Kamis, 28 Mei 2009

Mencegah dan Mengatasi Krisis Anak Melalui Pengembangan Sikap Mental Orang Tua

Oleh: T.A. Tatag Utomo

Satu
Pendahuluan
Kegagalan Orang Tua dalam Mendidik Anak, Berarti Kegagalan dalam Membangun Bangsa yang Besar

1.1. Indonesia: Sudah Jatuh Tertimpa Tangga Pula

Sial betul nasib bangsa ini. Sudah dilanda krisis ekonomi berkepanjangan, permasalahan-permasalahan pelik lainnya terus membayangi seperti: elit politik terus bertengkar memperjuangkan ambisi pribadi atau paling banter ambisi kelompok politiknya, bencana dating silih berganti, kemiskinan dan pengangguran terus membesar presentasenya, jumlah anak putus sekolah, terlantar dan kekurangan gizi juga bertambah terus, perkelahian, tawuran dan kerusuhan masih kerap terjadi, kekejaman yang di luar batas kemanusiaan juga terus berlanjut.
Mungkin saja memang banyak provokator bertebaran, atau ada bangsa lain yang ingin menjatuhkan Indonesia. Tetapi sebenarnya, manusia Indonesia sendirilah penyebab semua ini terjadi. Dan mungkin juga termasuk Anda dan saya sendiri. Para ‘manusia’ inilah yang dengan segala ketidakbenaran, ketidakbecusan dan ketanpaberpikirannya (thoughtlessness) menjalankan kehidupan bangsa di dalam segala sector komponenya.
Yang harus disadari adalah para pelaku politik, pemerintahan, dll adalah ,anusia Indonesia yang berasal dari manusia kecil yang disebut anak-anak. Apa yang salah, atau… adakah sesuatu yang menyebabkan mereka menjadi manusia dewasa ‘bingung’ sebagai pelaku segala sector kehidupan ini, sehingga bangsa ini juga menjadi bangsa ‘bingung’?
Kalau seorang manusia dewasa sebagai pelaku kehidupan suatu bangsa berjalan bingung, linglung, tidak tahu tata karma, mau menang sendiri, senang korupsi, bengis dan kejam, maka bukanlah tidak mungkin mereka mengikuti pakem atau pola tertentu dari sono-nya.
Siapakah pembuat pakem itu, atau siapakah yang merupakan air cucuran atap yang bingung dan linglung seperti itu? Ya. Jelas dan tegas! Sebetulnya pembuat pakem “air cucuran atap” itu adalah manusia dewasa sebelumnya yang ikut membidani lahirnya manusi9a-manusi baru penerus bangsa. Siapakah manusia dewasa sebelumnya itu? Manusia dewasa sebelumnya itulah para ORANG TUA. Para bapak-ibu kita dan juga kita sebagai orang tua yang menjadi pilar dan pelaku segala segi kehidupan bangsa ini.

1.2. Peran Orang Tua sebagai ‘Manusia Dewasa Sebelumnya’ dalam Membentuk Anak sebagai ‘Manusia Dewasa kemudian’ dengan Karakter yang Kuat

Kalau menilik teori dari John Locke (seorang filsuf Inggris yang hidup pada tahun 1632 sampai 1704), maka seorang anak yang baru dilahirkan seperti “tabula rasa” yang merupakan selembar kertas putih kosong dan dapat dicoret-coret sekehendak hati orang tuanya. Dia dapat digambari rupa iblis, malaikat, hal-hal kebaikan atau kejahatan. Anak atau kertas itu dapat pula dilukis tentang hal-hal konkret untuk kepribadiannya (maka jati dirinya menjadi jelas), atau hal-hal yang absurd (jati dirinya menjadi tidak jelas) untuk kehidupannya.
Memang jelas ada factor-faktor lain yang menyebabkan seorang anak menjadi mursal. Memang banyak factor eksternal yang membuat anak tumbuh dewasa, tetapi dengan kematangan pribadi yang tanggung dan berkarakter lemah. Tetapi justru di situlah letak kunci permasalahannya. Karena begitu banyak factor eksternal yang bergentayangan di sekitar anak dan bisa membuat matanya bias memilih mana yang baik dan tidak baik, maka kita sebagai orang tua harus mempunyai pakem tertentu yang universal, tak lekang dimakan zaman dalam urusan mendidik anak.
Mengapa demikian? Sebab, sadar tidak sadar… kegagalan kita – orang tua – dalam mendidik anak (apalagi pada masa TK dan SD-nya) bukanlah urusan sepele. Ini urusan maha besar. Anak mungkin saja tetap beranjak dewasa, tetapi menjadi sosok manusia yang mempunyai pola berpikir kacau, bersikap mental negatif, dan berkarakter lemah. Kalau suatu bangsa didominasi oleh manusia-manusia seperti ini… mau jadi apa bangsa ini? Tidak mungkin bisa besar. Bangsa itu akan tetap menjadi bangsa inferior.

1.2.1. Masalah Tata Krama yang mulai Mengendur
Bangsa Indonesia, seperti kita sering dengar dalam pelajaran sejarah, terkenal dengan keramahtamahan orangnya, lembut pekertinya, di mana sikap seperti ini jarang dijumpai di Negara lain. Bagaimana tidak disebut ramah, wong bangsa Indonesia senang saling bertegur sapa atau mengucapkan salam satu sama lain jika bertemu.
Tetapi… jangan-jangan itu semua cerita zaman dahulu. Sekarang? Ehm..ehm..ehm..sikap-sikap seperti itu mulai langka. Yang ada adalah malas bertegur sapa dengan orang lain jika bertemu (bahkan sebetulnya kenal!), pura-pura cuek. Atau bahkan bersikap acuh tak acuh dengan gaya ABG, yaitu bersikap EGPCC (Emang gue pikirin cuih-cuih..).
Mengapa ketatakramaan manusia Indonesia sekarang memudar? Tata karma yang kita agung-agungkan sebagai kehebatan bangsa sejak zaman dulu bisa sangat merosot kualitasnya. Tata karma yang sesungguhnya membedakan kualitas relasi horizontal antarasesama manusia dan relasi horizontal di antara hewan-hewan.
Mengapa? Jangan-jangan memang… kita tidak terdidik dengan tata karma yang baik dalam keluarga kita. Jadi? Jangan-jangan pula, KITA SEBAGAI ORANG TUA ATAU ORANG TUA KITA tidak mampu memberi pendidikan tata karma kepada anak-anaknya! Jangan-jangan, kita malah mendidik anak kita dengan ketatakramaan yang palsu (hanya bertata karma baik dengan orang yang akan menguntungkan kita) atau malah mendidik untuk mengabaikan tata karma dengan mengutamakan kepentingan diri sendiri dalam relasi horizontal manusianya.

1.2.2. Masalah Disiplin yang Jeblok
Ini adalah masalah menyedihkan yang terjadi di depan mata kita. Lihat bagaimana sampah berserakan di mana-mana, dari jalan raya, tempat umum, sampai di halaman Istana Negara. Lihat saja bagaimana orang dengan seenaknya saling selobot di jalan raya, atau ketika bergiliran membayar karcis tol, tidak mau antri dengan tertib. Masih ditambah pula dengan membuang karcis tolnya di jalan. Intip sedikit kamar mandi/kamar kecil. Tempat penting satu ini hamper selalu dalam keadaan mengenaskan, khususnya di kantor-kantor pemerintah, departemen, tempat public, terminal. Kotor, jorok, dan menjijikkan.karena petugas kebersihannya malas dan pengguna kamar mandi tidak disiplin dalam menjaga kebersihan. Dan masih banyak contoh indisipliner warga bangsa ini lainnya.
Mengapa banyak terlihat sikap-sikap indisiplin masyarakat seperti ini dalam kehidupan sehari-hari di sekitar kita? Sekali lagi, jangan-jangan… kita semua tidak terbiasa bersikap disiplin dalam keluarga, karena KITA SEBAGAI ORANG TUA, ATAU ORANG TUA KITA TIDAK BISA MENANAMKAN DISIPLIN KEPADA ANAKNYA. Atau, jangan-jangan pula kita sebagai orang tua malah memberi teladan kepada anak untuk hidup seenaknya saja, menurut sekehendak hati, tanpa batasan!

1.2.3. Masalah Rasa Memiliki Aset Publik
Apakah kita tidak merasa sedih melihat kondisi bus kota, kereta api, telepon umum, taman kota, lampu jalan, papan penunjuk jalan raya? Semua itu hamper sebagian besar berada dalam keadaan menyedihkan.
Bagaimana tidak. Bus kota penuh dengan coretan-coretan nama sekolah, kata-kata kotor pada badan bus atau pada tempat duduknya. Kereta api juga setali tiga uang. Hamper semua kondisi kereta menyedihkan, tidak aman dan nyaman, termasuk KRL-nya. Kereta yang baik kondisinya hanya kereta-kereta penumpang terbaru, terutama kelas eksekutif.
Telepon umum. Telepon umum termasuk benda yang bernasib paling apes di Indonesia karena paling banyak dicorat-coret, dijebol, dirusak dan diusili. Taman kota, lampu jalan dan papan penunjuk jalan raya dalam kondisi menyedihkan. Situasi taman kota juga berantakan, sampah dimana-mana, tumbuhan terengah-engah mempertahankan kehidupannya karena kurang makanan, air dan sering dijambaknya dedaunan dan ranting oleh tangan-tangan manusia.
Masih dengan pertanyaan yang sama: Mengapa masyarakat kita bisa tidak mempunyai rasa memiliki asset public? Padahal, mereka sebenarnya membutuhkannya. Masih sama pula jawabannya, yaitu jangan-jangan, PARA ORANG TUA KITA, ATAU KITA SEBAGAI ORANG TUA TIDAK BISA MENANAMKAN SIKAP UNTUK IKUT MERAWAT ASET PUBLIK. Atau jangan-jangan yang ditanamkan adalah sikap: “Aaaah… bukan punya saya ini, buat apa pusing.”

1.2.4. Masalah Tawuran
Ini adalah salah satu hal yang juga mempermalukan bangsa Indonesia sebagai suatu bangsa. Entah tawuran pelajar, tawuran antar kampung, atau tawuran antar desa. Segala imbauan, saran, masukan dan permohonan dari pemuka agama, tokoh masyarakat dan pejabat pemerintah agar mereka menghentikan tawuran tak pernah didengar. Jadi dipikir-pikir, para petawur ini memang sudah MENEMPATKAN DIRINYA SEBAGAI BINATANG YANG TIDAK MEMPUNYAI AKAL BUDI LAGI karena sudah bebal dan tidak bisa dinasehati lagi.
Pertanyaan membosankan diajukan lagi. Mengapa manusia-manusia kita gampang melakukan tawuran? Mungkin memang banyak factor eksternal atau factor predisposisinya. Namun, kalau direnungkan sampai nurani terdalam, jangan-jangan KITA, PARA ORANG TUA ATAU ORANG-ORANG TUA KITA MEMANG GAGAL MENDIDIK PERILAKU HIDUP DAMAI DI MASYARAKAT. GAGAL PULA DALAM MENANAMKAN RASIONALITAS MENYIKAPI ISU, GOSIP ATAU MASALAH.

1.2.5. Masalah Kerusuhan
Yang satu ini memang prestasi bangsa Indonesia yang tidak mengenakkan. Bangsa-bangsa luar negeri malah sampai mencap kita sebagai bangsa “tak beradab” atau “barbarian” karena tega berbuat sadis, bengis, liar dan tak berprikemanusiaan dalam aksi-aksi kerusuhannya. Frekuensi, intensitas dan bahkan korban jiwa, materiil dan immaterial sudah sangat banyak. Pertanyaannya juga masih sama, yaitu mengapa bangsa Indonesia yang berbudi luhur nan mulia itu bisa sampai berbudaya rusuh?
Sekali lagi, ada banyak faktor, termasuk provokator, kelompok status quo, dan preman yang takut kehilangan kekuasaannya yang mengompori rakyat untuk berbuat rusuh. Tetapi kalau diresapi sampai dalam, sampailah kita kepada jawaban bahwa jangan-jangan KITA SEBAGAI ORANG TUA, ATAU PARA PARA ORANG TUA KITA GAGAL MENANAMKAN KEPADA ANAKNYA SIKAP-SIKAP SEPERTI:
· Sikap menghargai perbedaan-perbedaan di antara masyarakat,
· Sikap saling menyayangi orang lain atau sesama,
· Menghayati agama bukan hanya sampai pada kulitnya, tetapi sampai pada hakikatnya,
· Sikap mau berpikir panjang sebelum bertindak, dan sebagainya.

1.2.6. Masalah kebebasan yang Kebablasan (Terlalu jauh dari yang dimaksud)
Barangkali yang satu ini gara-gara orang tua yang bersikap tidak pernah mau menerima perbedaan pendapat dari anaknya. Sadar atau tidak sadar, anak terlatih menjadi sosok pribadi yang tidak bisa menerima perbedaan pendapat dari orang lain (karena meneladani sikap orang tuanya tadi). Anak menganggap orang yang berbeda pendapat dengan dirinya sebagai musuh yang harus diberantas.
Atau, para ORANG TUA TIDAK PERNAH MENANAMKAN TENTANG KEPENTINGAN BANGSA DAN NEGARA YANG LETAKNYA DI ATAS KEPENTINGAN PRIBADI, GOLONGAN ATAU KELOMPOK.

1.2.7. Masalah kebiadaban di Luar Kerusuhan
Entah karena alasan pa, bangsa ini semakin menjadi bangsa beringas. Tidak ada kerusuhan pun, nyawa kita semua bisa terancam hilang karena teriakan, “Copet!” atau “Maling motor!” Mengeroyok, menganiaya sampai luka parah, hingga membakar korban yang masih hidup, sekarang mulai banyak ditemukan di bumi pertiwi ini.
Terlebih lagi, massa yang terdiri dari orang dewasa dan anak muda bahkan remaja dengan gembira dan bersorak melihat tubuh tersangka kejahatan kelojotan meregang nyawa karena dibakar hidup-hidup. Pantas kalau dikatakan bahwa iblis sudah tidak punya kerjaan lagi di Indonesia, tidfak ada lagi yang harus dibisiki untuk berbuat jahat karena jangan-jangan kita semua sudah menjadi murid iblis!
Karena itu, lagi-lagi kali ini KITA SEBAGAI ORANG TUA ATAU PARA ORANG TUA KITA harus sungguh-sungguh mawas diri karena jangan-jangan kerena didikannya, maka kita menjadi manusia-manusia yang “haus darah”.

1.2.8. Masalah Korupsi
Salah satu penyakit bangsa Indonesia yang paling tua dan paling sukar diberantas adalah korupsi. Jangan-jangan penyakit ini sudah ada sejak zaman Majapahit, Sriwijaya, Mataram atau Mataram kuno. Masalahnya adalah korupsi ini bukannya semakin lama semakin menurun, tetapi malah mempunyai tendensi semakin menanjak frekuensi dan intensitasnya.
Mengapa ini bisa terjadi? Lagi-lagi... jangan-jangan, sejak dahulu, orang tua sudah menanamkan bahwa yang terpenting adalah uang. Yang segalanya adalah uang. Jadi, perolehan uang sebanyak mungkin untuk mengangkat derajat sosial kita, bagaimana pun caranya. Jadi, para orang tua kita atau kita sebagai orang tua salah mendidik dalam menyikapi uang.

1.2.9. Masalah Keterampilan Berbahasa
Bangsa Indonesia mempunyai kemampuan berbahasa yang sangat rendah. Kalau seorang anak Indonesia ditanya sesuatu ditanya yang mempunyai jawaban ya atau tidak, maka ia akan menjawab denagan ya atau tidak saja tanpa mampu memberikan alasan yang lebih jauh lagi.
Padahal, kalau mau jujur, kita mempunyai modal bahasa Indonesia yang juga merupakan salah satu bahasa terbaik di dunia. Mengapa demikian? Karena tata bahasanya sederhana, tidak banyak tingkatan-tingkatan untuk menunjukkan perbedaan usia, status sosial ekonomi, atau hubungan keluarga dan lain-lain.
Apa sebabnya bisa terjadi? Lagi-lagi... mungkin orang tua kurang memperhatikan masalah pemakaian bahasa ini pada anak atau bahkan mengabaikan sama sekali karena tersisih dengan berbagai persoalan pelik untuk menyiasati kehidupan.

1.2.10. Masalah Gemar Membaca dan Gemar Perpustakaan
Minat masyarakat atau siswa dalam keinginan untuk memanfaatkan perpustakaan masih sangat rendah. Keberadaan perpustakaan hanya dianggap sebagai vitamin tambahan, yang boleh ada dan boleh tidak. Karena itu, dengan peminat, anggota atau pengunjung yang sedikit, perpustakaan yang ada di Indonesia sulit untuk maju. Padahal, suatu bangsa dikatakan besar kalau mempunyai perpustakaan yang maju.
Sebetulnya, siapakah pihak yang harus merangsang seseorang senang membaca mulai dari masa kanak-kanak? Jelas. Jawabannya adalah orang tua. Mulai dari kecil dan buku-buku kecil yang tidak berat dan menyenangkan. Karena itu, kalau anak-anak kita sampai menjadi manusia dewasa yang malas membaca, pertama-tama yang salah adalah kita sebagai orang tua.

1.2.11. Masalah Kepedulian Lingkungan Hidup

Bangsa kita adalah bangsa yang kurang bisa menghargai dan menyayangi (apalagiu mencintai) lingkungan, terutama lingkungan tumbuh-tumbuhan yang ada. Salah siapa? Mungkin salah banyak pihak, tetapi yang jelas para orang tua berperan besar mendidik anak-anaknya untuk tidak mencintai lingkungan hidup. Lihat saja, berapa orang tua yang marah kalau anaknya menarik ranting pohon sampai patah, mencabut pohon muda atau merobek daun-daunnya? Terlihat juga bagaimana orang tua mendiamkan anaknya yang membuang sampah sembarangan dengan alasan, “Ah biarlah... dia kan masih kecil.”
Karena itu, pantaslah kalau sungai kita penuh dengan sampah dan zat-zat pencemar, taman-taman kota rusak tumbuhan dan tanamannya, udara kota dipenuhi asap pembakaran sampah yang ditumpuk berlebihan, jalan tol yang dipenuhi kertas bekas pembayaran, dan sebagainya. Pantas, karena sedari kecil, jangan-jangan kita semua memang tidak pernah dididik untuk mencintai lingkungan hidup.

1.3. Apakah Orang Tua Harus Sempurna dalam Mendidik Anaknya?

Kalau pertanyaan yang dilontarkan demikian, maka cukup sulit untuk menjawabnya. Apalagi kalau ukuran kesempurnaannya adalah Tuhan, repot. Namun, kalau ukuran kesempurnaannya adalah kesempurnaan manusia, maka jawabannya masih mungkin.
Atau mungkin ada pertanyaan lagi, “Apakah mungkin kita menjadi orang tua yang super, segala tahu tentang semua aspek kehidupan anak sehingga dapat mendidiknya dengan tepat? Padahal, dengan cepatnya zaman berubah, sering kali orang tua ketinggalan informasi untuk diberikan kepada anak.”
Sekali lagi buku ini tidak bermaksud untuk membuat orang tua menjadi super dan segala tahu, tetapi berusaha untuk merangsang mereka mau mengembangkan sikap mental ke arah yang lebih positif, berpikir sampai akar permasalahan dan mendidik anaknya dengan setepat mungkin, dengan memegang prinsip-prinsip universal yang sederhana. Dengan demikian, anak akan tumbuh dan berkembang secara optimal menurut hidup dan cita-citanya sendiri sehingga dapat dibanggakan.

Dua
Pengertian-Pengertian Dasar Tentang Sikap dan Mental Orang Tua dalam Mendidik Anak

2.1. Definisi Sikap Mental
Sikap Mental adalah:
“Konsepsi perilaku yang muncul dari jiwa seseorang sebagai reaksi atas dasar situasi yang mempengaruhinya.”
Sering kita beranggapan bahwa yang harus dijunjung tinggi kehormatannya adalah orang tua kita, atau orang-orang yang usianya jauh di atas kita. Padahal, yang harus dijaga kehormatannya adalah semua orang, baik yang usianya di atas atau di bawah usia kita, termasuk anak kandung! Kehormatan dan kewibawaan anak juga harus dijaga agar ia tidak merasa dipermalukan dan dilecehkan, dan malah bukannya menurut, tetapi meneruskan sikap perlawanannya.
Jadi sebuah masalah tampaknya sederhana. Namun, sebenarnya, tidak sesederhana yang kita kita bayangkan. Kita mesti berpikir dalam untuk mencari penyebab masalah itu, yang bisa terdiri dari berbagai macam variabel. Penyelesaiannya juga sungguh-sungguh berbeda.

2.2. Pengaruh Sikap Mental terhadap Kualitas Anak
Semua orang tua pasti mempunyai cita-cita agar anaknya menjadi orang yang lengkap dalam kehidupannya. Pintar, baik, disenangi orang banyak, terampil dan bahagia. Syukur-syukur dapat jabatan tinggi, bisa punya gaji tinggi atau bahkan menjadi orang kaya di kemudian hari.
Agar anak menjadi manusia yang lengkap kualitasnya, menjadi manusia yang dapat berguna kepada keluarga, bangsa dan negara, maka ada tiga elemen penting yang harus sama-sama diperhatikan dengan seimbang. Elemen tersebut adalah kualitas teknis atau keterampilan, kualitas fisik, dan kualitas sikap mentalnya. Jadi, sebisa mungkin anak bisa mempunyai keterampilan yang tinggi, pengetahuan yang baik, berwawasan luas, sehat jasmani dan rohani, serta sikap mentalnya baik.
Terbukti bahwa kualitas terpenting dan terutama dalam diri sang anak adalah sikap mental, bukan kualitas fisik dan tekniknya. Terbukti pula pepatah lama yang megatakan, “Karena nila setitik, rusak susu sebelanga.” Kalau anak kita menjadi pecandu narkoba, padahal sebetulnya dia anak yang tampan dan pandai, maka peribahasa itu dapat diubah menjadi: “Rusak kepandaian dan wajah nan elok karena setitik.”

2.3. Pengaruh Sikap Mental terhadap Budaya Keluarga
Apakah memang ada pengaruhnya? Jangan salah sangka. Sikap mental ialah sesuatu yang sangat sepele, bahkan sering diabaikan karena tampak terlalu sepele bisa berakibat dahsyat di keluarga.
Sikap mental anggota keluarga merupakan dasar dari pembentukan budaya keluarga. Sikap mental negatif yang dilakukan seseorang bisa menjadi budaya negatif keluarga jika sikap itu akhirnya diikuti dan dilakukan sebagian besar atau lebih celaka lagi lagi oleh seluruh anggota keluarganya. Begitu juga sikap mental positif seorang anggota keluarga dapat menjadi budaya positif keluarga, kalau sebagian besar anggota keluarga, atau syukur-syukur kalau seluruh anggota keluarga meneladani dan mengikutinya.


2.4. Pengaruh Sikap Mental terhadap Budaya Bangsa
Dengan pola yang persis sama dalam pembentukan budaya keluarga tadi, terbentuk pulalah budaya yang lebih luas lagi scope-nya, yaitu budaya bangsa. Kalau bangsa Indonesia dikenal sebgai budaya ramah tamah (walaupun sekarang mulai menjadi sikap langka dalam masyrakat), hal ini dikarenakan dalam masing-masing keluarga kita ada budaya ramah tamah. Tetapi kalau budaya bangsa Indonesi8a dikenal sebagai budaya malas membaca, maka sadar atau tidak sadar dari dalam keluarga kita telah terbangun budaya malas membaca.
Jadi, jangan main-main. Sikap yang dibiasakan sejak kecil dalam keluarga, ternyata bisa menjadi budaya bangsa. Apalagi kalau sikap yang ditanamkan dalam keluarga ternyata juga ditanamkan dan dilakukan oleh jutaan keluarga lain di seluruh negeri ini.
Dengan demikian, terbukti bahwa sikap mental merupakan awal terbentuknya budaya suatu bangsa, baik budaya yang positif atau budaya yang negatif!

2.5. Sekilas tentang Keunggulan Komparatif Bangsa Indonesia
Sekarang kita akan melihat bahwa sesungguhnya bangsa Indonesia adalah bangsa yang luar biasa. Mengapa? Karena keunggulan komparatifnya yang hebat. Sedikit penjelasan saja bahwa keunggulan komparatif adalah: Keunggulan yang tampak ketika kita diperbandingkan dengan pihak lain. Apa sajakah keunggulan komparatif kita itu? Akan dijelaskan sebagai berikut

2.5.1. Mengenai Ideologi Pancasila
Berbicara mengenai ideologi, kalau mau jujur, tidak ada ideologi terbaik seperti milik Indonesia, yaitu Pancasila. Inilah ideologi luhur yang hebat, mampu merangkul semua kepentingan, aspirasi dan berbagai lintas SARABBJSEK (Suku, Agama, Ras, antar golongan, Bahasa, Budaya, Jabatan, Sosial, Ekonomi dan Kelas).
Kalau kita menyetujui bahwa Pancasila memang hebat, maka gunakanlah ideologi ini sebagai dasar membangun bangsa besar yang hebat. Kalau mungkin tidak setuju terhadap pelaksanaan P4-nya, pelaksanaanya itu yang harus diubah, sehingga konsep yang diajarkan mengena dan membenahi pengajarnya, agar tingkah laku pengajarnya dapat diteladani. Namun, Pancasila-nya sendiri jangan diutak-utik, karena bagaikan masakan, komposisinya sudah terasa amat pas.

2.5.2. Heterogenitas Penduduk
Sebuah kekuatan dapat saja mempunyai dua aspek yang saling bertolak belakang, sebagai kekuatan sekaligus juga bisa sebgai kelemahan. Dalam hal ini, heterogenitas penduduk bisa merupakan kelemahan sekaligus kekuatan. Mengapa? Di stu sisi, kalau kita sebagai komponen masyarakat saling mengedepankan keberbedaan kita satu sama lain, maka yang ada pertentangan bodoh seperti yang kita alami sekarang ini. Tetapi kalau kita menghayati bahwa dengan perbedaan, kita sebagai suatu bagsa malah dapat saling berkomplemen, saling mengisi, saling menutupi kelemahan satu sama lainnya, maka hasilnya adalah sebuah bangsa super!
Namun, kini kalau mau jujur, siapa yang lebih “tunggal ika”, kita bangsa Indonesia atau bangsa Amerika? Rasanya, dengan sedih hati kita harus mengakui bahwa bangsa Amerika kini yang jauh lebih tunggal ika dibandingkan dengan bangsa Indonesia. Kita yang kini tercabik-cabik dengan kerusuhan SARA, saling mengusung kesamaan yang tidak pada tempatnya dan terancam disintegrasi. Padahal slogan itu adalah milik kita.

2.5.3. Geopolitik yang Strategis
Lokasi yang terletak di antara dua benua dan dua samudera, serta dilewati garis khatulistiwa, Indonesia memiliki posisi negara yang strategis. Posisi Indonesia sangat penting bagi pelayaran samudera internasional. Kalau ada apa-apa di negeri ini (instabilitas, kekacauan, perang, kerusuhan dan bajak laut), maka banyak kepentingan negara lain akan ikut terganggu.

2.5.4. Musim Tanam Sepanjang Tahun
Tanah Indonesia sangat subur. Karena itu, beberapa jenis tanaman bisa tumbuh kapan pun dan di mana pun, dalam musim apa pun seperti misalnya pisang, singkong, pepaya, kacang tanah dan sebagainya.

2.5.5. Bangsa Berbudi Luhur, Ramah Tamah dan Paling Taat Beragama
Paling tidak sebelum era tahun 1980-an (sebelum banyak kerusuhan terjadi), saya masih percaya bahwa bangsa kita memang benar-benar bangsa yang ramah tamah, berbudi luhur, karena senang membantu orang lain dan bergotong royong.
Paling taat beragama? Rasanya, masih begitu. Hari minggu, gereja penuh; kalau Jumat, mushola dan masjid tak muat lagi menampung umat. Kelenteng, Pura dan Vihara pun juga selalu dijejali umat pada saat ibadah.

2.5.6. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa yang Hebat
Bahasa Indonesia-lah yang menjadi prasarana sosial budaya paling utama untuk mendudkung pembentukan modern state ‘Indonesia’, selain sebagai prasarana kewilayahan geografisnya, dan satu-satunya alat pemersatu paling kuat di era konflik ini.
Apa bukti bahwa bahasa Indonesia hebat? Pertama, bahasa Indonesia mempunyai dialek yang indah dan mudah. Kedua, bahasa Indonesia adalah bahasa pelebur. Apa artinya? Orang Indonesia yang berbahasa Indonesia sangat mudah belajar mengucapkan bahasa asing yang dipelajarinya.

2.5.7. Kekayaan Alam
Ini adalah satu-satunya keunggulan komparatif yang paling ‘komparatif’ karena gampang diperbandingkan. Harusnya, rakyat Indonesia makmur sentosa karena alamnya begitu kaya. Bukan hanya alam yang berkaitan dengan dunia pertanian yang kaya, tetapi juga alam yang berkaitan dengan kekayaan bahan tambang dan mineral.
Namun, keunggulan komparatif bangsa Indonesia tidak serta merta membawa keunggulan kompetitif terhadap bangsa-bangsa lainnya di dunia. Benar, ketika Indonesia masuk dalam kompetisi atau persaingan dunia, maka baru terlihat kalau kita masih belum ada apa-apanya.

2.6. Kekurangan Bangsa Indonesia yang Terutama
Penyebab utama apa sebetulnya yang membuat bangsa kita menjadi seonggok sampah di mata internasional karena begitu banyaknya ketidakberesan yang terjadi? Penyebab itu adalah: kualitas sikap mental bangsa kita yang masih sangat rendah! Kita tidak kalah dalam sistem, otak atau gizi. Tetapi sekali lagi, kita kalah dalam kualitas sikap mentalnya.
Kenyataan yang mungkin tidak mengenakkan adalah: kalau sikap mental bangsa Indonesia begitu rendahnya, berarti para orang tuanya (yang notabene adalah para orang tua kita sendiri) tidak berhasil menanamkan konsep sikap mental positif pada anak-anaknya. Atau, sikap mental para orang tua sendiri masih negatif. Mengapa? Karena pendidikan yang pertama, terutama, dan utama terletak pada keluarga (melalui orang tuanya), baru kemudian pada akademi dan universitasnya. Akademi dan universitas tinggal menerima bahan matang dari pendidikan dasar dan menengah. Pendidikan dasar dan menengah tinggal menerima bibit matang dari pendidikan orang tua.
Tampak di sini, orang tua menjadi serba salah tindakannya, ya? Tetapi, untuk lebih jelasnya, kita bisa lihat skema stairs stepping thinking di bawah ini.
Bangsa yang maju sangat tergantung dari kualitas manusianya.
Kualitas manusia tinggi terutama ditentukan dari pendidikan kanak-kanak, dasar dan menengahnya
Pihak yang sangat menentukan dalam pendidikan kanak-kanak, dasar dan menengah adalah ORANG TUA (baru kemudian guru-gurunya, baik guru agama, guru sekolah, atau guru les tambahannya)
Maka sebetulnya, bangsa yang maju adalah bangsa yang mempunyai orang-orang tua yang berkualitas tinggi, terutama sikap mentalnya


2.7. Cara Mengembangkan Kualitas Sikap Mental yang Positif
Bagaimana orang tua dapat mengambangkan sikap mentalnya ke arah yang lebih positif? Ada berbagai cara. Bisa dengan berlatih, membaca buku, atau menimba pengalaman dari orang lain. Namun, ada sebuah cara yang sederhana yaitu dengan mengembangkan konsep KEBAHAGIAAN HIDUP.
Tentunya, pembaca sepakat kalau dikatakan bahwa tujuan hidup manusia di dunia dan akhirat adalah untuk mencapai kebahagiaan hidup! Hidup di dunia bahagia dan kalau bisa di khirat pun kita mengalami bahagia dengan masuk surga. Ketika membentuk keluarga di dunia ini, harapannya adalah keluarga kita menjadi keluarga yang sakinah, ideal, dan menghasilkan anak-anak yang baik dan dapat dibanggakan. Dengan demikian, kita menjadi bahagia.
Bagaimana cara kita meraih kebahagiaan di dunia yang fana ini? Ada sangat banyak caranya. Tetapi sekarang saya akan coba mengajukan sebuah knsep yang sekarang ini sudah jarang disentuh, ditengok, apalagi dilakukan, yaitu dengan:
MEMBAHAGIAKAN ORANG atau PIHAK LAIN.
Konsep sederhana ini berasal dari sebuah the earlier concept yang berasal dari hukum alam, yaitu: MEMBERI DULU BARU MENERIMA!
Akan tetapi, bisa terjadi pembaca bertanya, “Bagaimana kalau kita sudah membahagiakan orang lain, bukannya mendapatkan balasan yang sama, tetapi orang itu malah menyakiti kita? Benar sekali. Ini bisa terjadi. Tetapi, sebagai manusia yang berkarakter kuat, kita diharapkan terus melakukan sikap membahagiakan orang lain, tanpa terpengaruh sikap jelek dari orang yang kita bahagiakan tersebut.
Ini membantu dalam menjadikan karakter orang tua menjadi kuat, tidak terpengaruh hal negatif dalam mendidik anak, walaupun banyak hal negatif di lingkungan sekitarnya! Dengan demikian, proses mendidik anak dapat berjalan lebih tepat sesuai dengan harapan.

2.7.1. Tempat Bahagia di Dunia
Kita membicarakan tentang kebahagiaan di dunia. Kira-kira, definisi apa yang tepat untuk menggambarkan tentang ‘bahagia’? Bahagia berarti suatu rasa yang rasanya itu, kalau dirasa-rasakan sperti suatu rasa yang rasanyabelum pernah dirasakan. Nah! Sulit mencernanya? Tetapi, arti sederhananya adalah: tak terkatakan. Ya, bahagia adalah suatu rasa yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata.
Kalau begitu, sebaiknya bahagia di dunia dilakukan di mana? Ya benar. Sebaiknya kita dapat merasakan bahagia di dunia, di mana saja, dan kapan saja. Dan kebahagiaan yang sejati terutama bukan didapatkan dengan materi, tetapi di konsep di dalam pikiran. Sama seperti ucapan filsuf Democritus pada tahun 370-460 SM yang mengatakan, “Kebahagiaan tidak berdiam di kawanan ternak, atau emas, melainkan jiwalah yang menjadi tempat tinggalnya”.
Ada banyak tempat di dunia ini, tetapi agar lebih mudah dan terfokus, maka kita akan membahas tempat yang paling utama dan mulia sebagai wadah pembinaan anak-anak, yaitu KELUARGA.
Bagaimana cara membahagiakan istri atau suami di rumah dengan cara paling 4 M (Mudah, Murah, Meriah dan berMutu)? Kemungkinan jawabannya adalah:
· Dengan memberi perhatian
· Dengan memberi kasih sayang
· Hubungan intim suami istri
· Memberi senyum
Tetapi, masih ada jawaban lain yang lebih bermutu dalam membahagiakan suami istri yaitu dengan : mengajak omong-omong, atau berbincang-bincang. Komunikasi, dalam bahasa kerennya. Ini yang paling bermutu, murah, mudah dan meriah.
Begitu juga dalam membahagiakan anak, cara yang paling murah, meriah, mudah dan bermutu, yaitu dengan mengajaknya omong-omong atau berbincang-bincang. Oleh karena itu, mendidik anak yang paling brilian adalah juga dengan mengajaknya omong-omong, bukan dengan uang!
Apa yang seharusnya dibicarakan orang tua dengan anak-anaknya? Apa saja, mulai dari obrolan canda, sapaan sederhana, sampai omongan tentang konsep atau nilai-nilai bermutu dari kehidupan, sampai dengan yang paling penting untuk diberikan kepada anak, yaitu memberi pengertian.

Tiga
Sikap Mental yang Berkaitan dengan Anak
3.1. Membahagiakan Anak
Dua kata ini terdengar sepele. Membahagiakan anak. Tetapi rupanya tidak begitu mudah dilaksanakan. Persoalannya kemudian, bagaimana cara yang tepat dalam membahagiakan anak, selain dengan cara omong-omong seperti yang telah dijelaskan tadi? Caranya adalah dengan MENDIDIK BUKAN HANYA DENGAN KEKUASAAN, TETAPI JUGA DENGAN HATI.
Inilah konsep yang pas untuk mendidik anak. Kalau bisa, dilakukan seimbang, antara kekuasaan dan hati. Kalau orang tua mendidik hanya dengan mengandalkan kekuasaan semata, maka cenderung akan menjadi sosok orang tua yang otoriter. Namun, kalau kita hanya mendidik anak dengan hati semata. Kita sadar tidak sadar menjadi orang tua yang emosional dan tidak rasional.

3.2. Memberi Perhatian pada Anak
Masalah selanjutnya ialah bagaimana cara mendidik bukan hanya dengan kekuasaan, tetapi juga dengan hati? Supaya pas campurannya di antara dua elemen penting tadi. Caranya adalah dengan: MENCINTAI ANAK!
Sama seperti proses mencintai di antara dua orang dewasa, begitu juga yang dilakukan oleh orang tua jika mencintai anaknya. Bentuk pengejawantahan dari cinta orang tua kepada anaknya, orang tua harus dan wajib memberi PERHATIAN!
Namun sekarang, perhatian bagaimana yang harus diberikan kepada anak kandung oleh orang tua? Masalah anak kandung itu banyak sekali item-nya. Tetapi semua masalah itu dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian besar, yaitu:
· masalah kualitas,
· masalah kegembiraan,
· masalah kesejahteraan.
Namun, pembagian kategori tersebut hanya dimaksudkan untuk memudahkan pembahasannya satu per satu. Masalah-masalah tersebut tetap akan mengarah ke satu hal, yaitu pembentukan seorang anak menjadi manusia seutuhnya, lengkap lahir-batin, fisik, jiwa, Intelligent Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), Spiritual Quotient (SQ)-nya, serta dapat dibanggakan oleh banyak orang.


Empat
Meningkatkan Kualitas Anak
Ada banyak kualitas anak yang harus diperhatikan dan ditingkatkan. Kualitas-kualitas tersebut adalah:

4.1. Meningkatkan Kualitas Pengetahuan/ Keterampilan Anak
Inilah kualitas pertama yang harus diperhatikan dan ditingkatkan oleh orang tua. Kualitas ini juga yang paling mudah untuk dilihat hasilnya. Sejalan dengan zaman yang bergulir maju, maka pelajaran anak (terutama pelajaran formalnya di sekolah) akan makin sulit dan makin berkembang.
Memang cukup sulit bagi orang tua untuk selalu mengikuti semua pelajaran formal dan keterampilan anak yang terkini, terbaru dan selalu up to date. Oleh karena itu, paling tidak yang dapat dilakukan adalah memberikan pengertian-pengertian umum untuk mendukungnya.
1. Memberi informasi yang bermutu,
2. Memberi pendidikan formal yang baik,
3. Memberi kesempatan ikut pendidikan tambahan,
4. Merangsang anak senang belajar,
5. Jangan memaksakan jenis pendidikan tertentu kepada anak,
6. Jangan memaksa menjejali kepala anak dengan ilmu pengetahuan pada masa kanak-kanaknya, dan
7. Jangan memaksakan cara belajar tertentu pada anak.

4.2. Meningkatkan Kualitas Pekerjaan Anak
Apakah betul ada korelasi antara kerja di rumah dan kerja di perusahaan nantinya? Jelas ada. Kebiasaan kerja di rumah akan terlihat pada penampilan kerja (performance) di perusahaan. Anak yang terbiasa melakukan kerja di rumah, biasanya akan tampak lebih rajin, lebih kreatif, lebih punya inisiatif, lebih mandiri, dan lebih tangguh dalam menghadapi kesulitan!

4.3. Meningkatkan Kualitas Kejiwaan Anak
Langkah-langkah yang harus diperbuat orang tua dalam rangka membuat jiwa anak menjadi kuat adalah sebagai berikut:
1. Tidak memanjakan anak,
2. Tidak pilih kasih,
3. Mau menerima perbedaan pendapat dengan anak,
4. Tidak membanding-bandingkan anak dengan orang atau pihak lain,
5. Berhati-hati dalam berkata-kata dengan anak (Biasakanlah Berkata-kata Positif),
6. Memberikan hukuman yang mendidik jika anak melakukan kesalahan fatal, dan
7. Berikan pengertian yang mencukupi tentang stres pada anak


4.4. Meningkatkan Kualitas Fisik Anak
Kualitas fisik yang baik akan sangat membantu kiprah anak dalam kehidupan sehari-hari, proses belajar atau bekerja yang akan dijalaninya nanti.
Beberapa hal pokok yang berkenaan dengan kualitas fisik anak, yaitu:
1. Memberi ASI kepada anak sampai umur 2 tahun,
2. Membiasakan anak makan 4 sehat 5 sempurna,
3. Membiasakan anak olah raga secukupnya, sesuai kemampuan dan teratur,
4. Membiasakan anak istirahat cukup dan teratur,
5. Hindarkan kebiasaan merokok pada anak,
6. Menghindarkan anak dari alkohol atau minuman keras lainnya.
7. Tidak menyalahgunakan obat, vitamin, makanan dan minuman suplemen,
8. Ajarkan anak untuk menghindari narkoba, dan
9. Ajarkan anak untuk memahami masalah seksual secara dewasa dan bertanggung jawab.

4.5. Meningkatkan Kualitas Sikap Mental Anak
Main key atau key success factor seseorang untuk berhasil dalam hidup ini adalah karakter pribadi yang tangguh, yang dibentuk melalui sikap mental yang positif. Diharapkan, anak juga dapat mempunyai sikap mental positif pada beberapa hal pokok dalam kehidupannya, antara lain seperti tersebut di bawah ini.

4.5.1. Sikap Mental terhadap Keluarga
Inti dari membentuk sikap mental yang lebih positif adalah bagaimana membahagiakan orang atau pihak lain untuk mencapai kebahagian hidup. Kalau begitu, tekankan pada anak bahwa sikap mental yang paling tepat dalam kaitannya dengan keluarga adalah dengan: MEMBAHAGIAKAN KELUARGA.
Bagaimana cara seorang anak dalam membahagiakan keluarganya? Caranya antara lain adalah dengan:
1. Mempunyai Rasa Memiliki Keluarga
2. Ikut Menciptakan Suasana yang Menyenangkan
3. Menyimpan Rapat Rahasia Keluarga
4. Menjaga dan Meninggikan Nama Baik Keluarga
5. Hemat

4.5.2. Sikap Mental Anak terhadap Orang Tua
Sikap mental seorang anak yang paling pas terhadap orang tuanya adalah dengan PATUH, HORMAT, dan MENGERTI KESULITAN ORANG TUA. Sekaligus juga inilah langkah sederhana buat seorang anak untuk membahagiakan orang tuanya. Bagaimana dengan sikap atau perbuatan yang lain, sperti prestasi sekolah anak yang baik, perhatian, pujian dan kado ulang tahun untuk ayah atau ibu? Ya, semuanya ini juga membahagiakan. Akan tetapi, lebih elementer. Yang lebih hakiki adalah ketiga hal disebutkan tadi.

Patuh
Seandainya anak bertanya, “Mengapa saya mesti patuh kepada orang tua?”, apa yang mesti diterangkan? Terangkan bahwa seorang anak mesti patuh kepada orang tua karena orang tualah yang menjadi pemimpin (terutama ayah) dan pengikat keluarga. Dengan demikian, kalau anak tidak mau patuh kepada orang tuanya, maka arti terdalamnya atau arti filosofisnya adalah ia tidak mau menjadi anggota dari keluarganya lagi.

Hormat kepada Orang Tua
Konsep menghormati orang tua atau orang yang lebih tua bisa jadi tidak dimengerti dan diresapi dalam-dalam oleh anak-anak kita karena kita sendiri sebagai orang tua jarang memberi pengertian terdalam mengenai konsep ‘hormat’.
Bagaimana cara seorang anak menghormati orang tuanya? Sederhana sekali. Anak bisa menghormati orang tuanya dengan sikap-sikap seperti berikut.
1. Bersikap Sopan
2. Mengucapkan Salam
3. Menghargai Prinsip Orang Tua
4. Memberikan Ucapan Selamat pada Saat Orang Tua Berbahagia
5. Pamit Jika Bepergian

Mengerti Kesulitan Orang Tua
Pastilah orang tua mempunyai kesulitan-kesulitan manusiawi yang bisa berupa mood yang sedang tidak enak, prestasi yang gagal dicapai, atau kesempatan proyek yang lepas dari tangan, atau batuk tak sembuh-sembuh yang sangat mengganggu.
Dalam hal ini diperlukan pemberian pengertian dari salah satu pihak orang tua, untuk memberitahu pada anaknya bahwa mood atau situasi jiwa ayah atau ibu mereka sedang tidak baik. Sebab, umumnya anak – apalagi yang masih kecil atau remaja - belum matang emosionalnya untuk melihat kesulitan orang tuanya.

4.5.3. Sikap Mental Anak terhadap Pekerjaan
Sejak anak mulai bekerja, segeralah kita ajarkan konsep bekerja yang sejati itu. Bagaimana caranya? Caranya adalah dengan mengajak anak membahagiakan pekerjaan. Ini adalah pengertian filosofis. Secara harfiah, pekerjaan tidak mungkin merasakan bahagia. Namun, secara filosofis, bisa! Caranya adalah dengan bekerja secara total dan tuntas. Total artinya denga segenap jiwa raga, tuntas artinya selesai dengan sempurna.
Untuk lebih menancapkan konsep bekerja secara toatal dan tuntas dalam diri anak, perlu juga diajarkan beberapa sikap mental tambahan berikut ini.
1. Disiplin
2. Mandiri
3. Kreatif atau Inovatif
4. Berpikir Sejenak Sebelum Bertindak

4.5.4. Sikap Mental Anak terhadap Pelajaran
Tugas orang tualah dalam skala mikro ini untuk membuat anak-anak henat dalam belajar. Bagaimana caranya membahagiakan pelajaran? Orang tua harus mengajarkan untuk membahagiakan pelajaran di sekolah atau kampusnya dengan cara:
1. Belajar sebagai Sesuatu yang menyenangkan, Bukan Suatu Beban Berat
Belajar adalah bermain. Jelas sekali hubungannya. Kalau seorang anak pergi ke seklah untuk belajar, pastilah ia bertemu dan bermain-main dengan teman-temannya, terutama sebelum bel masuk berbunyi atau ketika istirahat.
Belajar adalah rekreasi. Kalau anak kita mengeluh bosan ke sekolah (kadang hal ini wajar terjadi) dan ingin membolos, berikan pengertian bahwa sebetulnya belajar (termasuk berangkat ke sekolah) itu rekreasi. Kita melihat pemandangan baru dan lain daripada pemandangan di rumah. Berkenalan dengan teman pindahan baru dan lain sebagainya.
Belajar adalah melakukan hobi. Kalau belajar dan pergi ke sekolah, bukankah kita dapat bertukar atau salaing pinjam barang yang menjadi hobi kita dengan teman-teman? Akan lebih menarik lagi jika hobi kita adalah meneliti atau belajar itu sendiri, maka pelajaran praktikum IPA akan sangat menyenangkan.

2. Memahami Inti Belajar
Harus ada taktik untuk memudahkan belajar yang dilakukan oleh anak-anak kita. Ini juga untuk membantu agar anak tidak mudah melupakan begitu saja pelajaran yang telah didapatkannya. Atau dengan kata lain, mencegah anak hanya belajar untuk lulus ujian, bukan untuk dimengerti. Secara umum, taktik atau pengertian yang dapat digunakan untuk membantu belajar adalah:
· menumbuhkan rasa ingin tahu terhadap hal baru,
· merenungkan pelajaran, dan
· menghayati atau memahami pelajaran

4.5.5. Sikap Mental Anak terhadap Teman atau Sesama
Orang tua harus mampu mendidik anaknya untuk menimbulkan sikap yang amau membahagiakan sesamanya; suatu sikap yang amkin disadari telah semakin menghilang dalam diri banyak insan Indonesia. Mengapa? Karena kita manusia, walaupun memiliki begitu banyak perbedaan satu sama lain, sungguh-sungguh telanjang di hadapan Tuhan dan hanya dilihat satu halk saja ketika kembali keharibaannya, yaitu laporan tentang amal dan perbuatannya ketika ia hidup di dunia.
Apa saja yang perlu ditekankan kepada anak mengenai sesama, dalam rangka membahagiakan mereka? Tidak banyak. Hanya ada beberapa hal mendasar yang perlu ditekankan, yaitu:
1. Memperlakukan Teman/ Sesama Seperti Kita Memperlakukan Diri Sendiri
2. Melihat Kelebihan Teman atau Sesama
3. Mau Bersahabat
4. Jangan Membenci Perbedaan di Antara Teman atau Sesama

4.5.6. Sikap Mental Anak terhadap Lingkungan
Sejak dari kecil orang tua wajib mendidik amak untuk peduli dan tidak cuek terhadap lingkungannya. Hal ini sering sepele dan luput dari perhatian orang tua. Dalam benak orang tua, yang lebih layak diberi porsi dalam pendidikan adalah urusan pendidikan adalah urusan pelajaran sekolah, sopan santun mungkin atau tata krama, kesehatan dan seks. Lingkungan termasuk salah satu faktor yang dilupakan. Padahal? Penting sekali!

4.5.7. Sikap Mental Anak terhadap Guru
Bagaimana menerangkan kepada anak cara untuk membahagiakan guru di sekolah? Caranya dengan PATUH dan HORMAT kepada mereka. Anak-nak harus patuh dan hormat kepada guru di sekolah karena:
· guru adalah wakil orang tua anak di sekolah, dan
· guru adalah perantara ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi untuk anak.

4.5.8. Sikap Mental Anak terhadap Sekolahnya
Bagaimana cara membahagiakan sekolah yang tepat? Sederhana saja, kita bisa mengajarkan anak untuk membahagiakan sekolahnya dengan memupnyai sikap-sikap antara lain, seperti:
· mau ikut menjaga dan merawat lingkungan sekolah, dan
· menjaga dan meninggikan nama baik sekolah.

4.5.9. Sikap Mental Anak terhadap Tuhan dan Agama
Orang tua bertugas menanamkan pengertian tentang sikap terhadap Tuhan dan agama dalam inner dimention anak. Karena itu, anak bukan hanya mampu beribadah dengan ritual dari agamanya, tetapi juga mengerti makna terdalam dari sikap beragamanya, sehingga sekaligus mampu mengejawantahkannya dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Hal-hal Yang dapat ditekankan orang tua pada anaknya dalam rangka ‘membahagiakan Tuhan’ adalah dengan:
1. Menjalankan Ibadat Sesuai Ajaran Agama atau Kepercayaan dengan Rasa Senang, Kesungguhan, dan Tanpa Keterpaksaan
2. Memahami Makna Terdalam dari Apa yang Dipelajari dari Kitab Suci
3. Mau Beramal pada Sesama yang Membutuhkan

4.5.10. Sikap Mental Anak terhadap Bangsa dan Negara
Menjadi kewajiban orang tua dalam mendidik putra-putrinya untk bersikap mental yang baik kepada bangsa dan negaranya, dengan membahagiakan bangsa dan negara, atau membahagiakan ibu pertiwi, Indonesia.
Apa yang dapat kita tekankan sebagai orang tua kepada anak dalam rangka melatih sikap membahagiakan bangsa negaranya? Ada banyak hal, diantaranya adalah:
1. Menghormati Bendera Merah Putih dan Serius dalam Mengikuti Upacara Kenegaraan
2. Senang Mempelajari Sejarah dan Budaya Bangsa
3. Mendahulukan Kepentingan Bangsa dan Negara di atas Kepentingan Pribadi

4.5.11. Sikap Mental Anak terhadap Uang
Sebagai orang tua, kita harus menanamkan pendidikan brilian kepada anak tentang hakikat uang. Mind set apa yang perlu diajarkan kepada anak kita tentang uang? Ada beberapa hal, yaitu:
1. Tidak Menganggap Uang Adalah Segalanya dalam Hidup Ini
2. Bersikap Jujur
3. Gemar Menabung dan Cerdas Finansial
4. Berhemat


Lima
Meningkatkan Kegembiraan Anak
Gembira mengakibatkan sistem tubuh bekerja dengan lebih hebat, kesehatan meningkat, dan ujung-ujungnya usia harapan dan kualitas hidup meningkat. Begitu pula untuk anak kita. Anak yang selalu dipenuhi kegembiraan, optimisme, kegairahan hidup dan sukacita, akan menjadi anak-anak yang sehat jiwa raganya, menjadi anak yang lebih mungkin meningkat terus-menerus kualitasnya, dan akhirnya akan sungguh-sungguh berguna untuk keluarga, bangsa dan negaranya.
Jika demikian, apa kiat untuk meningkatkan kegembiraan anak? Juga ada banyak cara, tapi ada beberapa yang penting yang akan dikemukakan di sini, yaitu:

5.1. Menyanjung Anak di depan Umum
Bangsa kita menjadi bangsa yang sulit memuji. Sadar tidak sadar, salah satu penyebabnya adalah para orang tua yang tidak pernah mendidik anaknya untuk memuji orang lain jika berprestasi. Padahal memuji memiliki keuntungan hebat yang membuat seseorang menjadi maju.
Sikap memuji kalau bisa dilakukan di depan umum atau di depan orang lain. Namun, perhatikan bahwa cara memuji di depan umum juga harus diperhatikan agar tidak berlebihan, terkesan minta orang lain juga ikut memuji anak kita, atau dibuat-buat. Kalau ini yang terjadi, maka anak cenderung menjadi besar kepala atau sombong! Memuji juga diberikan kepada semua anak kita pada kelebihannya masing-masing dan seberapa pun nakalnya mereka.

5.2. Menegur Anak Empat Mata
Bagaimana caranya untuk menegur anak? Apalagi tren zaman menunjukkan, semakin lama, anak berkembang menjadi sosok mahluk yang semakin kritis! Tegurlah anak secara empat mata, panggil berdua sehingga dia tidak akan merasa dipermalukan di depan umum. Bukan hanya itu. Masih ada lagi, yaitu:
· tegurlah jangan dengan marah-marah, tetapi boleh dengan tegas, dan
· berikan pengertian dan alasan yang logis, atau dengan solusi.

5.3. Berikan Kesempatan Memadai untuk Bermain
Masa-masa TK, SD, dan SMP merupakan masa anak untuk meraih kegembiraan dan kemerdekaan jiwa. Jadi, porsi mereka untuk bermain harus cukup banyak. Orang tua harus membiarkan anak bermain, bahkan mengarahkan bentuk-bentuk permainan yang dapat mendidik, bukan hanya sekadar menyenangkan jiwanya saja. Apa saja bisa dijadikan mainan atau permainan, dan tidak harus selalu mahal. Asal kreatif maka permainan-permainan sederhana dapat saja bersifat mendidik dan menyenangkan.
Namun, akan lebih baik jika anak bermain jenis permainan yang bersifat kebersamaan (bisa dilakukan bersama-sama dengan temannya), mendidik, berolah raga atau seni. Permainan kebersamaan akan melatih anak bersosialisasi dengan orang lain, permainan yang mendidik akan merangsang otak kiri (otak yang berfungsi untuk IQ)-nya bekerja. Dan permainan olah raga akan merangsang tubuhnya tumbuh dengan sehat.

5.4. Menjadi Pendengar yang Baik Bagi Anak
Untuk mau menjadi pendengar yang baik, orang harus menyediakan waktu, menyingkirkan atau menunda terlebih dahulu apa yang sedang dikerjakan dan harus ikut berpikir tentang masalah yang dikeluhkan.
Menjadi pendengar yang baik, apalagi untuk anak tercinta sungguh-sungguh mempunyai manfaat yang positif, yaitu:
1. Dapat atau Ikut Mengerti Perasaan Anak (Simpati)
2. Meringankan Beban Jiwa dan Persoalan Anak
3. Membantu Melihat Akar Permasalahan dari Persoalan Anak dan Kalau Bisa Membantu Memecahkannya (Empati)
4. Mengakrabkan Hubungan Orang Tua dengan Anak
5. Anak Tidak Mencari Sosok Lain yang Salah untuk Tempatnya Berkeluh Kesah

5.5. Memberi Perhatian yang Memadai Bila Anak Dirundung Malang dan Saat Historisnya
Membahagiakan anak yang paling utama, ternyata bukan melulu dengan uang. Yang terutama malah hanya dengan tindakan-tindakan yang sederhana tanpa perlu uang keluar. Salah satunya adalah dengan memberi perhatian yang memadai saat anak dirundung malang dan pada saat-saat historisnya.
Pada saat ini, ungkapan perhatian orang tua akan menjadi sikap simpati dan empati yang akan sangat membahagiakan anak. Kemalangan, kesedihan yang ada anak akan cepat segera berlalu, sedangkan kebahagiaan dan kegembiraan akan mengendap lama menjadi kenangan indah seumur hidupnya.
Sama seperti ketika orang tua berprestasi, dimana sebaiknya anak memberikan perhatian berupa ucapan selamat, maka begitu juga sebaliknya. Jika anak berprestasi, beri dia pujian dan selamat yang tulus. Itu akan sangat membahagiakan dan membekas dalam benaknya sepanjang hidup.

5.6. Ajak Anak Omong-omong atau Diskusi
Hanya kelihatan sebagai sebuah teori kuno, usang atau basi, yaitu mengajak omong-omong, diskusi atau komunikasi. Tetapi kenyataannya, masih banyak orang tua yang kurang mengajak anaknya untuk omong-omong. Memang, masalahnya, isinya itu yang masih kurang berbobot. Atau, frekuensinya yang amat jarang.
Kalau hanya sekedar omong-omong sekedarnya sih bisa... tetapi kalau harus bicara atau diskusi mengenai sesuatu yang berbobot, kita sebagai orang tua harus berisi dulu sebelumnya. Orang tua memang harus banyak belajar, banyak membaca, banyak mencari wawasan dalam mendidik anak, untuk membuat dirinya lebih berisi untuk mengajak diskusi kepada anak. Kalu tidak, diskusi tak berjalan dengan baik dan anak bisa menganggap orang tua sebagai tempat diskusi yang kurang berguna.
Masih jarang orang tua yan mengajak anaknya diskusi tentang hal yang berbobot atau tentang nilai-nilai kehidupan yang terus semakin berkembang. Paling-paling diskusi atau omongan singkat yang terjadi dari orang tua kepada anak seputar masalah uang jajan, keperluan sekolah, pulang dari mana seharian, sakit apa badannya, dan sebagainya.
Apa sebetulnya kegunaan mengajak anak-anak omong-omong dan diskusi dengan kita sebagai orang tuanya? Mengajak diskusi atau omong-omong kepada anak berguna untuk:
· membuat anak merasa dimanusiakan karena boleh mengutarakan pendapat pribadinya,
· anak tidak mencari sosok lain untuk yang salah (misalnya diskusi tentang pecandu narkoba) untuk dijadikan tempatnya bertukar pendapat, dan
· merupakan ajang yang baik untuk memberikan pengertian tentang good things and bad things.

5.7. Buat Acara Bersama Sekeluarga
Acara bersama ini dibuat untuk mengingatkan kita semua tentang KEBERSAMAAN, mengingatkan bahwa nantinya setelah meninggal kita semua hanya dinilai dari apa yang telah kita perbuat selama ini. Beberapa manfaat dari acara bersama yaitu:
· mengakrabkan hubungan di antara anggota keluarga, terutama orang tua dan anak,
· mengingatkan bahwa anak mempunyai keluarga, dan
· sebagai tempat anggota keluarga (terutama anak) ‘mengisi aki’-nya kembali setelah seharian beraktivitas.

Enam
Meningkatkan Kesejahteraan Anak
Anak Indonesia bisa sejahtera? Hal ini merupakan sebuah mimpi indah dan panjang serta berliku (the long and winding dream). Namun, memang harus diusahakan demikian. Sebab, jika sampai anak-anak kita, anak Indonesia tidak bisa sejahtera, maka tak akan sejahtera pulalah bangsa ini. Ini sebetulnya berlaku juga buat seluruh bangsa secara keseluruhan. Jika anak-anak suatu bangsa tak sejahtera, bagaimana sebuah negara mencapai, atau paling tidak, melanggengkan kesejahteraannya?
Mari kita berupaya keras membuat anak-anak kita sejahtera, tidak peduli seberapa baik kemampuan ekonomi kita dan seberapa tinggi pendidikan kita, karena menyejahterakan anak hanya membutuhkan beberapa pengertian sederhana dalam sikap mental. Sebisa-bisanya kita berusaha agar jangan sampai anak yang kita lahirkan ke dunia ini tidak sejahtera.
Yang perlu diingat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan anak adalah:
· kesejahteraan anak adalah tanggung jawab orang tua,
· kesejahteraan anak adalah target dan bukannya beban, dan
· jangan bebankan anak untuk menanggung kesejahteraan adik-adiknya dan memberi pensiun orang tuanya di kemudian hari.

6.1. Kesejahteraan Anak Adalah Tanggung Jawab Orang Tua
Menjadi orang tua zaman sekarang haruslah bisa menyiasati hidup dengan hemat, prihatin, pandai mengelola uang, cerdik dalam mencari uang tambahan keluarga, dan pandai melihat peluang untuk dijadikan penambahan gaji atau pendapatan melalui usaha sambilan. Dan semuanya itu dikejar pertama kali bukan untuk tujuan kaya, tetapi mencukupi kebutuhan primer dan sekunder anak atau dengan kata lain menjamin kesejahteraannya.
Jangan sekali-kali orang tua mengharuskan atau mewajibkan anak untuk membantu mencari nafkah bagi orang tuanya. Andai orang tua harus membuat usaha kecil-kecilan sebagai sampingan dan terpaksa harus dibantu oleh anak-anaknya untuk menggerakkannya? Itu boleh, halal dan sah-sah saja asal orang tua tidak memaksa anaknya untuk membantu dan tidak membuat mereka keteteran dalam kegiatan sekolah atau belajarnya. Juga tidak membuat fisiknya menjadi kedodoran atau kelelahan.
Bukan hanya itu, orang tua pun harus meminta tolong pada anaknya bukan dengan kalimat berupa perintah atau suruhan (apalagi paksaan), ketika orang tua ingin agar anaknya ikut bekerja membantu orang tuanya mencari nafkah. Sebab, bukan tanggung jawab seorang anak untuk membantu kesejahteraan keluarga, khususnya dalam hal ekonomi.

6.2. Kesejahteraan Anak Adalah Target, Bukan Beban
Walaupun biaya-biaya untuk anak bisa dirasakan sebagai beban yang berat dan harus dipenuhi setiap bulannya, tetapi pengertian terdalam yang harus ada dalam benak orang tua adalah: Bahwa kesejahteraan anak adalah suatu target dan bukan beban.
Dari perspektif yang positif, keinginan untuk memberikan kesejahteraan yang lebih pada anak dan masih proporsional dapat dijadikan daya giring oleh para orang tua untuk bekerja lebih keras dan cerdas dalam mencetak uang demi menyejahterakan anak.
Akan tetapi, tentunya upaya menyejahterakan anak ini harus sesuai dengan kemampuan yang ada dari orang tua. Orang tua yang bekerja di bea cukai mungkin sangat berbeda dengan orang tua yang pegawai negeri biasa dalam menyejahterakan anaknya. Tidak masalah, yang penting hakikat ini dipahami sehingga anak mendapat porsi kesejahteraan yang seharusnya didapat.

6.3. Jangan Bebankan Anak untuk Menanggung Kesejahteraan Adik-adiknya dan Memberi Pensiun Orang Tuanya di kemudian Hari
Orang tua mencari nafkah untuk menyejahterakan anaknya dengan tanpa pamrih. Pamrih bahwa anaknya di kemudian hari harus gantian untuk membantu orang tuanya. Pamrih bahwa anak harus menolong keuangan orang tua ketika sudah pensiun.
Jika kita sebagai orang tua, bersikap mendidik anak bukan hanya dengan kekuasaan, tetapi juga dengan hati, apakah orang tua telah menjadi sosok yang lemah? Yang tidak bisa tegas? Dengan mampu bersikap tegas dan keras dalam mendidik anak serta kekuasaan plus hati, orang tua juga tidak akan kehilangan kewibawaannya. Orang tua yang hanya mendidik menggunakan hatilah yang biasanya akan kehilangan kewibawaan, karena tidak mampu bersikap tegas keras dan selalu menuruti kehendak anak atau memanjakannya.


Tujuh
Upaya untuk Menjadikan Pengertian-pengertian Sikap Mental Menjadi Bagian dari Karakter Orang Tua
Zaman semakin bergerak maju, perubahan terjadi semakin cepat, kesulitan hidup membentang semakin luas dan tantangan mendidik anak pun menjadi semakin dalam. Belum lagi masalah pendidikan nasional yang tidak jelas dan semrawut sehingga membuat kita orang tua menjadi bingung.
Menjadi orang tua zaman sekarang mesti pandai. Harus belajar terus-menerus dan mempunyai sikap mental yang sangat positif. Masalahnya kemudian adalah: Bagaimana agar sikap-sikap mental positif yang telah dipelajari tadi bisa benar-benar menjadi bagian dari karakter, bukan hanya sekadar pengetahuan kecil dan mudah tertiup angin? Sederhana saja, jawabannya adalah orang tua harus akrab dengan konsep-konsep sikap mental tadi.
Sikap mental yang benar-benar merasuk dalam darah daging dan menjadi tabiat atau karakter kita sebagai orang tua, berarti akan lebih mudah dalam pelaksanaannya. Mudah, karena sikap tadi sudah terefleksi dalam tindakan spontan dan juga dilakukan karena kesadaran yang mendalam serta bukan karena keterpaksaan.
Akhirnya, orang tua akan lebih mudah menanamkan kesadaran kepada anak tentang sikap-sikap positif tadi. Mengapa demikian? Ingat saja efek teladan yang lebih efektif jika mengalir dari atas ke bawah (top to the bottom).
Yang menuntut orang tua melakukan tindakan-tindakan positif ini dalam mendidik anak adalah bukan orang lain, bukan guru sekolah, bukan presiden, bukan polisi atau pemimpin partai, bukan guru agama, tetapi diri Anda sendiri sebagai orang tua.
Untuk apa? Agar apa? Tidak lain tidak bukan adalah agar orang tua dapat meraih kebahagiaan hidup di dunia ini dengan mempunyai anak berkualitas tinggi, baik fisik, IPTEK, sikap mental/moralnya, yang hidup berbahagia, serta dapat membanggakan orang tua, keluarga, bangsa, dan negaranya, Indonesia.


Delapan
Membangun Komunitas Keluarga Sebagai ‘Bahtera’ yang Kokoh dan Tidak Mudah Karam
Orang tua akan lebih mudah menerapkan sikap mental positif dalam mendidik anak jika landasannya kuat dan kokoh. Apakah landasannya itu? Landasannya adalah keluarga yang kompak, kuat, kokoh, dan bahagia.
Jika bahtera yang bernama keluarga dan penting sebagai landasan ini mudah karam, maka upaya pendidikan karakter anak untuk menjadi kuat, melatih anak untuk mempunyai kualitas tinggi akan sangat terganggu. Terutama secara kejiwaannya. Sekali lagi, yang perlu ditekankan adalah: jika kapal atau bahtera yang bernama keluarga akan pecah dan karam, korban terakhir yang paling menderita bukan orang tua sebagai nahkodanya, tetapi anak-anaknya!
Ini dimaksudkan sebagai salah satu sumbangsih pemikiran bagi calon mempelai yang serius mau masuk gelanggang yang bernama perkawinan sehingga tidak mudah karam. Sebab, jika sudah karam, yang menjadi korban terberat adalah anak. Jika anak-anak banyak menjadi korban dalam bahtera keluarga yang rapuh, maka ujung-ujungnya, bangsa dan negara menjadi ikut menjadi mudah roboh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar