Jumat, 22 Mei 2009

Profesionalisme Dosen antara Harapan dan Kenyataan



PENDAHULUAN

Merujuk pada UU No. 23 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan nasional, pada pasal 1 dan pasal 39 yang secara garis besar menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan tenaga pendidik adalah semua pihak yang berperan dan bertugas menjalankan pengajaran, menilai hasil belajar, penelitian, pengabdian masyarakat dan pendidikan baik sebagai guru, dosen, konselor, staf pengajar, instruktur, tentor, pelatih, widyaiswara,pamong belajar, fasilitator atau apapun sebutannya yang pada prinsipnya sama dan tidak dibedakan satu dengan yang lain.

Pekerjaan yang dilakukan oleh para pendidik adalah pekerjaan yang sangat mulia dan terhormat, walaupun masalah kesejahteraan bagi para pendidik sampai saat ini masih menjadi permasalahan utama. Jika dalam konstitusi dicantumkan cita-cita tanah air untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, maka perwujudan cita-cita luhur tersebut saat ini ditujukan bahwa pendidikan harus dapat meningkatkan daya saing bangsa menuju bangsa yang bermartabat di pentas dunia.

Memang berat mewujudkan sasaran tersebut mengingat minimnya anggaran pendidikan yang ada di APBN. Akan tetapi pendidikan tidak boleh berhenti walaupun dengan segala kemampuan energi yang seadanya. Kembali lagi tenaga pendidik sebagai salah satu pilar pendidikan harus diperhatikan dengan baik dari berbagai aspek khususnya hakhak yang dimiliki oleh para pendidik dan kesejahteraan yang patut diterima secara proporsional.

Penulis sangat setuju apa yang dikemukakan oleh para pelaku pendidikan diharian ini beberapa waktu yang lalu yang menilai bahwa kesejahteraan guru dan tenaga pendidik masih jauh dari harapan, dimana para guru dituntut agar meningkatkan kualitas pendidikan tanpa harus dibaringi peningkatan kesejahteraannya (Waspada, Senin 29/11/04). Wacana peningkatan kesejahteraan para pendidik harus harus didukung penuh oleh semua pihak khususnya pemerintah dan untuk itu artikel ini akan membuka suatu wacana kesenjangan harapan (Expectation Gap) yang dialami oleh salah satu pendidik yang bekerja diperguruan tinggi yaitu yang berprofesi sebagai dosen.

Mengenal profesi dosen

Salah satu pendidik yang menjalankan tugasnya adalah dosen. Pada kenyataannya, dosen juga sebagai guru dan pendidik, akan tetapi karena perbedaan image yang melekat pada masingmasing pendidik ini, maka seolaholah ada perbedaan yang sangat jauh antara guru dan dosen. Bagi para Guru selalu melekat image pengabdian dan pengorbanan sehingga guru dijuluki pahlawan tanpa tanda jasa sedangkan pada profesi dosen melekat image lebih elit dan memiliki status sosial yang lebih bergengsi dimasyarakat. Benarkah demikian? perlu kiranya kita mendiskusikan dalam tatanan kondisi objektif dan realitas yang ada.

Jadi, dosen harus mempunyai tanggungjawab yang besar dalam pelaksanaan proses belajarmengajar untuk membina dan mengembangkan potensi mahasiswa guna mencapai tujuan PT. Pada gilirannya lulusan PT berpengaruh besar pada masa depan bangsa. Hal ini tersurat dalam persyaratan untuk menjadi dosen, menurut UU No. 2/1989 dan PP No. 30/1990, yakni : Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME Berwawasan Pancasila dan UUD 1945. Memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar.Mempunyai moral dan integritas yang tinggi. Memiliki rasa tanggungjawab yang besar terhadap masa depan bangsa dan negara.

Untuk itu setiap dosen sudah seharusnyalah memiliki kemampuan dasar agar dapat digunakan dalam pelaksanaan kegiatan fungsional dengan baik. Kemampuan dasar yang dimaksud, menurut Soehendro (1996) adalah : kemampuan subyek, yakni kemampuan sebagai seorang ahli atau spesialis dalam disiplin ilmu yang ditekuni.Kemampuan kurikulum, yakni kemampuan untuk menjelaskan peran dan kedudukan mata kuliah yang diasuh. Kemampuan pedagogik, yakni kemampuan untuk proses pembelajaran mata kuliah yang menjadi tanggungjawabnya.

Sejalan dengan tugasnya sebagai akademik, maka dosen harus memiliki kemampuan untuk melakukan penelitian, sesuai dengan Tri Dharma PT. Dengan penelitian, dosen dapat menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan kemudian mengabdikan ilmu pengetahuannya kepada masyarakat. Guna mewujudkan semua itu, maka otonomi keilmuan, kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik dalam melaksanakan kegiatan fungsional menjadi ciri khas dan tuntutan komunitas ilmiah yang terlibat secara langsung dengan kegiatan institusi. Otonomi keilmuan merupakan hak atau kewenangan yang diberikan oleh yang berwenang atau pemerintah kepada suatu lingkungan masyarakat, himpunan atau badan resmi lain untuk menjalankan fungsinya secara mandiri selama hal itu tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku dalam masyarakat. Kebebasan akademik adalah kebebasan yang dimiliki sivitas akademika untuk secara bertanggungjawab dan mandiri melaksanakan kegiatan akademik yang terkait dengan pendidikan dan pengembangan iptek.

Kebebasan mimbar akademik berlaku sebagai bagian dari kebebasan akademik yang memungkinkan dosen menyampaikan pikiran dan pendapat di PT yang bersangkutan sesuai dengan norma dan kaidah keilmuan (PP No. 30/1990). Penyelenggaraan PT yang baik tidak mungkin terlaksana jika tidak tersedia dosen yang memiliki perilaku (pengetahuan, ketrampilan, dan sikap) dan tingkah laku (pola tindakan) yang baik dan sesuai untuk pelaksanaan fungsi pendidikan tinggi (Tri Dharma PT). Dengan kata lain untuk menjalankan fungsinya dengan baik dan berkualitas, diperlukan staf akademik yang profesional.

Banyak cara untuk menuju dosen yang profesional. Diantaranya dapat diupayakan melalui program tetap dalam pola manajemen PT itu sendiri sedemikian rupa sehingga dapat: Mengidentifikasi keperluan akan pelatihan dan studi lanjut (pasca sarjana) bagi staf akademik. Mengidentifikasi staf akademik yang harus mengikuti pelatihan dan atau studi lanjut. Mengupayakan adanya kesempatan bagi staf akademik untuk mengikuti pelatihan dan atau studi lanjut.

Secara umum ada beberapa langkah yang dapat ditempuh guna menuju terwujudnya dosen yang profesional, antara lain :

1. Melakukan kegiatan Tri Dharma PT secara seimbang dan proporsional dengan tetap menjaga kualitas masingmasing unsur dharma (memenuhi standar baku).

2. Guna mewujudkan butir (1) diatas, maka langkah utama adalah menempuh studi lanjut (S2 dan S3).

3. Memupuk minat dan mentradisikan budaya baca yang tinggi guna menimba ilmu baru dan informasi mutakhir.

4. Selalu mencari kesempatan untuk mengikuti berbagai forum ilmiah seperti diskusi, seminar, lokakarya dan sebagainya, baik sebagai penyaji materi, moderator, maupun sebagai peserta guna memperluas wawasan dan memperkaya khasanah keilmuan.

5. Menciptakan iklim akademik dan menumbuhsuburkan budaya ilmiah dengan membentuk kelompokkelompok studi atau pusat studi keilmuan, mengadakan aktivitas ilmiah sehingga tidak terjebak dalam rutinitas kerja mengajar saja, atau kegiatan sosial kemasyarakatan, organisasi dan lainlain yang masih bernuansa ilmiah.

6. Menjadikan dosen menulis makalah, artikel di majalah ilmiah, media massa maupun buku teks sebagai aktivitas keseharian disamping membaca dan berdiskusi (Menurut Francis Bacon : membaca, menulis, dan berdiskusi merupakan trilogi yang tak terpisahkan jika seseorang ingin memperkaya dan memperluas ilmu).

7. Memiliki perpustakaan pribadi yang memadai dengan membiasakan diri menyisihkan dana khusus untuk membeli buku secara rutin tiap bulan.

8. Mengikuti dan menjadi anggota organisasi profesi sesuai dengan disiplin ilmunya agar tidak ketinggalan informasi di bidang keilmuannya.

9. Mengaplikasikan ilmu dengan menghasilkan berbagai karya ilmiah, dan lainlain.

Di samping ketiga langkah strategis dalam pengembangan PT diatas, sebenarnya masih ada beberapa langkah yang harus dilakukan dalam mengantisipasi deregulasi PT yang serba kompetitif, seperti perlunya peningkatan gairah dan penciptaan budaya akademik sehingga terjadi dinamika akademik dan produktivitas ilmiah dalam bentuk publikasi karya ilmiah. Juga diperlukan jalinan hubungan kemitraan dengan berbagai institusi ilmiah lain guna meningkatkan kualitas akademik disamping menjalin hubungan kemitraan dengan dunia kerja. Namun mengingat berbagai keterbatasan yang ada, maka agenda masalah ini sementara perlu dideskripsikan lebih luas. Pada gilirannya, dengan kerja keras para dosen dan pimpinan PT yang meletakkan kebijakan dan kemitraan dengan berbagai institusi lain, baik institusi ilmiah dalam negeri, luar negeri, maupun dunia kerja, niscaya akan menumbuhkan kualitas PT itu sendiri.

KONDISI OBJEKTIF DOSEN

Setidaknya ada dua hal penting yang dapat disoroti pada realitas profesi dosen. Pertama secara umum masih banyak kelompok dosen dari sisi aktifitas hanya mengandalakan kegiatan belajar mengajar sebagai aktifitas utama, selebihnya mereka memilih mencari sampingan berbisnis atau bekerja disektor lain. Padahal masih ada kewajiban lain bagi para dosen yaitu melakukan aktifitas penelitian dan pengabdian masyarakat, akan tetapi kedua aktifitas tersebut sulit dilaksanakan dan tertinggalkan, karena mereka harus bekerja ekstra keras guna memutupi kebutuhan ekonomi. Kedua dari sisi kesejahteraan, profesi dosen juga masih banyak yang belum mendapatkan penghasilan sebagaimana yang diharapkan dengan status sosial yang tinggi dimasyarakat.

Fakta ini didukung dengan masih ditemukannya penghasilan seorang dosen dengan jumlah penghasilan dibawah Upah Minimum Propinsi (UMP), sungguh sangat tragis dan memprihatinkan. Maka timbullah pertanyaan mendasar : Mungkinkah dosen dapat profesional dengan kesejahteraan yang minim?, lantas bagaimana pula pendidikan tinggi dapat berkualitas jika dosendosen yang menjalankan tugasnya diperguruan tinggi tidak profesional? suatu kenyataan pahit bagi potret buruk pendidikan tinggi kita. Jika dibandingkan dengan negara serumpun Malaysia sangat mengagumkan penghasilan dosen yang mendapatkan kesejahteraan jauh lebih baik serta apresiasi tinggi dimasyarakat.

PENUTUP

Semua pihak diharapakan dapat memahami kesenjangan harapan (Expectation Gap), yang terjadi pada profesi pendidik khususnya dosen di republik ini. Masalah klasik yaitu kesejahteraan dosen masih menjadi masalah utama bagi dunia pendidikan tinggi. Penulis menyarankan bahwa para dosen hendaknya menyatukan langkah dan potensi yang dimiliki dengan mewujudkan solideritas dalam rangka membangun kreatifitas untuk peningkatan pemberdayaan profesi dosen guna mencapai kesejahteraan yang lebih baik dalam rangka mewujudkan profesionalisme. Sudah tidak saatnya lagi dosen terpecahpecah dan terkelompokkelompok dalam simbolsimbol yang tidak substansial. Lebih baik dosen bersatu memperjuangkan profesionalisme sesuai hak dan kewajibannya. Semoga berhasil.

Oleh: Azizul Kholis, M.Si
Dosen Universitas Negeri Medan
sumber: pendidikan.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar