islam. Kalau boleh ditasybihkan (dianalogikan), Ihsan merupakan Estetika dari sebuah bangunan dengan pancangan tiang Iman dan dinding Islam yang kokoh, sehingga membentuk bangunan yang sempurna, kuat dan kokoh, indah dipandang dan nikmat dimasukinya. Rasulullah SAW. Melukiskan Ihsan dengan keikhlasan dan ketajaman mata batin sehingga tidak ada sekat antara seorang Abdi Allah dengan Khaliknya, sebagaimana sabdanya:

ÃáÇÍÓÇä åæ Ãä ÊÚÈÏ Çááå ßÃäøß ÊÑÇå ÝÇä áã Êßä ÊÑÇå ÝÇäøå íÑÇß

"Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihatnya, apabila engkau tidak bisa melihatnya maka sesungguhnya Allah melihatmu".

4.1. Perilaku Kepemimpinan Kyai

Perilaku kepemimpinan sering disebut gaya kepemimpinan (leadership style). Pada sub bab tip-tipe kepemimpinan telah dikemukakan mengenai gaya-gaya kepemimpinan. Pada bahasan ini penulis ingin lebih spesipik menyinggung perilaku atau gaya kepemimpinan yang dipergunakan oleh para pimpinan (kyai) di pesantren. Dari sekian banyak gaya kepemimpinan yang dikemukakan oleh para pakar, namun yang paling populer dan sering dibahas dan dijadikan rujukan oleh para praktisi dan peneliti hanya empat gaya kepemimpinan, yaitu; Otokrastis, Demokratis, The Laisser faire (gaya bebas), dan Situasional. Duncan Menyatakan ada tiga gaya kepemimpinan kecuali situasional, karena gaya kepemimpinan situasional sesungguhnya memilih atau menggabungkan gaya-gaya kepemimpinan otokratis, demokratis dan Laissez faire disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dapat mendukung keefektipan gaya tersebut. Model kepemimpinan berdasarkan situasi untuk efektivitas pemimpin diusulkan oleh Fred Fiedler sekitar tahu 1967. (Miftah Thoha, 2003).

Menurut Dadi Permadi (2000: 46-47) bahwa keempat gaya kepemimpinan yang sering dilpergunakan oleh para pimpinan khususnya pimpinan lembaga pendidikan adalah; Telling, Consultating, Participating dan Delegating. Keempat gaya tersebut merupakan dasar kepemimpinan situasional.

Di dalam pesantren santri, ustadz dan masyarakat sekitar merupakan individu-individu yang langsung ataupun tidak langsung dipengaruhi oleh perilaku pemimpin (kyai) tersebut.

Kepemimpinan di Pesantren lebih menekankan kapada proses bimbingan, pengarahan dan kasih sayang. Menurut Mansur (2004) Gaya kepemimpinan yang ditampilkan oleh pesantren bersifat kolektif atau kepemimpinan institusional. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa gaya kepemimpinan di pesantren mempunyai ciri paternalistik, dan free rein leadership, dimana pemimpin pasif, sebagai seorang bapak yang memberikan kesempatan kepada anaknya untuk berkreasi, tetapi juga otoriter, yaitu memberikan kata-kata final untuk memutuskan apakah karya anak buah yang bersangkutan dapat diteruskan atau tidak.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa Kyai sebagai pimpinan pesantren dalam membimbing para santri atau masyarakat sekitarnya memakai pendekatan situasional. Hal ini nampak dalam interaksi antara kyai dan santrinya dalam mendidik, mengajarkan kitab, dan memberikan nasihat, juga sebagai tempat konsultasi masalah, sehingga seorang kyai kadang berfungsi pula sebagai orang tua sekaligus guru yang bisa ditemui tanpa batas waktu. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa kepemimpinan kyai penuh tanggung jawab, penuh perhatian, penuh daya tarik dan sangat berpengaruh. Dengan demikian perilaku kyai dapat diamati, dicontoh, dan dimaknai oleh para pengikutnya (secara langsung) dalam interaksi keseharian.

Berkenaan dengan hal ini Allah SWT. Mengajarkan kepada Rasulullah SAW. Agar menjalankan kepemimpinan dengan hikmah (perkataan yang tegas dan benar) dan memberikan pelajaran yang baik serta memberikan pengarahan dengan argumentasi yang dapat diterima, sebagaimana firman-Nya dalam QS. An-Nahl :125:

ÃÏÚ ÇáìÓÈíá ÑÈøß ÈáÍßãÉ æÇáãæÚÙÉ ÇáÍÓäÉ æÌÇÏáåã ÈÇáøÊí åí ÃÍÓä

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah (perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dan batil) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik".

Menurut Nanang Fatah (1996: 91) bagaimanapun pemimpin berperilaku akan dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan, niali-nilai dan pengalaman mereka (kekuatan pada diri pemimpin). Disamping itu pemimpin harus mempertimbangkan kekuatan situasi seperti iklim organisasi, sifat tugas, tek.anan waktu, sikap anggota, bahkan faktor lingkungan organisasi.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seorang pemimpin dalam berperilaku dipengaruhi paling tidak oleh empat factor yang melatarbelakanginya. Pertama, faktor keluarga yang langsung maupun tidak langsung telah melekat pada dirinya. Kedua, latar belakang pendidikannya yang sangat berpengaruh dalam pola pikir, pola sikap, dan tingkah lakunya. Ketiga, pengalaman yang mempengaruhi kebijaksanaan dan tindakannya. Keempat lingkungan masyarakat sekitar yang akan menentukan arah yang harus diperankannya.

4.2. Sifat Kepemimpinan Kyai

Dalam kaitannya dengan perilaku yang tampak pada diri pemimpin, maka tidak terlepas dari sifat-sifat yang dimiliki oleh pemimpin tersebut. Sebab antara perilaku dan sifat yang melekat pada seorang pemimpin tidak bisa dipisahkan. Dengan demikian mempelajari perilaku pemimpin sama artinya dengan mempelajari sifat-sifat yang harus dimiliki oleh para psikologi dan pakar organisasi dalam mengkaji kepemimpinan dengan cara mengenali karakteristik sifat atau ciri-ciri pemimpin yang berhasil.

Dalam pandangan Islam Keberadaan seorang pemimpin pada suatu kelompok atau organisasi wajib hukumnya, sebagaimana Sabda Rasulullah SAW.; "Jika tiga orang berjalan dalam suatu perjalanan, angkatlah salah satu di antara mereka sebagai pemimpin." (H.R. Abu Dawud). Selanjutnya dalam riwayat lain Rasulullah SAW. Mengingatkan" Tidak diangkat seorang imam (pemimpin) di dalam atau di luar shalat kecuali untuk diikuti". Dalam Q.S. An-Nisaa: 59 perintah mentaati dan mematuhi imam (pemimpin) dinyatakan secara tegas;

íÃíøåÇÇáøÐíä ÂãäæÇ ÃØíÚæÇ Çááå æÃØíÚæÇ ÇáÑÓæ æÃæáí ÇáÃãÑ ãäßã

" Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan ta'atilah Rasul(Nya), dan ulil Amri (pemimpin) di antara kamu".

Kewajiban untuk taat dan patuh kepada pemimpin dalam pandangan Islam adalah karena ia dipilih umat dengan memiliki sifat-sifat yang terpuji (Akhlaqul karimah). Dengan demikian seorang pemimpin dalam proses kepemimpinannya tidak terlepas dari pandangan Allah dan Umat (yang dipimpinnya). Pemimpin harus memiliki tanggungjawab yang tinggi, baik dihadapan Allah maupun dihadapan manusia. Agar tanggungjawab kepemimpinannya dapat berjalan dengan baik, maka ia harus memiliki sifat-sifat yang terpuji. Rasulullah SAW. memimpin manusia dengan sifat yang mulia sehingga sifat-sifat kepemimpinannnya menjadi acuan bagi setiap pemimpin, khususnya bagi umat Islam dan menjadi Rahmat bagi seluruh alam sebagaimana ditegaskan dalam Q.S. Al-Anbiya: 107)

æãÇ ÃÑÓáäÇß ÇáÂø ÑÍãÉ ááÚÇáãíä

"Dan tidaklah kami mengutusmu (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam."

Sifat kepemimpinan Rasulullah yang sangat terkenal adalah (1) Shidiq (benar), (2) Tabligh (menyampaikan), (3) Amanah (dapat dipercaya/jujur), (4) Fathonah (cerdas). Lebih dari itu keberhasilan kepemimpinan Rasulullah adalah karena ia memiliki akhlaq yang terpuji (akhlaqul karimah).

Empat sifat kepemimpinan Rasulullah dapat dipahami dengan konteks pemahaman yang lebih luas. Maka secara umum keempat sifat tersebut akan mengantarkan siapa saja kepada keberhasilan dalam menjalankan roda kepemimpinannya. Kaitannya dengan kemajuan dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat sekaranmg ini, maka sifat-sifat kepemimpinan kyai di persantren atau pimpinan formil lainnya memiliki beban yang berat. Dengan demikian seorang pemimpin harus memiliki kelebihan dalam ilmu pengetahuan, daya tahan mental dan daya tahan fisik.

Menurut Imam Moedjiono (2002: 61-67) bahwa sifat-sifat terpuji yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin berdasarkan perspektif al-Qur'an meliputi;

(1) Bepengetahuan luas, kreatif inisiatif, peka, lapang dada dan selalu tanggap. Lihat Q.S. Al-Mujadalah: 11,

(2) bertindak adil, jujur dan konsekuen, merujuk pada al-Qur'an Surat An-Nissa: 58,

(3) Bertanggung Jawab lihat Q.S. Al-An'am: 164,

(4) Selektif terhadap informasi, surat Al-Hujurat ayat 16,

(5) Senantiasa memberikan peringatan, Qur'an Surat Adz-Dzariyat ayat 55,

(6) Mampu memberikan petunjuk dan pengarahan, Q.S. As-Sajadah: 24,

(7) Suka bermusyawarah, Q.S. Ali Imran: 159,

(8) Istiqamah dan teguh pendirian, Q.S. Al-Ahqaf: 13,

(9) Senang berbuat kebaikan, Q.S. Al-Baqarah:195,

(10) Selalu berkeinginan meringankan beban orang lain, lembut terhadap orang mukmin, Q.S. At-Taubah: 128,

(11) Kreatif dan Tawakal, Q.S. Al-Qashash: 77,

(12) mempunyai semangat Kompetitif, Q.S. Al-Baqarah: 148,

(13) Estetik, berkepribadian baik dan berpenampilan rapih, Q.S. Al-'Araf: 31,

(14) Selalu harmonis dan proporsional dalam bertindak, Q.S. Al-Baqarah: 190,

(15) Disiplin dan produktif , Q.S. Al-'Ashr.

Sifat-sifat yang disebutkan di atas, memang tidaklah mungkin dimiliki secara sempurna oileh setiap pemimpin, kecuali pemimpin yang diangkat dan ditetapkan secara langsung oleh Allah SWT. Seperti para Rasul dan para Nabi. Kenyataannya tidak sedikit pemimpin yang memiliki kelemahan dan kekurangan. Namun demikian, semakin kita mengerti dan memahami siafat-sifat kepemimpinan yang terpuji, maka dapatlah pemimpin mawas diri dengan berusaha keras meningkatkan kemampuan dan mengikis habis kekurangan dan kelemahan yang ada pada dirinya. Keinginan yang jujur untuk memperbaiki diri sendiri bagi seorang pemimpin sangatlah penting agar tidak lalai dalam menjalankan amanat yang dipikuilnya. Sebagai pemimpin ia hidup di bawah Pengawasan Allah dan Manusia. Segala yang dikatakan atau dilakukan pemimpin tidak terlepas dari pengamatan yang diteliti cermat Allah dan manusia di sekelilingnya. Tindakan dan perilaku serta ucapannya mengandung pesan, mengungkapkan makna, atau mengajarkan dan mewariskan sifat-sifat untuk melakukan sesuatu atau tidak.

Penulis: A. HAEDAR RUSLAN
Guru di PONDOK PESANTREN DARUL MA'ARIF BANDUNG

sumber: pendidikan.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar