Jumat, 22 Mei 2009

ANGAN SENJA GURU TK MENGGAPAI SERTIFIKASI

Prolog:


Ini kali yang ke sekian, saya diminta untuk urun rembug mengenai buah simalakama yang namanya sertifikasi. Di berbagai kesempatan saya selalu mengajak sahabat-sahabat guru untuk berpikir positif terhadap gagasan yang luar biasa digulirkan oleh pemerintah.

Harus diakui bahwa secara konseptual, penyelenggaraan sertifikasi telah memancing guru-guru untuk meningkatkan kinerjanya. Bayangan-bayangan satu kali gaji pokok seolah menjadi sebuah iming-iming yang begitu menggiurkan. Berbagai upaya pun lantas ditempuh oleh guru-guru agar bisa tersentuh sertifikasi. Dari yang mencari informasi ke dinas pendidikan, internet, bahkan ngawula kepada guru-guru yang telah lolos sertifikasi.

Hal yang menggembirakan bagi guru-guru yang ketiban sampur untuk sertifikasi adalah adanya jaminan (nyaris 99%) apabila suda termasuk kuota dan kemudian dinyatakan tidak lolos. Mereka kemudian diwajibkan ikut Diklat atau istilah kerennya PLPG selama ± 9 hari. Pada akhir PLPG kemudian ada tes yang merupakan "pengampunan" sehingga mereka dinyatakan lolos sertifikasi (berapa pun kekurangan nilainya).

Seorang teman dan asesor berkomentar miring terhadap pelaksanaan PLPG. "Buat apa PLPG kalau toh mereka harus diloloskan". Percik pemikiran sederhana ini mencoba untuk menggelitik penyelenggaraan sertifikasi dalam konteks mikro dan makro.

Content:

Konsep Dasar Sertifikasi:

Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru. Sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilakukan oleh LPTK yang terakreditasi dan ditetapkan pemerintah. Pada periode 2006 dan 2007 proses sertifikasi dilakukan dengan menelaah portofolio guru. Portofolio adalah bukti fisik (dokumen) yang menggambarkan pengalaman berkarya/prestasi yang dicapai dalam menjalankan tugas profesi sebagai guru dalam interval waktu tertentu. Dokumen ini terkait dengan unsur pengalaman, karya, dan prestasi selama guru yang bersangkutan menjalankan peran sebagai agen pembelajaran (kompetensi kepribadian, pedagogik, profesional, dan sosial). Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan, komponen portofolio meliputi: (1) kualifikasi akademik, (2) pendidikan dan pelatihan, (3) pengalaman mengajar, (4) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, (5) penilaian dari atasan dan pengawas, (6) prestasi akademik, (7) karya pengembangan profesi, (8) keikutsertaan dalam forum ilmiah, (9) pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, dan (10) penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.

Fungsi portofolio dalam sertifikasi guru (khususnya guru dalam jabatan) untuk menilai kompetensi guru dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai agen pembelajaran. Kompetensi pedagogik dinilai antara lain melalui dokumen kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial dinilai antara lain melalui dokumen penilaian dari atasan dan pengawas. Kompetensi profesional dinilai antara lain melalui dokumen kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, dan prestasi akademik.

Portofolio juga berfungsi sebagai: (1) wahana guru untuk menampilkan dan/atau membuktikan unjuk kerjanya yang meliputi produktivitas, kualitas, dan relevansi melalui karya-karya utama dan pendukung; (2) informasi/data dalam memberikan pertimbangan tingkat kelayakan kompetensi seorang guru, bila dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan; (3) dasar menentukan kelulusan seorang guru yang mengikuti sertifikasi (layak mendapatkan sertifikat pendidikan atau belum); dan (4) dasar memberikan rekomendasi bagi peserta yang belum lulus untuk menentukan kegiatan lanjutan sebagai representasi kegiatan pembinaan dan pemberdayaan guru.

Kualifikasi akademik yaitu tingkat pendidikan formal yang telah dicapai sampai dengan guru mengikuti sertifikasi, baik pendidikan gelar (S1, S2, atau S3) maupun nongelar (D4 atau Post Graduate diploma), baik di dalam maupun di luar negeri. Bukti fisik yang terkait dengan komponen ini dapat berupa ijazah atau sertifikat diploma.

Pendidikan dan Pelatihan yaitu pengalaman dalam mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan dalam rangka pengembangan dan/atau peningkatan kompetensi dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik, baik pada tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional. Bukti fisik komponen ini dapat berupa sertifikat, piagam, atau surat keterangan dari lembaga penyelenggara diklat.

Pengalaman mengajar yaitu masa kerja guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan surat tugas dari lembaga yang berwenang (dapat dari pemerintah, dan/atau kelompok masyarakat penyelenggara pendidikan). Bukti fisik dari komponen ini dapat berupa surat keputusan/surat keterangan yang sah dari lembaga yang berwenang.

Perencanaan pembelajaran yaitu persiapan mengelola pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam kelas pada setiap tatap muka. Perencanaan pembelajaran ini paling tidak memuat perumusan tujuan/kompetensi, pemilihan dan pengorganisasian materi, pemilihan sumber/media pembelajaran, skenario pembelajaran, dan penilaian hasil belajar. Bukti fisik dari sub komponen ini berupa dokumen perencanaan pembelajaran (RP/RPP/SP) yang diketahui/ disahkan oleh atasan.

Pelaksanaan pembelajaran yaitu kegiatan guru dalam\ mengelola pembelajaran di kelas. Kegiatan ini mencakup tahapan pra pembelajaran (pengecekan kesiapan kelas dan apersepsi), kegiatan inti (penguasaan materi, strategi pembelajaran, pemanfaatan media/sumber belajar, evaluasi, penggunaan bahasa), dan penutup (refleksi, rangkuman, dan tindak lanjut). Bukti fisik yang dilampirkan berupa dokumen hasil penilaian oleh kepala sekolah dan/atau pengawas tentang pelaksanaan pembelajaran yang dikelola oleh guru.

Penilaian dari atasan dan pengawas yaitu penilaian atasan terhadap kompetensi kepribadian dan sosial, yang meliputi aspek-aspek: ketaatan menjalankan ajaran agama, tanggung jawab, kejujuran, kedisiplinan, keteladanan, etos kerja, inovasi dan kreativitas, kemamampuan menerima kritik dan saran, kemampuan berkomunikasi, dan kemampuan bekerjasama.

Prestasi akademik yaitu prestasi yang dicapai guru, utamanya yang terkait dengan bidang keahliannya yang mendapat pengakuan dari lembaga/panitia penyelenggara, baik tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional. Komponen ini meliputi lomba dan karya akademik (juara lomba atau penemuan karya monumental di bidang pendidikan atau nonkependidikan), pembimbingan teman sejawat (instruktur, guru inti, tutor), dan pembimbingan siswa kegiatan ekstra kurikuler (pramuka, drumband, mading, karya ilmiah remaja-KIR). Bukti fisik yang dilampirkan berupa surat penghargaan, surat keterangan atau sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga/panitia penyelenggara.

Karya pengembangan profesi yaitu suatu karya yang menunjukkan adanya upaya dan hasil pengembangan profesi yang dilakukan oleh guru. Komponen ini meliputi buku yang dipublikasikan pada tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau nasional; artikel yang dimuat dalam media jurnal/majalah/buletin yang tidak terakreditasi, terakreditasi, dan internasional; menjadi reviewer buku, penulis soal; modul/buku cetak lokal (kabupaten/kota) yang minimal mencakup materi pembelajaran selama 1 (satu) semester; media/alat pembelajaran dalam bidangnya; laporan penelitian tindakan kelas (individu/kelompok); dan karya seni (patung, rupa, tari, lukis, sastra, dll). Bukti fisik yang dilampirkan berupa surat keterangan dari pejabat yang berwenang tentang hasil karya tersebut.

Keikutsertaan dalam forum ilmiah yaitu partisipasi dalam kegiatan ilmiah yang relevan dengan bidang tugasnya pada tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, atau internasional, baik sebagai pemakalah maupun sebagai peserta. Bukti fisik yang dilampirkan berupa makalah dan sertifikat/piagam bagi nara sumber, dan sertifikat/piagam bagi peserta.

Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial yaitu pengalaman guru menjadi pengurus organisasi kependidikan dan sosial dan atau mendapat tugas tambahan. Pengurus organisasi di bidang kependidikan antara lain: pengurus PGRI, Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), Himpunan Evaluasi Pendidikan Indonesia (HEPI), Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN), Ikatan Sarjana Manajemen Pendidikan Indoensia (ISMaPI), dan asosiasi profesi kependidikan lainnya. Pengurus organisasi sosial antara lain: ketua RT, ketua RW, ketua LMD/BPD, dan pembina kegiatan keagamaan. Mendapat tugas tambahan lain: kepala sekolah, wakil kepala sekolah, ketua jurusan, kepala lab, kepala bengkel, kepala studio. Bukti fisik yang dilampirkan adalah surat keputusan atau surat keterangan dari pihak yang berwenang.

Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan yaitu penghargaan yang diperoleh karena guru menunjukkan dedikasi yang baik dalam melaksanakan tugas dan memenuhi kriteria kuantitatif (lama waktu, hasil, lokasi/geografis), kualitatif (komitmen, etos kerja), dan relevansi (dalam bidang/rumpun bidang), baik pada tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional. Bukti fisik yang dilampirkan berupa fotokopi sertifikat, piagam, atau surat keterangan.

Sertifikasi dan Pendidikan Masa Depan:

Meminjam istilah Andrias Herefa (2001) dalam sebuah percik pemikiran tentang "Indonesia Belajarlah" bahwa pendidikan selama ini telah mengajarkan kepada kita kesesatan berpikir. Kita terbiasa atau dibiasakan melihat masa depan dengan menyejajarkan pikiran seolah kita telah belajar menjadi bangsa yang besar, padahal kita telah memasung diri sendiri dengan kebesaran yang dicapai masa lampau.

Ditambahkan oleh Mochtar Buchori (2004) bahwa sebagian dari masyarakat kita di luar kelompok akademisi yang kecil, pendidikan dan politik adalah dua hal yang berbeda dan terpisah. Pendidikan ya Pendidikan, Politik ya Politik. Jangan dicampuradukkan. Mempolitik-kan pendidikan adalah suatu hal yang tercela.

Saya sependapat dengan Suyanto (2001) bahwa optimisme para pengelola pendidikan makin besar karena tahu persis bahwa tidak seorang Kepala Daerah pun, termasuk tidak seorang pun dari kalangan anggota DPRD yang tidak pernah berskolah pada masa-masa sebelumnya. Secara emosional mereka terikat dengan lembaga pendidikan yang telah memberikan sumbangan sangat besar pada proses perjalanan karier mereka. Sedangkan Khoe Yao Tung (2002) lebih menekankan bahwa pengembangan kemampuan manusia (human capital development) merupakan hasil interaksi antar individu dan masyarakat yang memiliki peluang berpartisipasi dalam berbagai peluang yang bermakna secara khusus dalam konteks tertentu.

Lainnya halnya dengan Sudarwan Danim (2006) bahwa agenda utama pendidikan adalah proses memanusiakan manusia menjadi manusia. Proses itulah yang disebut dengan pemanusiaan yakni proses membentuk manusia menjadi insan sejati yang dipandang sebagai manusia dewasa sejati dan sarat dengan tampilan nilai-nilai kemanusiaan.

Bagaimana dengan bingkai sertififikasi? Dalam tataran ideal, proses penyelenggaraan sertifikasi tentu berorientasi pada pendidikan masa depan yakni pendidikan yang memberikan kesempatan seseorang untuk membangun dan mengembangkan kompetensi yang dimiliki secara holistik. Apa yang dapat disumbangkan oleh guru-guru yang sudah tersertifikasi? Mungkinkah, pemerintah (baca:penyandang dana) mampu meneruskan pemberian reward satu kali gaji pokok secara berkesinambungan? Jika seeandainya terbukti bahwa guru-guru yang sudah tersertifikasi tidak dan atau belum menunjukkan kualitasnya, apa yang harus dilakukan stakeholders pendidikan? Apakah model portofolio sudah cukup efektif untuk memberikan "cap" kinerja bagi guru-guru?

Jika pemerintah kita memang "kaya" dan melihat proses PLPG, sebenarnya ada semacam politik pendidikan yang didesain untuk mengecoh konsentrasi. Simak saja, politik pendidikan kita dalam kurikulum yang bagai piala bergilir, manajemen berbasis sekolah, pendidikan kecakapan hidup, broad based education, education for all, dana BOS, sertifikasi, UASBN, dan politik pendidikan yang digulirkan untuk mengurai konsentrasi guru dalam proses pembelajaran.

Beruntung dalam tataran Filsafat Jawa, guru-guru kita merupakan pribadi yang baik dan cenderung sendhika dhawuh. Seperti dalam pupuh tembang Mijil: "Dedalane guna lawan sekti, Kudu andhap asor, Wani ngalah luhur wekasane, Tumungkula yen dipun dukani, Bapang den simpangi, Ana catur mungkur"

Fenomena Aktual:

Teman saya yang mendapat satu kali gaji pokok tempo hari (rapel 3 bulan) lantaran lolos sertifikasi begitu "bernafsu" untuk menggelar pesta kecil-kecilan. Semua teman-teman seperjuangan diundang untuk makan bersama sambil ngudarasa tentang berbagai fenomena aktual di bidang pendidikan. Saya yang datang agak terlambat karena diprotes si kecil lantaran sering tidak bisa menemani bermain, juga turut merasakan "bancakan" sertifikasi.

Saya jadi teringat sebuah buku yang sudah lama saya beli namun baru sempat membaca minggu lalu. Buku yang gambarnya gelas yang setengah kosong setengah isi tersebut mengilhami saya untuk memaknai kehidupan dalam konteks sertifikasi guru secara holistik. Kata sahabat saya Parlindungan Marpaung (2007) si pengarang bahwa dalam sebuah kehidupan, cara kita memandang orang lain akan sangat mempengaruhi bagaimana hubungan kita dengan orang tersebut selanjutnya. Ada saja orang yang berkutat pada sisi negatif orang lain dibandingkan potensi-potensi yang masih dimilikinya. Masih ada juga segelintir orang yang lebih suka menceritakan "gelas kosong" orang lain daripada "gelas isi" dirinya. Begitu pula cara kita memandang sertififikasi guru.

Ada sejumlah konsekuensi logis manakala kita (baca: guru) telah lolos sertifikasi dan kepadanya mendapatkan tunjangan satu kali gaji pokok. Konsekuensi logis itu di antaranya: pertama, kinerja guru harus lebih meningkat. Kedua, meningkatnya kompetensi guru baik pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial secara holistik yang direfleksikan dalam pembelajaran yang inovatif dan senantiasa menindakkritisi segala bentuk fenomena aktual dalam bidang pendidikan.

Ketiga, memiliki karakteristik sebagai guru profesional, yakni menguasai kurikulum dan perangkatnya, menguasai materi setiap materi pelajaran, menguasai metode dan teknik evaluasi, memiliki komkitmen yang tinggi terhadap tugasnya, dan memiliki disiplin dalam arti luas. Keempat, lebih arif dan bersahaja dalam pikiran, ucapan, dan tindakan serta dapat menjadi teladan bagi guru biasa yang belum tersentuh sertifikasi, dan kelima mampu melaksanakan self evaluation dalam melaksanakan tugas pokok guru.

Berbagai sumber baik teoretis dan empiris menunjukkan bahwa keberhasilan seorang guru lolos sertifikasi ditentukan oleh ketekunan dan kesungguhan guru dalam mempersiapkan segala sesuatu yang terkait dengan proses sertifikasi. Jika diramu hal-hal yang perlu ditindakkritisi adalah: 1) pahami benar petunjuk pelaksanaan sertifikasi sehingga Anda tidak salah dalam memaknai. Anda dapat meng-update di internet dengan alamat: (www.depdiknas.com) www.sertifikasi. org.com) 2) berdiskusi dengan teman sejawat untuk memperoleh pemahaman yang holistik, 3) menjalin team work akan memudahkan untuk menyiapkan dokumen, 4) kumpulkan "semua" dokumen yang terkait dalam komponen penilaian, dan 5) upayakan data pendukung bila Anda merasa mengikuti aktivitas tetapi "bukti fisik" hilang atau tak terdokumenkan.

Lepas adanya sisi negatif penyelenggaraan sertifikasi seperti: 1) adanya kecemburuan sosial di kalangan guru, 2) adanya rasa kurang handarbeni pada guru-guru yang tidak sertifikasi, 3) akan muncul kembang lambe setiap kegiatan tertentu terhadap guru-guru yang lolos sertifikasi, 4) berbondong-bondongnya guru untuk mengikuti diklat, seminar, dan sejenisnya, dan 5) tergeraknya guru untuk studi lanjut lantaran "terpaksa", dan sebagainya. Stakeholders pendidikan perlu menyambut baik upaya pemerintah dan tetap memberikan saran dan masukan penyelenggaraan sertifikasi di masa datang agar lebih berkualitas dan profesional.

Yang tidak kalah krusialnya adalah memikirkan guru-guru yang belum memiliki kualifikasi S1, bagaimana "nasib" mereka dalam konteks sertifikasi. Data yang saya peroleh dari Dinas P dan K Jateng (2007) tentang tingkat pendidikan dan status kepegawaiannya diperoleh keterangan bahwa jumlah guru TK PNS/Non PNS seluruhnya 174.429 orang, dengan rincian yang sudah berkualifikasi S1 sebanyak 18.768 (11%) orang sedangkan yang belum S1 sejumlah 155.661 (89%) orang. Mungkinkah ada pemikiran sertifikasi bagi guru-guru yang berkualifikasi SPG, D2 dan setingkatnya dengan aturan-aturan khusus? Bagaimana pula dengan penentuan guru-guru yang mendapat giliran sertifikasi? Apakah dimungkinkan ada KKN?

Epilog:

Setelah melewati kesombongan, tidak lagi tergoda berlebih oleh sebutan berhasil, kemudian dipanggil-panggil oleh keheningan, timbul pertanyaan kecil: apa yang bisa ditemukan dalam keheningan? Sebuah pertanyaan wajar di zaman seperti ini. Terutama ketika keraguan menjadi penghalang pemahaman di sana-sini. Tentu keraguan tidak selalu jelek, kerap manusia direm sebentar oleh keraguan, dinyalakan lampu kehati-hatian juga oleh keraguan (Gede Prama, 2006). Namun jujur harus diakui, bila masih ada keraguan itu tanda-tanda manusia masih jauh dari keheningan.

Senja tetap saja senja. Ia akan selalu memberi senyum pada guru-guru yang dengan ikhlas "sepi ing pamrih rame ing gawe", menyemaikan tunas-tunas muda harapan bangsa. Kehidupan ini ibarat jalan satu arah. Seberapa banyak pun perubahan rute yang Anda tempuh, tidak sattu pun akan membawa Anda kembali. Begitu Anda mengetahui dan menerima hal itu, kehidupan akan tampak menjadi jauh lebih sederhana.

Semoga Bermanfaat!

Senjakala (kala kesunyian jadi teman sejati)

Penulis: Trimo,S.Pd.,M.Pd.
Dosen di IKIP PGRI Semarang

sumber: pendidikan.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar